Sandera Yahudi yang dibebaskan salahkan serangan Israel atas kematian tawanan di Gaza
'Suatu malam rumah yang kami lihat diledakkan dan kami mendapati diri kami dalam kehancuran,' kata Noa Argamani

ISTANBUL
Seorang sandera Israel yang dibebaskan menganggap pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bertanggung jawab atas kematian sejumlah tawanan di Jalur Gaza, dengan mengatakan perang Israel telah mengubah daerah kantong itu menjadi “neraka murni” bagi semua orang yang ada di dalamnya.
Dalam kesaksiannya di hadapan Dewan Keamanan PBB pada Selasa malam, Noa Argamani menyalahkan pemerintah Israel atas kematian tawanan Shiri Bibas, kedua anaknya, dan temannya Yossi Sharabi.
Da mendesak masyarakat internasional dan pemerintah Israel untuk bekerja sama menjamin pembebasan semua sandera yang tersisa di Gaza.
Argamani dan tiga tawanan lainnya dibebaskan pada bulan Juni tahun lalu dalam serangan mematikan Israel yang menewaskan sedikitnya 274 orang dan melukai hampir 700 lainnya di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah.
Ia mengatakan bahwa sandera Israel masih hidup dalam penahanan dan mengalami secara langsung pemboman Israel yang merusak di wilayah kantong Palestina.
Argamani membenarkan bahwa Sharabi masih hidup saat ditangkap oleh kelompok Palestina Hamas pada Oktober 2023, tetapi kemudian terbunuh oleh serangan udara Israel, sama seperti keluarga Bibas. Ia menyatakan bahwa mereka semua tewas di bawah reruntuhan akibat pemboman.
“Suatu malam rumah yang kami lihat diledakkan dan kami mendapati diri kami berada di antara reruntuhan…. Yossi dan saya terjebak di bawah reruntuhan. Saya tidak bisa bergerak. Saya tidak bisa bernapas. Saya pikir itu akan menjadi detik terakhir hidup saya,” kenangnya.
“Saya juga mendengar teriakan Yossi. Namun, setelah beberapa detik, saya tidak mendengar lagi suara Yossi. Saya ditarik keluar dari reruntuhan. Saya mencoba menolong Yossi, tetapi sudah terlambat.”
Permohonan
Argamani mengimbau masyarakat internasional dan pemerintahan Netanyahu untuk bekerja guna menjamin pembebasan semua sandera yang tersisa.
"Sangat penting bagi kita untuk mengakhiri tragedi mengerikan ini," katanya. "Kesepakatan (Gaza) harus terus berlanjut dan tuntas di semua tahap."
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena tidak termasuk dalam kelompok sandera pertama yang dibebaskan setelah 50 hari perang, atau pun tidak termasuk dalam kategori mana pun yang ditetapkan untuk pembebasan.
“Saya tertinggal. Saya bukan bagian dari kategori yang bisa dibebaskan. Saya bahkan tidak bisa mulai menggambarkan perasaan menjadi orang yang tertinggal.”
Kesaksiannya merupakan permohonan kepada pemerintah Israel untuk menghormati ketentuan perjanjian gencatan senjata Gaza dengan Hamas dan melanjutkan tahap kedua kesepakatan, dengan harapan bisa mengamankan pembebasan pasangannya, Avinatan Or, yang masih ditawan di Gaza.
Tahap pertama perjanjian Gaza berlaku efektif pada 19 Januari, menghentikan perang Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.300 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.
Sejauh ini, 25 sandera Israel dan empat mayat telah dibebaskan dari Gaza sebagai imbalan atas ratusan tahanan Palestina di bawah fase pertama kesepakatan gencatan senjata.
November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.