Dunia

China tolak bergabung dalam dialog perlucutan senjata nuklir

- Beijing mengatakan pihaknya menjaga persenjataan nuklir pada tingkat minimum, sepadan dengan kebutuhan kebijakan pertahanannya

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 14.05.2019 - Update : 15.05.2019
China tolak bergabung dalam dialog perlucutan senjata nuklir Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kanan) dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi berpose di sela pertemuan mereka di Sochi, Rusia pada 13 Mei 2019. ( Russian Foreign Ministry Press Office / Handout - Anadolu Agency )

Moskova

Elena Teslova

MOSKOW

China pada Senin mengumumkan bahwa mereka tidak tertarik bergabung dengan Rusia dan Amerika Serikat dalam pembicaraan tentang perlucutan senjata nuklir.

Keengganan China untuk merundingkan kemungkinan bergabung dengan Pakta Nuklir Jangka Menengah merupakan salah satu alasan utama keluarnya AS dari perjanjian tersebut.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Washington siap untuk mempertahankan perjanjian dengan syarat partisipasi Beijing.

Berbicara pada konferensi pers di Sochi setelah pertemuan dengan rekan sejawatnya dari Rusia Sergey Lavrov, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa bergabung dengan pembicaraan itu bukanlah suatu keharusan.

Dia menambahkan bahwa China menjaga persenjataan nuklirnya pada tingkat minimum, sepadan dengan kebutuhan kebijakan pertahanannya, terutama karena ketidakpastian situasi di Semenanjung Korea.

Menanggapi soal kesepakatan pengendalian senjata lainnya, Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START), Sergey Lavrov mengatakan dia akan membahas perpanjangannya dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo selama pertemuan di Sochi pada 14 Mei.

Lavrov menuturkan bahwa kesepakatan nuklir dan program nuklir Iran akan dibahas dalam pertemuan tersebut.

"Besok, kami akan mencoba mengklarifikasi rencana Amerika untuk mengatasi krisis ini (seputar kesepakatan nuklir Iran) yang merupakan hasil dari keputusan sepihak mereka. Saya menantikan pembicaraan yang jujur dengan rekan saya," ujar dia.

Tahun lalu, Presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari perjanjian nuklir 2015 antara Iran dan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman.

Tak lama kemudian, Washington memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran yang menargetkan sektor energi dan perbankan negara itu.

Baik Lavrov dan Wang mengecam sanksi ekonomi AS, mengatakan bahwa kedua negara tidak menerima tindakan yang bertentangan dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.