IDI: Virus Korona tak lebih berbahaya dari DBD dan TBC
Virus korona memiliki jumlah kasus lebih kecil dari DBD yang jumlah kasusnya 14 ribu dengan 100 orang meninggal dan TBC dengan tingkat kematian mencapai 89 ribu dalam satu tahun

Jakarta Raya
JAKARTA
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan tingkat kematian atau fatalitas dari penyebaran virus korona atau Covid-19 tidak lebih berbahaya dari demam berdarah dengue (DBD) dan tuberkulosis (TBC).
Ketua Umum IDI Daeng Mohammad Faqih mengatakan berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO), angka kematian akibat virus korona hanya 2-3 persen, sementara yang sembuh mencapai 97 persen.
“Beda dengan DBD yang jumlah kasusnya 14 ribu dan yang meninggal 100 orang serta TBC yang angka kematiannya 89 ribu dalam satu tahun, tapi tidak banyak media yang mengupas,” ujar Faqih dalam diskusi di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan kehebohan akibat penyebaran virus korona karena virus Covid-19 ini relatif baru, terlebih lagi WHO sudah menyatakan kasus ini merupakan pandemik global, yang berarti dua pertiga belahan dunia sudah terjangkiti penyakit ini.
Faqih mengatakan sudah sering menyampaikan bahwa dampak paling kuat dari virus ini bukan pada aspek kesehatan, melainkan lebih besar terjadi pada aspek sosial, politik, dan ekonomi karena ramai dan viral di media.
“Di China bahkan Xi Jinping [Presiden China] sudah berkeliling kemana-mana, termasuk ke Wuhan tempat penyebaran pertama kali, karena proses recovery-nya cepat dan tingkat kematian relatif kecil,” imbuh dia.
Oleh karena itu, IDI mengimbau agar masyarakat tidak terlalu panik dengan penyebaran virus korona.
Dia mengatakan mayoritas penyebab kematian bukan karena virus korona, justru karena penyakit penyerta yang sudah ada pada pasien yang terjangkit virus ini seperti gagal ginjal dan diabetes yang kemudian menjadi semakin berat karena terinfeksi virus ini sehingga menyebabkan kematian.
“Virus ini berkaitan dengan tingkat kekebalan tubuh yang turun sehingga menyebabkan fatalitas kematian,” lanjut dia.
Lebih lanjut, Faqih mengatakan apabila pasien yang terjangkit virus ini tidak memiliki penyakit penyerta dan kondisi imunitas tubuhnya bagus, maka 97 persen bisa sembuh.
Faqih menambahkan virus ini juga lebih banyak menginfeksi orang berusia lanjut karena daya tahan tubuh yang kian melemah.
“Dengan kondisi dan fakta ini, selayaknya memang kita tetap waspada. Tapi perlu dipahami bahwa kalaupun terjangkit, fatalitas dari virus ini terhitung rendah,” ungkap Faqih.
Kurangi sentuhan tangan ke muka
Oleh karena itu, Faqih mengatakan masyarakat perlu memahami gejala dan pola penyebaran dari virus ini yang masih satu keluarga dengan virus Sars, dan Mers.
“Virus ini hanya bisa hidup bertahan lama kalau masuk ke dalam saluran nafas karena ada reseptor yang bisa menangkap virus ini. Kalau tidak masuk ke saluran nafas, virus ini akan mati,” tambah dia.
Selain itu, virus korona terdiri dari jaringan lemak sehingga mudah mati dan rusak apabila terkena cairan sabun ataupun cairan disinfektan.
“Jadi, sebetulnya menjaga kebersihan sangat penting agar virus tidak melekat di diri kita,” ujar Faqih.
Selain itu, Faqih mengatakan penyebaran virus ini walaupun cepat, namun tidak seperti TBC yang bisa menular melalui udara apabila penderitanya batuk dan bersin.
“WHO belum mengonfirmasi virus korona melalui udara. Jadi penularannya karena percikan langsung atau bisa juga percikannya jatuh di suatu benda dan tersentuh tangan kemudian tangan menyentuh wajah,” kata dia.
Oleh karena itu, pencegahan virus korona menurut Faqih cukup sederhana, yakni dengan meminimalisasi sentuhan tangan ke muka, hidung, mulut, dan mata sebelum mencuci tangan.
“Dengan pola penularan ini, sebenarnya virus korona tidak terlalu ganas, berbeda dengan TBC,” lanjut Faqih.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.