Analisis

Mengincar Iran, Israel justru bersemuka dengan Rusia

Tak ada yang lebih jeri akan semakin besarnya pengaruh Iran di Suriah selain Israel

Özgür Dikmen  | 08.05.2018 - Update : 09.05.2018
Mengincar Iran, Israel justru bersemuka dengan Rusia

Istanbul

Ozgur Dikmen

Penulis adalah Asisten Peneliti di TRT World. Isu yang diminatinya adalah tentang politik Timur Tengah dan konflik Palestina-Israel

ISTANBUL

Konon katanya, jika Anda luput mengikuti perkembangan di Timur Tengah selama tiga hari Anda bisa ketinggalan banyak hal, namun bila Anda tak memperhatikan konflik wilayah ini selama sepuluh tahun, Anda tak akan ketinggalan sesuatu pun. Adagium yang sama bisa dikatakan untuk konflik yang melibatkan Israel dan Suriah.

Sekali lagi Israel dibuat waspada dengan meningkatnya pengaruh Iran di Suriah, terlebih setelah pertemuan trilateral digelar antara Rusia, Turki dan Iran. Kesiagaan ini semakin berlanjut ketika AS mengumumkan niatnya menarik diri dari Suriah. Meskipun AS kemudian membombardir Suriah melalui serangan udara pada 14 April, Donald Trump bergeming atas keputusannya untuk memanggil pasukannya meninggalkan Suriah. Ini menjadi alarm bagi Israel.

Saat ini, Israel dengan cermat mengamati Suriah melalui konsolidasi poros yang – bila diamati lebih jauh – bisa berbalik menyerang dirinya sendiri. Tak lama sebelum Koalisi AS, Inggris dan Prancis menyerang pangkalan udara Suriah di Damaskus, Israel merilis detail serangan udara yang mereka lakukan pada sebuah reaktor nuklir di Suriah pada 2007. Setelah serangan koalisi AS, Israel mengebom pangkalan drone milik Iran di Suriah, dan baru mengakuinya seminggu kemudian. Pengakuan demi pengakuan ini tentu dibuat bukannya tanpa alasan.

Sebelumnya, Mantan Komandan Angkatan Udara Israel Mayjen Eitan Ben Eliyahu memberikan komentar tentang serangan kimia di Douma pada 7 April, dua hari sebelum Israel meluncurkan serangan ke basis pertahanan Iran, dia berujar, “serangan kepada penduduk sipil seperti ini tidak bisa didiamkan saja.”

Namun, nyaris semua orang sependapat pada satu hal: Israel lebih merasa khawatir akan meningkatnya pengaruh Iran di Suriah, melebihi alasan-alasan lain.

Di luar ‘The Cube’

Hal-ihwal terperinci tentang apa yang terjadi pada 6 September 2007 membanjiri media-media Israel dan internasional segera setelah Israel mengakui serangan yang dilakukannya pada lokasi yang diduga kuat merupakan instalasi reaktor nuklir milik Suriah pada 2007 lalu.

Operasi ini diklasifikasikan sebagai ‘sangat rahasia’ selama 10 tahun terakhir. Ini adalah kali pertama Israel mengkonfirmasi serangannya terhadap Suriah dan membuka kepada publik detail operasi mereka, yang dilakukan dengan pemilihan waktu menarik.

Selain reaksi berupa kemarahan dan keterkejutan karena konfirmasi ini, perdebatan panas terjadi di tubuh pemerintahan: Bagaimana mungkin Israel tak menyadari adanya sebuah reaktor nuklir yang memiliki kapasitas untuk membangun senjata nuklir? Beberapa pendapat mengemuka, ini adalah kegagalan intelijen terbesar Israel, bahkan lebih besar ketimbang peristiwa Perang Yom Kippur pada 1973. Kala itu, Mesir dan Suriah mengobarkan perang melawan Israel saat seluruh masyarakat Yahudi di Israel tengah menyepi karena memperingati hari suci Yom Kippur.

Israel baru mendeteksi adanya reaktor nuklir di Suriah setelah sebelumnya gagal mengendus adanya reaktor nuklir di Libya, dan baru menyadari Libya memiliki instalasi nuklir setelah Amerika dan Inggris gencar membujuk Gaddafi untuk melucutinya.

Dalam kurun waktu itu, selama nyaris 8 bulan, mereka tak tahu-menahu soal reaktor nuklir tersebut, menurut badan intelijen Israel. Kegagalan mendeteksi reaktor Libya pada 2003 menyulut krisis birokrasi dan investigasi oleh Kementerian Luar Negeri dan Komite Pertahanan Knesset. Mossad mulai menganalisis kembali program nuklir Libya dan mengawasi kawasan, menelisik di mana lagi program serupa mungkin disembunyikan.

Deteksi mereka akan kemungkinan keberadaan reaktor nuklir Suriah muncul empat tahun kemudian, yang menunjukkan bahwa badan intelijen Israel tak mengambil hikmah dari pelajaran buruk yang mereka alami sebelumnya. Ini menandai periode kecurigaan abadi Israel pada negara-negara di sekitarnya, pun sebaliknya, dari negara-negara kawasan kepada Israel.

Ingatan akan serangan Israel ke Reaktor Nuklir Osirak milik Irak pada 1981 dan Doktrin Begin – yakni istilah yang digunakan untuk serangan yang dilakukan Israel pada negara-negara yang disangka memiliki senjata pemusnah massal, meski belum terbukti – menggelayut. Menachem Begin, perdana menteri Israel kala itu, pernah berkata Israel tidak akan mengizinkan musuh potensial mereka di Timur Tengah untuk memiliki persenjataan nuklir.

Di antara pengalaman dengan Osirak dan tensi tinggi akibat penemuan mereka akan reaktor nuklir Suriah, muncullah rencana untuk menyerang The Cube, nama yang diberikan untuk pabrik reaktor nuklir Suriah tersebut.

Dilihat dari luar, sepertinya tidak ada aktivitas apa pun di dalam gedung misterius yang berdiri tegak di tengah-tengah padang pasir itu. Puing-puing berserakan dan tidak ada jalan yang dibangun di sana. Tidak ada permukiman atau pabrik-pabrik pula di sekitar. Seperti apa keadaan di dalamnya, juga merupakan misteri bagi Israel, sampai suatu ketika sekelompok agen Mossad mendobrak masuk ke dalam dan menemukan Ibrahim Othman, kepala Komisi Energi Atom Suriah, tinggal di sana.

Mossad lalu mengambil informasi yang terdapat di komputer Othman saat dia berada di Austria untuk menjadi pembicara dalam Forum Internasional Energi Atom. Di antara barang-barang lain yang mereka ambil, terdapat 35 foto-foto yang menunjukkan suasana reaktor nuklir. Dalam beberapa foto terdapat ilmuwan dan pekerja konstruksi dari Korea. Jelaslah sudah, reaktor nuklir ini dibangun dengan bantuan dari Korea Utara. Dan proses pembangunan sudah mendekati kelar.

Israel lalu bersiap melakukan serangan ke The Cube. Di sisi lain, mereka memulai inisiatif diplomasi di AS guna menyiapkan keadaan sebelum benar-benar meluncurkan serangan, dan mencoba membujuk George Bush untuk mendukung mereka.

Serangan harus dilakukan sekarang, menurut Perdana Menteri Israel Ehud Olmert kala itu, sebelum mereka kehilangan elemen kejutan dan membongkar kerahasiaan rencana ini kepada publik, sehingga Suriah bisa mengulur waktu. Olmert tidak mendapatkan jawaban positif dari pemerintahan Bush mengenai dukungan material dari AS. “Saya sanggup mengalahkan Suriah,” kata Olmert dalam perbincangan itu, “tapi saya meminta Anda ikut berperan di wilayah itu karena adanya program nuklir Iran.”

Ini bukan kali pertama Israel membidik Suriah namun melihat Iran; juga pasti bukan yang terakhir.

Mengapa sekarang?

Namun, inilah kali pertama Israel membeberkan detail operasi rahasia yang dilakukannya di wilayah teritorial negara tetangganya, termasuk dibukanya semua diskusi yang terjadi di lingkaran intelijen mereka. Reaksi ini menunjukkan respons jelas terhadap situasi terkini di Suriah, di mana kekhawatiran akan pengaruh Iran di kawasan mulai didengungkan secara terbuka.

Setelah desas-desus singkat soal serangan Israel pada 2007 ini, seorang pejabat Israel pada 16 April mengakui negaranya melakukan serangan atas Landasan Drone T4, menambahkan bahwa ini adalah kali pertama Israel menyerang target dengan warga Iran yang masih hidup di Suriah, sekitar seminggu setelah serangan kepada reaktor nuklir.

Pengakuan Israel atas serangan di Suriah yang dilakukan ketika banyak pihak berpendapat perlunya campur tangan via rencana perang dan hujan misil, menunjukkan Israel ingin meneguhkan posisinya di Suriah yang melawan Iran, seperti yang sudah sejak dulu diumumkannya.

Meski begitu, keadaan sekarang semakin kompleks daripada dulu. Israel bermaksud untuk berperang di Suriah untuk melawan Iran, namun justru menemukan dirinya harus menghadapi Rusia. Ini terjadi ketika Donald Trump mengumumkan niat AS untuk meninggalkan Suriah.

Beberapa mengatakan, mungkin ini adalah friksi pertama yang terjadi antara presiden AS dengan perdana menteri Israel menyangkut isu-isu Timur Tengah, karena meski Netanyahu terus menyatakan Israel tak akan memberi toleransi pada Suriah bila negara tersebut terbukti memberikan ancaman langsung kepada Israel, Trump justru menegaskan AS akan segera angkat kaki dari Suriah.

Untuk Israel, ini berarti mereka harus berhadapan dengan Rusia di Suriah, ketika yang mereka incar adalah Iran.

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Anadolu Agency

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın