Dunia, Budaya

Aktivis Pro-Palestina Australia ungkap kisah penahanan Israel dan proses hijrah ke Islam

Aktivis Australia mengkritik pemerintahnya yang dinilainya tidak melakukan intervensi atau menyampaikan protes, yang menurutnya disebabkan oleh ketakutan terhadap Israel

Gokhan Celiker, Selcuk Uysal  | 23.12.2025 - Update : 23.12.2025
Aktivis Pro-Palestina Australia ungkap kisah penahanan Israel dan proses hijrah ke Islam

ANKARA

Aktivis pro-Palestina asal Australia, Robert Martin, membagikan kisah perjalanannya memeluk Islam serta pengalamannya mengikuti Freedom Flotilla, yang menurutnya membentuk pandangan politik dan keyakinan pribadinya terkait isu Palestina.

Dalam wawancara dengan Anadolu, Martin mengatakan keterlibatannya dalam isu Palestina bermula bertahun-tahun lalu setelah menjalin pertemanan dengan seorang warga Palestina.

Namun, pada awalnya ia mengaku meragukan kesaksian mengenai tindakan Israel karena masih mempercayai narasi media Barat dan pemerintah.

Pengalaman tersebut berubah ketika ia ikut dalam Freedom Flotilla pada Oktober lalu, sebuah misi internasional yang bertujuan menentang blokade Israel atas Gaza.

Martin mengatakan partisipasinya dalam armada tersebut memberinya gambaran langsung mengenai perlakuan terhadap warga Palestina.

Ia menuturkan bahwa kapal yang ditumpanginya diserang oleh pasukan Israel, dengan puluhan kapal mengepung dan kemudian menyita armada tersebut sebelum membawanya ke Pelabuhan Ashdod. Setelah pengambilalihan kapal, Martin dan aktivis lainnya ditahan oleh otoritas Israel.

Menurut Martin, proses penahanan berlangsung secara agresif dan menakutkan.

Ia mengaku menghadapi personel bersenjata lengkap saat turun dari kapal dan mengalami perlakuan yang ia sebut sebagai kekerasan fisik, seksual, dan psikologis selama ditahan.

Ia juga menyebut para aktivis mengalami penggeledahan badan berulang kali yang dilakukan dengan cara merendahkan.

Martin menilai pengalaman tersebut hanya memberikan gambaran kecil dari apa yang dialami warga Palestina setiap hari.

Meski memegang paspor Australia, Martin mengatakan dirinya tidak mendapatkan perlakuan khusus.

Dia juga mengkritik pemerintah Australia yang dinilainya tidak melakukan intervensi atau menyampaikan protes, yang menurutnya disebabkan oleh ketakutan terhadap Israel.

Martin menambahkan bahwa staf konsuler yang membantu para aktivis mengakui Israel sebagai negara yang paling sulit dihadapi, karena dinilai bertindak di luar norma internasional sementara negara lain enggan meminta pertanggungjawaban.

Selain pengalaman menjadi relawan filantropi, Martin juga menceritakan proses dirinya memeluk Islam. Ia mengaku telah berinteraksi dekat dengan komunitas Muslim selama sekitar 15 tahun dan menggambarkan pengalaman tersebut secara positif.

Ia mengatakan pertama kali membaca Al-Qur’an sekitar satu dekade lalu dan menganggapnya sebagai salah satu kitab paling mendalam yang pernah ia baca. Dalam beberapa bulan terakhir, melalui pembelajaran mandiri dan bimbingan, ia merasa semakin dekat dengan Islam dan akhirnya memutuskan untuk masuk Islam.

Martin menyatakan bahwa pemahamannya terhadap makna dan keindahan Al-Qur’an membuatnya semakin yakin dengan pilihannya. Ia menilai ajaran Islam bersifat terbuka dan inklusif bagi semua orang.

Ke depan, Martin menyatakan akan terus berbicara secara terbuka mengenai Islam dan Palestina.

Dia menegaskan bahwa setelah apa yang disaksikannya, diam bukan lagi pilihan, serta menilai dukungan global terhadap Palestina kini semakin menguat.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın