Ekonomi

Rupiah menguat karena The Fed tahan suku bunga hingga 2023

Dalam perdagangan sore ini rupiah ditutup menguat 35 poin di level Rp14.700 dari penutupan sebelumnya di level Rp14.735 per dolar AS

Iqbal Musyaffa  | 21.09.2020 - Update : 22.09.2020
Rupiah menguat karena The Fed tahan suku bunga hingga 2023 Ilustrasi (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Jakarta 

Pengamat mengatakan penguatan nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini disebabkan oleh keputusan Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023.

Oleh karena itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan dalam perdagangan sore ini rupiah ditutup menguat 35 poin di level Rp14.700 dari penutupan sebelumnya di level Rp14.735 per dolar AS.

“Rupiah berpotensi menguat pada perdagangan besok sekitar 10 hingga 40 poin di level Rp14.670-14.730 per dolar AS,” kata dia dalam keterangan resmi, Senin.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan pada sore ini terkoreksi 1,18 persen ke level 4.999,36 dengan total transaksi sepanjang hari ini Rp6,8 triliun dan aksi jual asing Rp139,61 miliar.

Selain itu, penguatan rupiah menurut dia juga karena program pembelian aset (quantitative easing/QE) masih akan dilakukan oleh the Fed dengan nilai yang sama seperti saat ini.

“Artinya, tidak ada stimulus tambahan dari bank sentral paling powerful di dunia tersebut,” ujar Ibrahim.

Ibrahim menambahkan saat ini pasar mengalihkan fokus mereka kepada Ketua Fed Jerome Powell yang dijadwalkan tampil di depan Kongres AS akhir pekan ini, untuk panduan lebih lanjut tentang pendekatan Fed terhadap inflasi.

Anggota komite Fed lainnya, termasuk Charles Evans, Raphael Bostic, Lael Brainard, James Bullard, Mary Daly dan John Williams, juga dijadwalkan menyampaikan pidato.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengindikasikan stimulus yang lebih besar dari USD2 triliun meskipun Partai Republikdan Partai Demokrat masih belum sepakat terkait besaran stimulus tambahan tersebut.

Kemudian, faktor lainnya adalah salah satu penasihat medis utama pemerintah Inggris memperingatkan kalau negara itu berada di titik kritis pandemi Covid-19 menjelang musim dingin yang sangat menantang.

“Kasus Covid-19 di Inggris tengah meningkat dan Perdana Menteri Boris Johnson menyebutnya sebagai gelombang kedua virus korona,” kata Ibrahim.

Oleh karena itu, pembatasan sosial diberlakukan di sebagian besar wilayah negara dan London rencananya akan menyusul menerapkan pembatasan sosial.

Ibrahim mengatakan menurut Johnson, pembatasan nasional akan menimbulkan bencana bagi ekonomi.

Sementara itu, dari sisi internal penguatan rupiah juga didorong oleh sentimen positif dari langkah pemerintah melalui Bio Farma yang pada bulan September ini akan memproduksi sebanyak 4,2 juta tablet Oseltamivir untuk pasien Covid-19 akibat bertambahnya pasien di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta.

“Obat ini digunakan untuk terapi penyembuhan pasien Covid-19 di dalam negeri,” kata dia dalam keterangan resmi, Senin.

Ibrahim mengatakan obat-obat ini didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit rujukan Covid-19 dan tidak dijual bebas, karena memerlukan resep dokter untuk mengonsumsinya ditambah jumlahnya terbatas.

“Pasar optimis dengan tablet Oseltamivir bisa menekan dan membantu pasien Covid-19 kembali sembuh dan pasien yang terkena virus bisa berkurang,” lanjut dia.

Oleh karena itu, Ibrahim menilai wajar apabila arus modal asing kembali masuk ke pasar dalam negeri karena Indonesia secara fundamental masih cukup kuat ekonominya dan ini bisa dilihat dari transaksi valas, obligasi, dan SUN di perdagangan DNDF.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.