Bisnis umrah Indonesia terguncang dampak Covid-19
Ribuan orang calon jemaah gagal berangkat umrah, jasa travel terancam rugi

Jakarta Raya
JAKARTA
Silvia Rosepti, 47, telah duduk di ruang tunggu keberangkatan Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Banten, ketika pesawat yang menerbangkan dia untuk umrah tiba-tiba batal berangkat pada Kamis.
Pesawat milik maskapai Saudia Airlines itu semestinya lepas landas pukul 13.30 WIB menuju Madinah. Namun para penumpang tiba-tiba diminta keluar ruang tunggu dan mendapat pemberitahuan bahwa pesawat tidak jadi berangkat.
Padahal Silvia bersama 20 orang rekannya asal Yogyakarta sebenarnya telah melalui proses check in penumpang dan bagasi tanpa kendala.
Penyebabnya adalah kebijakan Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia menghentikan sementara kunjungan umrah dari berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk mencegah penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) mulai Kamis, 27 Februari.
“Padahal bagasi sudah di dalam pesawat, pesawatnya pun sudah siap, visa, hotel semua sudah di tangan,” kata Silvia kepada Anadolu Agency melalui sambungan telepon, Kamis malam.
“Kami juga dilema, berangkat tapi ada virus korona, tetapi kalau tidak berangkat bagaimana dengan tiket dan lain-lain? Akhirnya dari biro perjalanan minta kami tenang, nanti dijadwal ulang,” lanjut dia.
Silvia tiba di Jakarta setelah terbang dari kota tempat tinggalnya, Yogyakarta, pada Kamis pagi.
Begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta, dia mengaku telah mendengar kabar tentang penghentian sementara umrah oleh Saudi.
Mulanya dia berpikir kabar itu adalah hoaks, namun ketika itu terkonfirmasi benar, Silvia mengira keputusan itu hanya berlaku untuk orang-orang yang belum mendapat visa umrah.
Apalagi perjalanan umrah ini telah direncanakan sejak tiga bulan yang lalu, ketika Covid-19 belum mewabah.
“Ketika dengar soal virus korona ini saya cuma kepikiran untuk meningkatkan kewaspadaan saja, misalnya pakai masker dan jaga kebersihan, tapi enggak menyangka sampai ditutup begini,” tutur Silvia.
“Kalau semua sudah siap, tinggal berangkat, masak di-cancel,” lanjut dia.
Silvia dan rombongannya akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta malam itu juga, sebab tidak ada yang tahu kapan mereka bisa berangkat umrah karena Pemerintah Saudi juga tidak menetapkan batas waktu penutupan.
“Kami harap bisa berangkat dengan jadwal baru tanpa tambahan biaya, karena kalau ada biaya kan yang dirugikan bukan cuma jemaah tapi juga biro dan maskapai,” ucap Silvia.
Silvia merupakan satu dari ribuan calon jemaah umrah asal Indonesia yang gagal berangkat akibat kebijakan Pemerintah Saudi.
Penutupan ini menyebabkan calon jemaah umrah menumpuk di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta setelah konter check in dan bagasi penerbangan menuju Arab Saudi ditutup sejak Kamis pukul 12 siang.
Kementerian Agama mencatat ada 2.393 jemaah Indonesia yang gagal berangkat pada 27 Februari 2020. Selain itu, sebanyak 1.685 jamaah tertahan di negara transit dan akan segera dipulangkan ke Indonesia.
Sementara 2.579 jemaah asal Indonesia masih dibolehkan menjalankan umrah karena berangkat sebelum penerbangan ditutup pada hari yang sama.
Arab Saudi menerapkan larangan kunjungan umrah setelah negara-negara Timur Tengah di sekitarnya mulai terkena wabah Covid-19.
Di antaranya, Iran yang mengkonfirmasi 245 kasus Covid-19 dengan korban meninggal sebanyak 26 orang, Kuwait dengan 45 orang positif Covid-19. Selain itu di Bahrain terdapat 36 kasus dan Uni Emirat Arab ada 19 kasus Covid-19.
Kerugian memuncak di bulan Ramadan
Kebijakan Saudi ini berdampak luas karena Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak berkunjung untuk melakukan umrah maupun haji.
Menurut data Kementerian Agama, ada 1.005.336 jemaah umrah asal Indonesia pada 2019. Selain itu, Kementerian Perhubungan mengatakan ada lebih dari 100 penerbangan umrah dari Indonesia per minggu.
Di Indonesia bisnis umrah adalah sektor dengan nilai yang cukup besar dan melibatkan banyak pihak.
Dengan rata-rata biaya sekitar Rp25 juta dan jumlah jamaah mencapai 1 juta orang, maka nilai bisnis ini sekitar Rp25 triliun per tahun. Dana ini didistribusikan untuk biro travel, visa, maskapai, katering, transportasi, hotel, perlengkapan dan souvenir baik di Indonesia maupun Arab Saudi.
Kebijakan pemerintah Saudi ini mengguncang bisnis umrah tanah air. Untuk keberangkatan yang dibatalkan, mereka sudah mengeluarkan biaya pengurusan visa, tiket pesawat maupun akomodasi lain.
Alex Fahmi pemilik biro perjalanan haji dan umrah Afiz Nurul Qolbi di Jakarta mengaku tak pernah berpikir bahwa efek wabah Covid-19 akan sampai memengaruhi bisnisnya.
Padahal Maret mendatang, perusahaannya sudah memiliki dua rencana keberangkatan jemaah untuk menunaikan ibadah umrah.
