Nasional

Komnas HAM ungkap pola pembunuhan dukun santet

Korban diidentifikasi lebih dulu, didatangi massa tak dikenal, dianiaya dan rumahnya dirusak, kemudian aparat datang terlambat, ujar Komnas HAMa

Hayati Nupus  | 15.01.2019 - Update : 15.01.2019
Komnas HAM ungkap pola pembunuhan dukun santet Ilustrasi. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Komnas HAM mengungkapkan peristiwa pembunuhan dukun santet di Banyuwangi, Malang, maupun Jember pada 1988-1999 memiliki pola yang sama.

Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet Periode 1998-1999 Beka Ulung Hapsara mengatakan ada isu etnis Tionghoa, radiogram Bupati Banyuwangi dan isu tentara masuk desa saat pra kejadian.

“Kemudian pelaku yang beraksi adalah massa yang menggunakan pola mematikan listrik, menggunakan tali saat beraksi, dan ada pihak yang menggerakkan,” ujar Beka, Selasa, di Jakarta.

Beka menuturkan saat kejadian muncul massa yang bukan berasal dari wilayah kejadian dan tidak menggunakan bahasa setempat.

Ada tanda silang dan panah, ujar Beka, di rumah-rumah warga yang menjadi target.

Selain itu, lanjut Beka, ada peningkatan eskalasi dari peristiwa yang mulanya isu pembunuhan dukun santet, kemudian dengan kemunculan “ninja” dan orang gila.

Pola pembunuhannya juga serupa di semua wilayah, kata Beka, yaitu korban diidentifikasi lebih dulu, didatangi massa tak dikenal, dianiaya dan rumahnya dirusak, kemudian aparat datang terlambat.

“Aparat mengetahui situasi tapi tidak mengambil tindakan,” terang Beka.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan orang-orang yang menjadi sasaran adalah mereka yang bisa membaca situasi sosial di masyarakat.

Dari pola terorganisir dengan baik itu, lanjut Choirul, dapat disimpulkan bahwa pelaku adalah orang terlatih dengan tingkat keterampilan tinggi.

“Isu China juga dibikin, padahal dalam sejarah di daerah itu tidak ada konflik etnis China,” menuru Choirul.

Ratusan orang yang diduga dukun santet di Banyuwangi, Malang, Jember dan Lumajang, Jawa Timur, dibantai sepanjang Februari-September 1998.

Peristiwa itu terjadi setelah Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik memerintahkan camat untuk mendata orang yang diduga dukun santet di wilayahnya masing-masing.

Faktanya, korban tewas bukan dukun santet, melainkan guru mengaji, kyai, hingga tokoh masyarakat.

Komnas HAM mencatat peristiwa itu menewaskan 194 orang di Banyuwangi, 108 orang di Jember dan tujuh orang di Malang.

Sejak 2015, Komnas HAM telah membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet Periode 1998-1999.

Komnas HAM telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Jaksa Agung pada 22 Maret 2016.

Tim Ad Hoc juga telah menyerahkan laporan kepada Jaksa Agung agar dilakukan penyidikan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın