JUBA, Sudan Selatan
Lebih dari separuh penduduk Sudan Selatan diperkirakan akan menghadapi krisis pangan atau kondisi kelaparan pada musim paceklik tahun 2026, menurut laporan Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (Integrated Food Security Phase Classification/IPC) yang dirilis pada Selasa.
Laporan tersebut memperkirakan sekitar 7,56 juta orang akan mengalami kerawanan pangan antara April hingga Juli 2026, sementara lebih dari 2 juta anak diproyeksikan menderita gizi buruk akut.
Tingkat kerawanan pangan dan malnutrisi di Sudan Selatan masih sangat tinggi, dipicu oleh konflik lokal dan ketidakamanan sipil yang menyebabkan jutaan orang mengungsi, serta banjir besar yang mengganggu mata pencaharian dan produksi pertanian.
Menurut laporan gabungan badan-badan PBB dan pemerintah Sudan Selatan, sekitar 5,97 juta orang, atau 42% populasi, tengah menghadapi krisis pangan serius antara September dan November 2025.
Dari jumlah itu, 1,3 juta orang berada dalam kondisi darurat (Fase 4 IPC) dan 28.000 orang berada dalam kondisi bencana (Fase 5 IPC). Kabupaten Luakpiny/Nasir di negara bagian Upper Nile bahkan berisiko mengalami kelaparan pada skenario terburuk.
“Kelaparan yang kita saksikan di Sudan Selatan sebagian besar disebabkan terganggunya musim pertanian dan sistem pangan yang seharusnya mampu memenuhi kebutuhan nasional,” kata Meshack Malo, perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) di Sudan Selatan.
“Mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan dan memulihkan sistem pangan menjadi kunci untuk mengakhiri kelaparan. Ketika lahan kembali bisa ditanami dan pasar berfungsi normal, keluarga akan mendapatkan kembali martabat mereka,” ujarnya.
Laporan tersebut juga menyoroti terbatasnya akses kemanusiaan sebagai salah satu tantangan paling serius.
Di banyak wilayah, ketidakamanan, penjarahan, infrastruktur jalan yang buruk, dan banjir telah mengisolasi komunitas selama berbulan-bulan, sehingga bantuan penyelamatan jiwa sulit disalurkan dan memperburuk kerentanan masyarakat.
“Ini perkembangan yang sangat mengkhawatirkan,” ujar Mary-Ellen McGroarty, Direktur Program Pangan Dunia (WFP) untuk Sudan Selatan.
“Tingkat kelaparan yang terus bertahan menjadi masalah besar. Di daerah yang damai dan memiliki akses serta sumber daya, masyarakat mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Namun, kemajuan ini harus dijaga agar perubahan positif bisa dirasakan di semua komunitas terdampak.”
Laporan tersebut memperingatkan bahwa enam kabupaten diperkirakan akan mencapai tingkat gizi buruk akut tertinggi pada 2026, terutama akibat konflik, pengungsian, serta terbatasnya akses terhadap pangan, air bersih, dan layanan kesehatan, ditambah merebaknya wabah kolera.
Diperkirakan 2,1 juta anak di bawah usia lima tahun dan 1,1 juta ibu berisiko mengalami gizi buruk akut hingga Juni 2026.
“Analisis ini menggambarkan situasi yang sangat memprihatinkan, dengan tingkat malnutrisi parah yang terus tinggi di kalangan anak-anak. Mereka tidak bersalah atas penyebab konflik dan penutupan pusat gizi,” kata Noala Skinner, perwakilan UNICEF di Sudan Selatan. “Akses yang aman serta kelangsungan layanan kesehatan dan gizi sangat penting dan mendesak.”
Menteri Pertanian dan Ketahanan Pangan Sudan Selatan mengatakan saat ini 42% populasi menghadapi krisis pangan atau lebih buruk. Ia menambahkan bahwa selama masa panen dan pascapanen Desember 2025 hingga Maret 2026, jumlah tersebut diperkirakan menurun sedikit menjadi 5,86 juta orang atau 41% populasi, sebelum kembali meningkat menjadi 7,56 juta orang pada musim paceklik 2026.
Ia berjanji bahwa pemerintah, bersama badan-badan PBB dan mitra lainnya, akan terus memperkuat dukungan bagi kelompok rentan meskipun menghadapi keterbatasan dana.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