“Ini di luar perkiraan. Kami belum pernah mengalami kejadian seperti ini, baru pertama kali,” ujar dia saat dihubungi.
Untuk dua kelompok keberangkatan itu semua persiapan sudah selesai. Visa sudah berada di tangan, tiket juga sudah.
Bus, katering, pakaian ihram hingga perlengkapan seperti tas dan koper juga sudah dipesan dan dibayar semua.
Jika semua kelengkapan umrah itu tidak bisa dijadwalkan ulang, maka dia akan menghadapi kerugian besar.
“Efeknya berentetan, semua yang ada di usaha ini kena imbasnya. Baik biro perjalanan, maskapai, katering dan lain-lain,” ujar dia.
Dia berharap pemerintah Kerajaan Saudi melonggarkan larangan berkunjung ke negara mereka, paling tidak bagi Jemaah yang sudah mempunyai visa umrah dan tiket.
Alex tidak bisa membayangkan jika larangan berkunjung ini berlaku hingga Ramadan, yang biasanya menjadi puncak musim umrah.
“Ketika umrah dihentikan ada kerugian. Biro perjalanan ini jauh-jauh hari sudah pesan katering, biaya visa dan lain-lain,” ujar dia.
Pemilik biro perjalanan haji dan umrah Al-Qadri, Ika Rumkasih, mengatakan dia berhasil menjadwalkan ulang keberangkatan jemaah umrah yang menggunakan jasanya.
Sebelumnya para jemaah akan berangkat pada 29 Februari namun diubah menjadi 27 Maret.
Dia beruntung, karena maskapai tidak menghanguskan tiket untuk keberangkatan 29 Februari, sehingga dia tidak perlu mengeluarkan biaya penerbangan.
“Mudah-mudahan sudah larangan sudah dicabut saat itu dan kita bisa berangkat,” ujar dia pada Anadolu Agency.
Dia berharap pembicaraan antara asosiasi travel haji umrah, pemerintah dan maskapai penerbangan bisa menghasilkan solusi yang memuaskan, setidaknya bisa mengurangi kerugian bisnisnya.
Ika juga berharap visa yang sudah dikeluarkan namun tidak digunakan langsung bisa diperpanjang. Biaya visa, termasuk transportasi dan asuransi, cukup besar sekitar USD300 tiap jemaah.
“Kalau harus bayar visa lagi, tidak terbayang deh,” ujar dia.
Namun, menurut Ika, wabah Covid-19 dan larangan berkunjung ke Arab Saudi ini tidak menyurutkan minat masyarakat untuk menunaikan ibadah umrah.
Masih banyak calon Jemaah yang menanyakan kapan pendaftaran dibuka kembali dan waktu pemberangkatan.
“Kami sampai saat ini masih menerima pendaftaran untuk umrah Ramadan. Tiap hari tetap saja ada yang mendaftar untuk berangkat umrah,” ujar dia.
Kejadian seperti ini juga baru pernah dialaminya. Saat ada wabah MERS di Arab Saudi mereka harus mendapatkan vaksin meningitis sebelum berangkat dan pemberitahuan tentang cara menghindari wabah tersebut.
Kerugian sebenarnya juga dialami oleh Pemerintah Arab Saudi. Dua kota suci Mekah dan Madinah diperkirakan mengalami penurunan pendapatan sekitar 40 persen dibanding tahun lalu.
Sektor-sektor seperti hotel, maskapai penerbangan, katering, transportasi disebut sebagai sektor yang paling terpengaruh.
Para pelaku usaha di sana disebut memaksimalkan dukungan jemaah domestik dan menawarkan potongan harga yang lebih besar.
Potensi sengketa antara jamaah dan travel
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan ada potensi sengketa antara calon jamaah yang tidak jadi menunaikan ibadah umrah karena larangan berkunjung ini dengan travel umrah.
“Travel bisa mengalami tekanan serius. Jemaah bisa minta refund. Ini bahaya karena pembatasan umroh kali ini tidak terprediksi,”ujar dia.
“Travel bisa bilang ini force majeure, karena ini kebijakan yang tidak bisa diintervensi mereka. Ini di luar kemampuan mereka.”
Menurut Mustolih, pemerintah perlu merumuskan paket kebijakan untuk melindungi industri ini.
Menurut dia Kementerian Agama harus segera mengajak Kementerian lain Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri menyiapkan kebijakan insentif bagi industri ini.
“Misalnya keberangkatan jamaah bisa dijadwalkan ulang. Atau perlu ada insentif pada maskapai karena ini komponen biaya umrah paling besar,” ujar dia.
Menteri Agama Fachrul Razi memastikan bahwa jemaah yang gagal berangkat akibat kebijakan ini tidak perlu membayar biaya tambahan jika mengubah jadwal berangkat.
Pemerintah Indonesia mengupayakan agar visa perjalanan yang sudah diterbitkan namun belum terpakai bisa diperpanjang.
Maskapai penerbangan diminta tidak menghanguskan tiket penerbangan dan menarik biaya tambahan terhadap perubahan jadwal.
Sementara itu, penyelenggara perjalanan umrah diminta bernegosiasi dengan penyedia layanan di Arab Saudi tentang akomodasi, konsumsi, transportasi darat dan layanan lain agar jasa tersebut dapat digunakan hingga Saudi membuka kembali akses umrah.
“Semua pihak terkait tidak akan membebankan biaya tambahan apa pun kepada jemaah atas penundaan keberangkatan ibadah umrah,” kata Fachrul.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.