Analisis

Incar Iran, Trump bentuk ‘dewan perang’

Setelah penunjukan Pompeo, Bolton menyarankan pemerintah AS tetap membuka opsi-opsi militer dalam kebijakan luar negeri mereka

Astudestra Ajengrastrı  | 05.04.2018 - Update : 05.04.2018
Incar Iran, Trump bentuk ‘dewan perang’

Istanbul

Ihsan al-Faqih

ISTANBUL

John Bolton, penasihat keamanan nasional AS yang baru dilantik Trump, mengisyaratkan pendekatan yang lebih agresif dari Washington untuk negara-negara yang dianggap sebagai musuh Amerika.

Pria 69 tahun ini punya rekam jejak panjang jika bicara soal menerapkan posisi keras Amerika. Ini pernah terbukti saat Presiden George W. Bush (2001-2009) menerapkan doktrin “perang preemtif” dan memulai perang di Afghanistan (2001) dan Irak (2003).

Di bawah pemerintahan Bush, Bolton mengabdi sebagai wakil menteri luar negeri urusan pengendalian senjata dan keamanan internasional (2001-2005), juga menjabat sebagai duta besar AS untuk PBB (2005-2006).

Bolton juga dekat dengan lingkaran dalam para pembuat keputusan ketika presiden dari Partai Republik menjabat, yakni saat pemerintahan Ronald Reagan (1983-1989) dan George H. W. Bush (1989-1993).

Dia merupakan salah satu pejabat AS yang paling vokal menyatakan dukungan perubahan rezim dalam perang yang dipimpin AS melawan Saddam Hussein di Irak pada 1990/91 yang terus berlanjut di bawah pemerintahan George W. Bush. Pemerintahan inilah yang lalu menginvasi – dan menduduki – Afghanistan (2001) dan Irak (2003).

Bush Junior memutuskan untuk menginvasi Irak ketika Bolton menjabat sebagai wakil menteri luar negeri. Sebelum keputusan ini diambil, Bolton diketahui menekan lingkaran pengambil keputusan – termasuk CIA dan Dewan Keamanan Nasional AS – untuk mengabsahkan keputusan Bush ini.

Era Trump

Dengan penunjukan Bolton sebagai penasihat keamanan nasional, pemerintahan Trump seakan mengikuti pola kebijakan era Bush, yang didominasi dengan gebrakan pro-perang “neo-konservatif”.

Pekerjaan terpenting penasihat keamanan nasional adalah memberikan berbagai opsi, juga alternatif dan informasi yang relevan kepada presiden untuk pengambilan keputusan yang terkait dengan politik dan/atau militer.

Bolton tak pernah menyembunyikan kecenderungannya menggunakan kekerasan dalam menangani isu-isu yang mungkin bisa mengancam keamanan nasional AS dari Iran dan Korea Utara, di mana kedua negara disangka memiliki kapasitas teknologi nuklir sekaligus digambarkan sebagai negara antagonis untuk AS.

Bolton juga ditunjuk bersamaan dengan persiapan dialog monumental antara AS dengan Korea Utara (yang diperkirakan jatuh pada Mei) dan sesaat setelah Trump mengeluarkan pernyataan pada 20 Maret, ketika Trump – bersama-sama dengan Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman – menyuarakan penolakannya atas tindakan Iran yang mengancam keamanan global.

Dulu, sebelum penandatanganan persetujuan nuklir enam-negara dengan Iran pada 2015, Bolton pernah berkata Teheran tidak akan pernah meninggalkan program nuklir mereka dan sanksi-sanksi dari AS tak cukup untuk menggoyahkan ambisi Iran mengembangkan senjata nuklir.

Hanya tindakan militer yang bisa menghentikan Iran mempersenjatai diri dengan nuklir, tukas Bolton kala itu, sambil mengingatkan peristiwa penyerangan reaktor nuklir Iran oleh Israel pada 1981 dan serangan negara yang sama ke reaktor nuklir Suriah pada 2007.

Penunjukan terbaru Bolton, ungkap para ahli, yang juga bersamaan dengan penunjukan Mike Pompeo – mantan pimpinan CIA – sebagai menteri luar negeri AS, mengisyaratkan bahwa perjanjian nuklir dengan Iran akan segera dicabut oleh Washington.

Deklarasi perang

Pihak lain, termasuk Trita Parsi, kepala Dewan Nasional Warga Iran-Amerika, menganalisis lebih lanjut, mengatakan bahwa penunjukan Bolton dan Pompeo sama saja dengan “deklarasi perang” AS kepada Iran.

Sebelum penunjukannya, Bolton berkata kepada anggota kelompok oposisi Iran, Dewan Syura Mujahidin, di Paris bahwa Trump harus “melihat kembali” kebijakan-kebijakannya soal Iran dan AS harus dengan terus terang mengampanyekan perubahan rezim di sana.

Di Iran sendiri, terdapat pesimisme besar terkait perjanjian nuklir, terutama setelah penunjukan Pompeo yang, seperti Trump, kerap menyebut isi perjanjian itu “sangat buruk”.

Trump percaya hanya ada dua opsi bila menyangkut perjanjian dengan Iran – menarik diri sepenuhnya atau “melakukan hal lain”. Namun karena perjanjian ini bukan dibuat secara bilateral antara Iran dengan AS, pilihan Washington terbatas.

Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghji berkata Washington “sudah bertekad” menarik diri dari perjanjian ini dan Pompeo ditunjuk untuk mengeksekusi tujuan ini.

Beberapa pihak di Teheran berujar Iran sebaiknya meninggalkan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukannya dalam perjanjian itu bila AS benar-benar menarik diri, tapi Presiden Iran Hassan Rouhani justru menyampaikan komitmen negaranya atas perjanjian itu – meskipun bila AS meninggalkannya – “selama perjanjian itu menguntungkan Iran”.

Korea Utara

Sebelum penunjukannya, Bolton tak terlalu banyak melakukan diplomasi yang bertujuan untuk menyelesaikan pertikaian AS dengan Korea Utara.

Tapi Trump menunjuknya hanya terpaut beberapa pekan sebelum pertemuan yang dijadwalkan pada Mei mendatang, di mana – untuk pertama kalinya dalam sejarah – pemimpin AS dan Korea Utara akan bertemu.

Diangkatnya Bolton juga menyusul sederet pengunduran diri pejabat-pejabat senior pemerintahan Trump – pengunduran diri yang meninggalkan Trump dikelilingi oleh para petinggi yang mayoritas setuju dengan pandangannya atas isu-isu kebijakan luar negeri, termasuk soal Korea Utara dan Iran.

Pengangkatan Bolton ini semakin meyakinkan banyak pengamat bahwa Trump sedang membangun “dewan perang” yang terdiri dari orang-orang garis keras yang memiliki kecenderungan menerapkan kebijakan luar negeri dengan kekerasan.

Dewan ini, yang baru saja dilengkapi oleh Bolton dan Pompeo, sekarang tengah menunggu pengganti Menteri Pertahanan James Matiss, yang oleh banyak pengamat diprediksi akan segera didepak oleh Trump.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.