Dunia

UU ‘Negara Yahudi’ picu kemarahan kaum Yahudi

Undang-undang kontroversial ini menyebut Israel sebagai "negara orang-orang Yahudi"

Astudestra Ajengrastrı  | 22.07.2018 - Update : 23.07.2018
UU ‘Negara Yahudi’ picu kemarahan kaum Yahudi Ilustrasi. (Foto file - Anadolu Agency)

Israel

Anees Suheil Barghouti

YERUSALEM

Undang-undang Israel yang baru disetujui dan menyebut Israel sebagai "negara orang-orang Yahudi" memantik gelombang kecaman dan kemarahan di Israel dan di antara kelompok-kelompok Yahudi.

Disahkan oleh Knesset (parlemen Israel) pada Kamis, peraturan ini juga menyatakan adanya "Yerusalem bersatu" sebagai Ibu Kota Israel dan Ibrani sebagai bahasa resminya, menyingkirkan Bahasa Arab sebagai pilihan bahasa resmi saat proses pengesahan "status spesial" ini.

Tamar Zandberg, ketua Partai Meretz sayap kiri, menyebut UU ini "memalukan"

"Zionisme bukan lagi gerakan nasional, namun nasionalisme yang dipaksakan yang mempermalukan minoritas dan membuat supremasi ras," kata dia.

Pemimpin oposisi Isaac Herzog menyatakan kesedihannya "karena pidato terakhir yang dibacakannya sebagai kepala oposisi akan berada di depan latar ini."

"Sejarah akan menentukan apakah undang-undang ini akan menguntungkan Israel atau tidak," ujar dia.

Mantan Menteri Luar Negeri Tzipi Livni berkata peratutan ini hanya menguntungkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

"Netanyahu ingin undang-undang ini untuk pertarungannya," ujar Livni, anggota partai Uni Zionis.

Partainya, partai oposisi terbesar dengan 24 kursi di Knesset, memilih untuk menentang UU ini dalam tiga kali sidang dengar.

Sebelumnya, Netanyahu memuji undang-undang ini, menyebutnya sebagai "momen menentukan bagi Zionisme dan Israel."


-Kolonial

Pusat Hukum Adalah untuk Hak Azasi Minoritas Arab di Israel menyebut peraturan ini sebagai "kolonial" dan "mengandung elemen-elemen kunci apartheid".

"Undang-undang itu menjamin karakter etnis-religius Israel sebagai eksklusif Yahudi dan menguasai hak istimewa yang dinikmati oleh warga Yahudi, sementara secara bersamaan melabuhkan diskriminasi terhadap warga Palestina dan melegitimasi pengecualian, rasisme, dan ketidaksetaraan sistemik," kata LSM itu dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan itu mengatakan UU tersebut secara mutlak melanggar hukum internasional yang berbunyi "memproklamirkan praktik apartheid, termasuk undang-undang, sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan".

"Undang-undang yang baru ini secara konstitusional mengabadikan identitas Israel sebagai negara dan bangsa dari orang-orang Yahudi, meskipun ada 1,5 juta warga Palestina di negara ini," tambah pernyataan itu.

Dana Baru Israel, sebuah organisasi nirlaba dari AS, menyebut peraturan ini sebagai "bentuk tribalisme".

"Ini adalah tamparan di wajah orang-orang Arab-Palestina yang menjadi warga negara Israel," sebut mereka melalui pernyataan.

"Peraturan yang mengidentifikasi warga negara sebagai kelas satu dan kelas dua tak punya tempat dalam demokrasi dan membahayakan masa depan Israel," imbuhnya.

Rabbi Rick Jacobs, kepala Persatuan Reformasi Yudaisme, denominasi Yahudi terbesar di dunia, berkata UU ini akan "membawa kerusakan besar" bagi Israel.

Komite Yahudi Amerika, kelompok advokasi Yahudi ternama di Amerika Serikat, juga menyatakan kecewa dengan undang-undang ini.

"Ini membahayakan komintmen para pendiri Israel yang membangun negara ini yang Yahudi sekaligus demokratis," ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.