Dunia

Kepala HAM PBB sebut pemilu Myanmar yang di bawah kendali militer 'tak bebas dan adil'

'Saat ini, kondisi kehidupan di Myanmar, terutama di Negara Bagian Rakhine, mungkin merupakan yang terburuk yang pernah dialami oleh Rohingya dan minoritas lainnya,' kata Kepala HAM PBB Volker Türk

Selamat Gül Aydoğan Ağlarcı  | 01.10.2025 - Update : 13.10.2025
Kepala HAM PBB sebut pemilu Myanmar yang di bawah kendali militer 'tak bebas dan adil'

HAMILTON, Kanada 

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Türk pada Selasa memperingatkan bahwa pemilu Myanmar di bawah kendali militer hanya akan memicu lebih banyak kekerasan, karena penderitaan warga Rohingya dan minoritas lainnya mencapai titik terburuknya dalam beberapa dekade.

"Saat ini, kehidupan di Myanmar, terutama di Negara Bagian Rakhine, mungkin merupakan yang terburuk yang pernah dialami oleh warga Rohingya dan minoritas lainnya, menandai babak suram lainnya dalam sejarah panjang penganiayaan," ujar Türk dalam Konferensi Tingkat Tinggi tentang situasi Muslim Rohingya dan minoritas lainnya.

Dia menekankan bahwa konferensi tersebut "harus mengirimkan sinyal yang jelas bahwa ketidakadilan ini berada di puncak agenda politik global" dan menjadi "titik balik bagi Rohingya, bagi komunitas internasional untuk mengambil tindakan dan merancang solusi abadi bagi penderitaan mereka."

Türk mengatakan pertempuran di Rakhine sejak November 2023 semakin intensif, di mana militer terus melancarkan "serangan udara terhadap warga sipil di seluruh wilayah Rakhine" dan melakukan "pelanggaran berat hak asasi manusia dan kejahatan kekejaman, termasuk dengan sengaja pembunuh warga sipil, merusak properti sipil, menahan dan menyiksa orang secara sewenang-wenang, dan secara paksa merekrut mereka ke dalam pasukannya."

"Beberapa gambar dan video di Rakhine utara dari paruh kedua tahun 2024 mengingatkan kita pada kekejaman tahun 2017," tambah dia, seraya mencatat laporan pembatasan pergerakan yang ketat, pemutusan komunikasi, dan pengungsian massal.

Menurut Türk, "semua kondisi ini telah menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi di negara tersebut dan mendorong tambahan 150.000 warga Rohingya ke Bangladesh sejak Januari 2024."

Dia mengecam pemilu yang diselenggarakan militer, dan memperingatkan: "Pemilu yang diselenggarakan dalam kondisi seperti ini tidak akan bebas dan adil. Misalnya, warga Rohingya tidak akan dapat memilih karena kewarganegaraan mereka telah dicabut secara sewenang-wenang. Partai-partai etnis Rakhine telah didiskualifikasi dari pencalonan."

"Jalan keluar dari krisis ini adalah melalui de-eskalasi, perlindungan warga sipil, dialog, dan akses kemanusiaan, bukan pemilu," tegas Türk, sambil mendesak diakhirinya aliran senjata ke Myanmar, dukungan finansial berkelanjutan bagi pengungsi, dan pertanggungjawaban atas kekejaman yang terjadi.

"Kekerasan, perampasan ekstrem, dan pelanggaran hak asasi manusia yang masif telah memicu krisis yang sangat memprihatinkan secara internasional. Komunitas internasional harus menghormati tanggung jawabnya dan bertindak," tukas dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın