Imparsial: Pemerintah tidak bisa lepas tangan terhadap WNI eks Daesh
Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri mengatakan keputusan tidak memulangkan para WNI justru berpotensi menimbulkan masalah baru bagi keamanan global

Jakarta Raya
JAKARTA
Lembaga pemerhati HAM, Imparsial, mengatakan pemerintah tidak bisa lepas tangan terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang bergabung dengan kelompok Daesh, atau yang dikenal dengan ISIS, di Suriah.
Pemerintah telah memutuskan untuk tidak memulangkan sekitar 600 WNI yang berada di kamp penampungan Suriah setelah keruntuhan Daesh.
Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri mengatakan keputusan tidak memulangkan para WNI justru berpotensi menimbulkan masalah baru bagi keamanan global.
Menurut dia, para pendukung Daesh tersebut masih berstatus sebagai WNI sehingga berhak mendapat perlindungan negara.
“Dalam konteks tersebut, pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab dan perlu mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menangani WNI simpatisan ISIS di Irak dan Suriah,” kata Ghufron kepada Anadolu Agency, Selasa.
Ghufron mengatakan keputusan mereka bergabung dengan Daesh tidak serta merta melepaskan status kewarganegaraan Indonesia.
Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB, Daesh bukan sebuah negara melainkan organisasi teroris. Oleh sebab itu, Imparsial menilai orang-orang yang bergabung dengan mereka tidak dapat diidentifikasi bergabung dengan sebuah negara.
Imparsial menyarankan pemerintah tetap menangani mereka secara hukum maupun melalui program deradikalisasi.
Penanganan tersebut, kata dia, memang membutuhkan upaya yang cukup besar dan cermat dalam mengklasifikasikan tingkat keterlibatan mereka selama bergabung dengan Daesh agar tidak menimbulkan risiko keamanan dalam negeri.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan tidak semua WNI yang berangkat ke Suriah terlibat kejahatan perang.
“Tugas pemerintah mengecek mana yang foreign fighters mana yang tidak,” tutur Al Araf di Jakarta.
Dia menyarankan mereka yang terlibat aktif dalam terorisme dan perang di Suriah dapat dikenakan pidana menggunakan Undang-Undang Terorisme.
Sedangkan terhadap perempuan dan anak-anak yang tidak terlibat bisa diterapkan deradikalisasi.
“Opsi pemerintah sebaiknya memulangkan mereka dan tidak cabut status kewarganegaraan. Banyak opsi lain untuk tangani masalah ini,” kata Al Araf.
“Kita mengecam tindakan ISIS di Suriah. Kita memahami kasus terorisme di Indonesia, tetapi dalam konteks persoalan ini kita perlu lihat secara tepat,” ujar dia.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.