Ekonomi, Nasional

IDI usulkan transparansi, peningkatan iuran BPJS

Ketua IDI Ilham Marsis saat bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin

Erric Permana  | 24.09.2018 - Update : 24.09.2018
IDI usulkan transparansi, peningkatan iuran BPJS Ilustrasi: Petugas administrasi rumah sakit melayani keluarga pasien di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso di Jakarta, 11 Desember 2017. (Megiza Asmail - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Erric Permana

JAKARTA

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta kepada pemerintah untuk melakukan transparansi dalam mengelola keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Ketua IDI Ilham Marsis bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin siang.

Ilham mengatakan adanya keterbukaan audit di sektor medis dan keuangan maka permasalahan defisit bisa diselesaikan dan menekan kecurangan oleh oknum. Dia mengakui ada rumah sakit serta dokter yang nakal dalam mejalankan prakteknya.

“Dengan keterbukaan, semua masalah pasti bisa diselesaikan. Apalagi dengan menggunakan sistem digital, atau bank data. Kita masukkan, analisis, formula penyelesaian dalam sekejap bisa kelihatan,” ujar Ilham.

Menurut dia, dengan keterbukaan audit data medikal serta finansial, oknum BPJS, rumah sakit dan dokter yang nakal tersebut bisa mudah diketahui.

“Kalau tertutup, mana ada yang tahu. Yang menjadi korban adalah rumah sakit dan dokter ini dengan berbagai ancaman, mau dibawa ke KPK. Kalau ada keterbukaan, bukan dokter atau rumah sakit, tapi biangnya yang akan di sana,” jelas dia.

Ilham juga mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo menyesuaikan kembali iuran BPJS bagi mereka yang tidak menerima PBI (Penerima Bantuan Iuran) dari pemerintah dan yang menerima PBI.

“Mereka yang non-PBI itu masyarakat yang cukup kaya dan beruang tapi mereka mendapatkan premi yang sama dengan masyrarakat biasa. Ini mengakibatkan missmatch dalam pembayaran,” tambah dia.

Dia mencontohkan, seharusnya iuran untuk masyarakat yang menerima PBI atau masyarakat miskin mencapai Rp36 ribu, sebab selama ini pemerintah hanya menanggung sekitar Rp24 ribu per bulannya untuk satu orang.

“Sehingga pembayaran operasional yang aktual dari pemerintah itu ada kerugian [pada BPJS],” jelas dia.

Sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) memproyeksikan defisit BPJS pada 2018 mencapai Rp16,8 triliun. Setiap tahunnya defisit BPJS semakin membesar; pada 2017 defisit mencapai defisit Rp9,75 triliun.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.