Analis Israel: Blunder Netanyahu bawa kemenangan diplomatik bagi Palestina
Mantan pejabat Israel memperingatkan bahwa Netanyahu telah memperdalam isolasi Israel, memperpanjang perang Gaza demi keuntungan politik
YERUSALEM/ISTANBUL
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi rentetan kritik yang belum pernah terjadi sebelumnya dari para analis dan mantan pejabat yang menuduhnya mengisolasi negara itu di mata internasional dan membuka jalan bagi pengakuan global atas kenegaraan Palestina.
Beberapa pihak berpendapat bahwa penolakannya untuk mengakhiri perang Gaza secara efektif telah "menciptakan negara Palestina melalui kesalahan."
Reaksi keras meningkat setelah Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal secara resmi mengakui Palestina, sehingga jumlah negara anggota PBB yang mengambil langkah itu bertambah menjadi 153.
Lebih banyak pemerintah Eropa, termasuk Prancis, Luksemburg, Malta, dan Belgia, diperkirakan akan mengikuti tren yang secara luas digambarkan di Israel sebagai “tsunami politik.”
Netanyahu menolak pengakuan tersebut, bersikeras bahwa "negara Palestina tidak akan pernah berdiri," sementara Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mendesak aneksasi segera Tepi Barat yang diduduki.
Namun, banyak warga Israel kini mengatakan retorika semacam itu telah membuat negara itu terisolasi secara berbahaya.
Nir Kivens, seorang komentator untuk media berbahasa Ibrani Walla, berpendapat bahwa pemerintahan Netanyahu telah menyia-nyiakan kedudukan Israel sejak Oktober 2023.
“Pengakuan adalah hadiah bagi Hamas, tetapi pemerintahan Netanyahu-lah yang membentuk komite hadiah,” tulisnya, seraya menambahkan bahwa posisi Israel sekarang “lebih buruk daripada posisi Hamas sendiri.”
Ia memperingatkan bahwa pencaplokan Tepi Barat akan menandai "berakhirnya Israel sebagai negara demokrasi Yahudi dan dimulainya negara apartheid," dan memprediksi bahwa pada akhirnya bahkan Washington dapat bersekutu dengan para pemimpin Eropa yang sekarang mendukung kenegaraan Palestina.
Israel dijauhi
Limor Livnat, mantan menteri komunikasi dari Partai Likud milik Netanyahu, menulis di Yedioth Ahronoth bahwa perdana menteri “membuat setiap kesalahan yang mungkin terjadi,” terutama menolak seruan untuk mengakhiri perang dan mengamankan pembebasan tawanan Israel.
"Pada 7 Oktober, dunia mendukung kami," ujarnya. "Namun, semakin lama perang berlarut-larut, Hamas bangkit dari reruntuhan dan melancarkan kampanye propaganda yang sukses melawan kami." Ia menuduh Netanyahu memperpanjang konflik "untuk mempertahankan kekuasaannya," membuat Israel dijauhi "dalam politik, budaya, dan olahraga."
Livnat menambahkan bahwa gambaran kehancuran di Gaza telah membentuk kembali persepsi global.
"Tak ada lagi yang bertanya siapa yang memulainya. Kami dianggap menyiksa perempuan dan anak-anak yang kelaparan."
Perpecahan yang semakin besar
Analis politik Moria Asraf dari Channel 13 Israel mengatakan pengakuan terbaru ini menggarisbawahi "melemahnya hubungan Israel dengan sekutu Barat dan semakin dalamnya isolasi."
Dia mencatat Netanyahu akan berpidato di Majelis Umum PBB minggu ini dan kemudian bertemu Presiden AS Donald Trump, di mana kemungkinan tanggapan, termasuk aneksasi atau penutupan konsulat asing, diperkirakan akan dibahas.
“Alih-alih strategi jangka panjang, pemerintah justru kembali pada wacana aneksasi, yang justru memperkeruh suasana,” ujarnya.
Bahkan Netanyahu mengakui bulan ini bahwa Israel tengah terjerumus ke dalam “semacam isolasi,” dan mengatakan kepada Radio Angkatan Darat bahwa negara itu harus bersiap untuk “ekonomi yang mandiri.”
Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah melakukan genosida di Gaza, menewaskan lebih dari 65.300 warga Palestina, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Serangan tersebut telah menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi serta blokade bantuan kemanusiaan yang mengakibatkan kelaparan dan merenggut nyawa sedikitnya 442 warga Palestina, termasuk 147 anak-anak.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
