Regional

Myanmar tolak pemeriksaan ICC atas genosida Rohingya

Utusan Myanmar di PBB U Nyan Lin Aung mengatakan Myanmar bukanlah negara yang menandatangani statuta ICC

Pizaro Gozali İdrus  | 21.10.2019 - Update : 22.10.2019
Myanmar tolak pemeriksaan ICC atas genosida Rohingya Ilustrasi: Orang Rohingya di pengungsian. (Foto file-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA 

Diplomat Myanmar menolak keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menerapkan yurisdiksi atas kekerasan terhadap ratusan ribu Muslim Rohingya di Rakhine, lansir Myanmar Times, pada Senin.

Utusan Myanmar di PBB U Nyan Lin Aung mengatakan Myanmar bukanlah negara yang menandatangani statuta ICC.

Oleh karena itu, kata dia, ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Myanmar.

"Tindakan semacam itu tidak sah, dan hanya akan mengikis integritas, legitimasi, dan otoritas moral dan hukum ICC," kata dia dalam sesi Majelis Umum PBB.

Dia meyakinkan PBB, pemerintah Myanmar akan meminta pertanggungjawaban siapa pun yang melakukan pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya.

“Kami percaya pada aturan hukum dan berdiri di atas prinsip-prinsip hukum internasional. Kami bersedia dan mampu memastikan akuntabilitas di mana ada bukti pelanggaran hak asasi manusia,” kata dia.

Kementerian Luar Negeri Myanmar mengatakan pemerintah membentuk komisi independen pada Juli 2018 untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Kini mereka sedang menyusun laporannya beserta rekomendasi-rekomendasinya terkait kekerasan terhadap Rohingya.

Kelompok teraniaya

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok yang paling teraniaya di dunia, menghadapi serangan terus-menerus sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.

Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh tentara Myanmar.

Laporan OIDA yang berjudul 'Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira' mengungkapkan ada lebih dari 34.000 orang Rohingya dibakar hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli.

Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan ratusan rumah Rohingya dibakar atau dirusak.

Amnesty International mengungkapkan lebih dari 750.000 pengungsi - sebagian besar anak-anak dan perempuan - melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan kekerasan ke kelompok Muslim minoritas itu pada Agustus 2017.

PBB mencatat adanya perkosaan massal, pembunuhan - termasuk bayi dan anak kecil - pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personel keamanan.

Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın