Regional

Pertemuan pemimpin ASEAN ke 34 resmi dibuka

Pemimpin-pemimpin negara ASEAN dihadapkan pada masalah Laut China Selatan dan pengungsi Rohingya yang sulit dipecahkan

Muhammad Nazarudin Latief  | 22.06.2019 - Update : 23.06.2019
Pertemuan pemimpin ASEAN ke 34 resmi dibuka Logo KTT ASEAN ke-34 di Bangkok, Thailand. (asean.org - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Muhammad Latief  

JAKARTA

Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara membuka pertemuan tingkat tinggi di Bangkok pada Sabtu di tentang masalah yang tengah melingkupi wilayah tersebut, seperti perselisihan di Laut China Selatan dan pengungsi etnis Rohingya.  

Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha tampil pertama kali sebagai pemimpin sipil mewakili Thailand setelah menang pemilu pada Maret lalu yang disebut oleh kalangan partai oposisi sebagai pemilu “yang dirancang untuk memastikan kemenangannya”. 

Negara-negara ini diharapkan bisa membahas kode etik (Code of Conduct/COC) dalam menegosiasikan persoalan Laut Cina Selatan, salah satu jalur tersibuk di dunia dan titik api potensial yang diklaim oleh beberapa anggota ASEAN dan juga China.

Namun diperkirakan tidak akan ada kemajuan berarti, meski negara-negara tersebut mungkin akan membahas insiden tabrakan perahu Filipina dan kapal penangkap ikan Tiongkok pada 9 Juni.

"Sangat menggembirakan melihat pembicaraan ASEAN -China tentang COC terus berlanjut," kata Marty Natalegawa, mantan menteri luar negeri Indonesia.

"Namun, ada risiko nyata bahwa perkembangan di darat - atau lebih tepatnya di laut - jauh melampaui kemajuan COC sehingga mungkin menjadikannya tidak relevan."

Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menerima proposal China untuk bersama-sama menyelidiki tuduhan bahwa kapal penangkap ikan China meninggalkan 22 orang Filipina setelah

kapal mereka tenggelam di Laut Cina Selatan, kata juru bicaranya pada Sabtu.

Kelompok-kelompok HAM juga meminta para pemimpin ASEAN memikirkan kembali dukungan untuk rencana memulangkan Muslim Rohingya karena bisa kembali menghadapi diskriminasi dan penganiayaan.

Lebih dari 700.000 Rohingya menyeberang ke Bangladesh pada 2017, menurut badan-badan PBB, setelah tindakan keras oleh militer Myanmar yang dipicu oleh serangan gerilyawan Rohingya terhadap pasukan keamanan.

Kecil kemungkinan bahwa akan ada kecaman terhadap Myanmar pada pertemuan puncak Rohingya, ujar Prapat Thepchatree, seorang profesor ilmu politik di Universitas Thammasat Thailand.

"Masalah ini sangat sensitif bagi ASEAN," katanya. 

Tuan rumah Thailand mengerahkan sekitar 10.000 pasukan keamanan di sekitar Bangkok untuk mengamankan  KTT itu, mengingat satu dekade yang lalu ketika Thailand terakhir menjadi tuan rumah KTT ASEAN dan puluhan pengunjuk rasa yang setia pada mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra memaksa masuk ke tempat pertemuan.

Tetapi pada Sabtu pagi, hanya sekelompok kecil orang yang merencanakan demonstrasi untuk menyebut pemilihan Prayuth sebagai produk dari sistem yang curang. 

Kelompok yang disebut “Citizens Wanting Elections”, dihentikan oleh polisi sebelum mencapai lokasi pertemuan tersebut. Mereka mengeluarkan pernyataan sikap yang menyambut para pemimpin ASEAN yang berkunjung tetapi mengkritik Prayuth.

"Orang yang menjabat sebagai Presiden ASEAN, yang menyambut semua orang hari ini, tidak datang dari pemilihan yang bersih dan adil," kata surat itu.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.