Nasional

Wajah baru Calang usai 15 tahun dihantam tsunami

Dari sekian banyak kota yang hancur, Calang merupakan salah satu wilayah terparah

Pizaro Gozali İdrus  | 29.10.2019 - Update : 30.10.2019
Wajah baru Calang usai 15 tahun dihantam tsunami Seorang warga melihat monumen tsunami di taman tsunami, kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, Indonesia, Minggu (27/10/2019). Kabupaten pemekaran dari Aceh Barat itu mulai membangun kembali sebagian wilayahnya setelah rata dengan tanah akibat gelombang tsunami pada 2004 silam.

Jakarta Raya


ACEH JAYA 

Gemercik ombak saling berkejaran mencumbu kaki para anak-anak Aceh yang bermain pasir putih di tepi pantai Bate Iliek, Calang pada Minggu siang.

Gelak tawa mereka disambut nyanyian kawanan burung yang menjelajahi lukisan biru di atas lautan.

Mereka berputar-putar membawahi kapal nelayan yang hilir mudik menumpahkan ikan ke daratan.

Lusinan ekor ikan bandeng dan tongkol itu seketika mengibaskan ekornya saat terjun dari ember para nelayan.

Di pantai inilah 15 tahun lalu gelombang tsunami meluluh lantahkan Aceh.

Dari sekian banyak kota yang hancur, Calang merupakan salah satu wilayah terparah.

Saat peristiwa itu, seluruh infrastrukturnya hancur. Bangunan sekolah dan fasilitas pendidikan sekejap lenyap.

Rumah-rumah yang berada di kota, yang ditempuh tiga jam dari Banda Aceh ini, rata dengan tanah.

Bahkan jalur darat wilayah pantai barat Aceh putus total dan tak bisa dilalui karena kerusakan jalan yang hilang dan tenggelam akibat tsunami.

Calang, yang dikenal sebagai tempat wisata dengan lautan indah dan gunung menghijau, berubah menjadi kota mati.

Menurut Laporan International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), total 19.661 orang di Kabupaten Aceh Jaya meninggal dunia atau hilang digulung gelombang tsunami.

Sekitar 5000 di antaranya berasal dari Calang.

Jumlah korban tewas dan hilang itu setara dengan sekitar 35 persen dari total penduduk.

Seperti pesawat tempur

Syafrudin, 57, nelayan Pantai Calang, masih mengingat peristiwa mengerikan itu terjadi.

Nelayan sekaligus korban dan saksi mata itu menuturkan ketinggian gelombang tsunami mencapai 25 meter atau setinggi pohon kelapa.

Tingginya air, kata dia, terjadi karena gelombang tsunami secara bersamaan datang dari tiga penjuru berbeda.

Pada satu titik, air tsunami saling bertabrakan hingga memuntahkan air ke udara laiknya gunung meletus.

“Suaranya seperti pesawat tempur terbang rendah,” kata dia saat ditemui Anadolu Agency di pinggir Pantai Bate Iliek.

Syafruddin saat itu langsung menyelamatkan diri sambil berteriak menyadarkan warga akan gelombang tsunami.

Namun, kata dia, warga tak lekas percaya informasi yang disampaikannya.

Sebaliknya, warga menganggap dia mengidap gangguan jiwa. Maklum, tsunami memang tak pernah dirasakan warga Aceh selama ini.

“Mereka bilang saya gila,” ujar Syafruddin.

Syafruddin mengatakan ribuan nelayan hilang dalam peristiwa mengerikan itu. Jasad mereka bahkan tidak ditemukan hingga kini.

Syafruddin juga harus kehilangan istri dan seorang anaknya.

“Hingga kini saya masih trauma dan terbayang wajah istri saya,” kata dia.

Sejenak Syafruddin terdiam. Matanya menatap kosong ke lautan.

Menurut Syafruddin, banyaknya korban terjadi karena warga tidak mendapatkan informasi mengenai tsunami.

Saat itu, kata dia, sistem deteksi tsunami familiar di kalangan warga.

Memulai dari nol

Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya menyampaikan peristiwa tsunami tahun 2004 adalah ujian berat bagi daerahnya, khususnya kota Calang sebagai ibu kota.

Sebab saat itu Aceh Jaya baru genap berumur dua tahun setelah mengalami pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat.

“Kami baru saja merangkak, tsunami datang,” kata Wakil Bupati Aceh Jaya Tengku Yusri Sofyan kepada Anadolu Agency di rumah dinasnya di Calang.

Tengku Yusri mengakui semua bangunan, baik sarana pemerintah, tempat ibadah, dan pendidikan, habis tak bersisa.

