Dunia

China desak aparat keamanan tidak kenal ampun hadapi etnis Uighur

Media New York Times mengungkap dokumen internal pemerintahan China yang menunjukkan kebijakan negara untuk etnis minoritas

Nani Afrida  | 17.11.2019 - Update : 18.11.2019
China desak aparat keamanan tidak kenal ampun hadapi etnis Uighur Ilustrasi: Seorang lelaki tua berpose untuk foto di sebuah kedai teh setempat yang terletak di Kota Kashgar, sebelah barat laut Wilayah Otonomi Xinjiang Uighur, di China pada 6 Juli 2017. (Stringer - Anadolu Agency)

Ankara

Safvan Allahverdi

WASHINGTON

Pandangan internal pemerintah China tentang etnis Uighur yang tidak pernah terungkap sebelumnya bocor lewat dokumen yang berada di tangan media.

Berkas setebal 403 halaman yang dikutip New York Times itu mengungkapkan tentang kebijakan pemerintah dalam penindasan etnis Uighur di provinsi otonom Xinjiang, China.

Sebanyak 200 halaman dalam dokumen tersebut berisi pidato internal Presiden Xi dan pemimpin lainnya, sementara lebih dari 150 halaman merupakan arahan dan laporan tentang pengawasan dan kontrol populasi Uighur di Xinjiang.

"Kita harus sekeras mereka," kata Xi saat memeriksa pasukan polisi kontra-terorisme di Urumqi, ibukota Xinjiang.

Xi juga mendesak partainya untuk meniru aspek "perang melawan teror" Amerika Serikat (AS) setelah serangan teror 11 September.

Pada 11 September 2001, teroris Al-Qaeda menerbangkan jet yang dibajak ke Menara Kembar dan Pentagon di Kota New York, yang akhirnya menciptakan era ketegangan agama, politik, dan budaya. 

Pesawat ketiga menabrak sebuah tempat kosong di Pennsylvania.

Pada 2003, sebuah koalisi yang dipimpin oleh AS dan AS menyerbu Irak dengan dalih bahwa mantan pemimpin Irak Saddam Hussein memiliki senjata biologis.

Merujuk pada invasi AS di Irak setelah serangan 9/11, Xi mengatakan China "harus menjadikan publik sebagai sumber daya penting dalam melindungi keamanan nasional."

Laporan itu juga menyoroti bagaimana pemerintah China menggunakan kediktatoran sebagai alat untuk memberantas Islam radikal di Xingang.

Mengenai siswa minoritas yang meninggalkan negara itu untuk mendapatkan pendidikan di luar negeri, mereka akan diberitahu ketika kembali bahwa "kerabat mereka telah terinfeksi oleh virus radikalisme Islam."

Dan jika para siswa ini bertanya, para pejabat akan mengatakan kerabat mereka menerima "pengobatan karena terpapar Islam radikal" .

"Jika mereka tidak menjalani studi dan pelatihan, mereka tidak akan pernah benar-benar dan sepenuhnya memahami bahaya ekstremisme agama," kata dokumen itu, merujuk pada perang Suriah dan munculnya Negara Islam.

"Tidak peduli usianya, siapa pun yang telah terinfeksi oleh ekstremisme agama harus menjalani studi," ulas dokumen itu.

Dokumen-dokumen tersebut juga menunjukkan proses indoktrinasi dan interogasi pihak berwenang di Xinjiang untuk mengubah warga Uighur, Kazakh, dan Muslim lainnya menjadi pendukung partai yang sekuler dan loyal.

Sebanyak 1 juta orang, atau sekitar 7persen dari populasi Muslim Xinjiang, telah dipenjara dalam kamp "pendidikan ulang politik", menurut laporan AS dan PBB.

September lalu, lembaga Human Rights Watch yang bermarkas di New York merilis sebuah laporan yang menuduh Beijing melakukan "kampanye sistematis pelanggaran hak asasi manusia" terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

Sementara Beijing mengatakan bahwa kamp-kampnya di Xinjiang adalah "pusat pelatihan kejuruan." 

China dan AS berada dalam ketegangan perang dagang, yang telah membuat kedua belah pihak menerapkan tarif impor dan mencoba beberapa kali negosiasi.

* Ditulis oleh Gozde Bayar

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.