
Jakarta Raya
Hayati Nupus
JAKARTA
Pegiat organisasi masyarakat memetakan tiga propaganda yang biasa digunakan oleh kelompok ekstrem untuk menjerat pengikutnya.
Ketiga propaganda itu, ujar pegiat Komunitas Belajar Islam Imam Malik, yaitu barat berlaku zalim terhadap Islam, khilafah Islam yang pernah berjaya sebagai jalan merebut kembali kemenangan dan ‘salafi jihadis’ pemegang supremasi kebenaran.
“Padahal barat yang mana juga tidak jelas,” kata Imam, Selasa, dalam diskusi “Terjebak Propaganda ISIS?” di Jakarta.
Dampaknya, ungkap Imam, jika dulu ulama mengislamkan orang, sekarang justru mengkafirkan orang, seiring maraknya penyebaran ideologi ekstrem.
Oleh karena itu Imam menekankan pentingnya pendidikan publik. Menyoal penjelasan siapa sebenarnya dalang teror, bagaimana teror sebenarnya terjadi dan apa yang harus kita lakukan sebagai warga negara.
Imam juga menekankan pentingnya mendesain ulang konsep penanganan terorisme, kerja sama antara pemangku kepentingan dan pelibatan kelompok masyarakat.
Sementara itu Direktur Islami.co Savic Ali mengatakan bahwa upaya melawan ekstremisme baru menyentuh sedikit masalah.
Selama ini, ujar Savic, upaya melawan ekstremisme baru sebatas persoalan kekerasan saja, belum sampai ke muara dari ekstremisme tersebut.
“Ada kesan kuat perang melawan ekstremisme hanya ingin mengurusi sektor kekerasan, sebetulnya tidak bisa berhenti di situ,” ujar Savic.
Muara persoalannya, kata Savic, narasi politik dan geopolitik mengapa ekstremisme itu diembuskan, justru belum tersentuh sama sekali.
Selama ini, ungkap Savic, orang mempercayai konflik di Palestina, Afghanistan, dan Suriah sebagai konflik agama. Faktanya pengatasnamaan agama hanya sebagai kedok, ada konflik politik yang selama ini tak banyak disebutkan.
“Ini tidak imbang. Padahal narasi politik dan geopolitik ini penting sekali untuk membuat orang batal berangkat ke Suriah,” kata dia.
Lagipula, kata Savic, aktor persoalan ekstremisme bukan hanya kelompok intoleran. Ada polarisasi yang kian tajam seiring terjadinya konflik politik.
Savic mencontohkan Ambon, wilayah yang sebelumnya terbiasa menghadapi perbedaan. Setelah konflik bergolak, ideologi ekstrem mengalir kencang ke wilayah itu.
“Kalau cuma dari kelompok intoleran, mereka tak akan mampu bermain sebesar itu,” kata dia.
Sayangnya, ujar Savic, kontra-narasi ekstremisme yang disampaikan lewat berbagai media mainstream belum sampai ke tangan kelompok ekstrem.
Klaster pembaca dari kelompok ekstrem, ungkap Savic, tidak memilih media pers mainstream sebagai sumber bacaan, tapi justru memiliki portal sendiri yang beraliran ultra-konservatif, seperti Eramuslim.com dan Rumahislam.com.
“Penjelasan hadis atau ayat Al-Quran sudah kita buat tapi akhirnya tidak terdistribusi ke mereka,” kata dia.
Savic menekankan pentingnya kontra-narasi terorisme. Perlu melibatkan tokoh-tokoh sosial dalam upaya itu.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.