Pemerintah kabupaten pun harus tertatih-tatih membangun kembali wilayah yang sudah luluh lantah

“Kami memulainya dari nol,” kata dia.

Menurut Tengku Yusri, secercah harapan datang saat dunia internasional peduli atas nasib Aceh.

Berbagai pemerintahan dan NGO internasional datang membantu para korban dan membangun kembali kota.

Salah satu fasilitas yang dibangun adalah Jalan Nasional Banda Aceh-Calang di Kabupaten Aceh Jaya.

Ruas jalan ini memiliki panjang 150 kilometer yang dibangun USAID dengan dana lebih dari Rp1 triliun.

Jalan ini merupakan pengganti jalan lama yang hancur akibat diterjang bencana tsunami pada 26 Desember 2004 lalu.

Jalan ini dapat menggerakkan ekonomi di Calang khususnya, dan Aceh pada umumnya, yang selama ini terhambatnya karena sulitnya distribusi hasil bumi dari produsen ke konsumen dan sebaliknya.

“Jalan-jalan sekarang sudah bagus,” kata dia.

Anadolu Agency sempat merasakan Jalan Banda Aceh-Calang yang dibangun pada 2011 tersebut.

Jalur transportasi utama di Calang itu mulus tanpa ada lubang yang memungkinkan pengemudi melaju kendaraan dengan cepat.

Rute yang dikelilingi laut dan bukit itu pun kini menjadi jalur utama bagi warga menuju Meulaboh dan Banda Aceh.

Tengku Yusri juga mengatakan telah membangun kembali rumah-rumah yang rusak akibat hantaman tsunami.

Menurut Tengku Yusri, sebanyak 70 persen bantuan rumah berasal dari dunia internasional, sisanya dibangun pemerintah daerah.

Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, total rumah yang disapu tsunami di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak 12.999 unit.

Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya juga menargetkan pembangunan 1.500 unit rumah pada 2017-2021.

Menurut Tengku Yusri, ada yang menarik dari bantuan internasional ke Aceh saat tsunami.

Kata dia, para NGO itu turun langsung membangun Aceh dengan syarat menyudahi konflik dan kekerasan yang selama ini terjadi. Dalam arti meminta pihak GAM dan Pemerintah Indonesia untuk berdamai.

Sebab kata Tengku Yusri tak mungkin mereka membangun Aceh tanpa memadamkan konflik di tengah masyarakat.

“Itu seperti membuat rumah terbakar yang masih ada apinya. Jadi kita padamkan dulu, baru kita bangun,” Tengku Yusri beranalogi.

Kini untuk memperingati tsunami, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya telah membangun kawasan monumen Tsunami Aceh Jaya di Desa Keutapang, Calang, Kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya.



Pekerjaan rumah

Kini 15 tahun berselang dari tsunami, Aceh Jaya masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah.

Menurut Tengku Yusri, wilayahnya memerlukan peningkatan ekonomi, khususnya di bidang pertanian.

Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam beberapa waktu terakhir ini, semakin gencar untuk menggerakkan swadaya masyarakat untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan masyarakat.

Tengku Yusri mengatakan sektor pertanian menjadi salah satu penyongsong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya.

Hal itu disebabkan pekerjaan masyarakat Aceh Jaya dominan di sektor pertanian.

Selain itu, menurut dia, yang lebih penting apabila sudah dicetak sawah baru, harus adanya irigasi teknis.

“Kita memerlukan bantuan pada bidang pertanian, kami mengundang dunia internasional untuk berinvestasi,” kata dia.

Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya juga terus berusaha menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran.

Tepat dua tahun masa kepemimpinan Teuku Irfan TB dan Tengku Yusri Sofyan, Pemkab Aceh Jaya mampu menurunkan angka pengangguran dari 6,23 pada tahun 2017 menjadi 4,95 pada 2018.

“Aceh Jaya kini diusulkan masuk masuk Kawasan Ekonomi Ekslusif,” terang Tengku Yusri.

Tantangan pendidikan, pariwisata

Selain isu ekonomi, warga juga meminta perhatian pemerintah soal pendidikan perlu ditingkatkan.

Sebab pendidikan adalah sektor yang habis dihantam tsunami pada 2004.

Muhammad Diah Isa, warga Calang, mengatakan pembangunan ekonomi dan infrastruktur tak mungkin dilakukan tanpa penguatan Pendidikan.

“Pendidikan itu bisa formal maupun informal,” kata dia.

Isa juga meminta pemerintah memberikan perhatian soal pengelolaan pariwisata di Calang.

Sebab meski memiliki pantai yang indah, para wisatawan masih sedikit yang mengunjungi daerah ini.

Dari amatan Anadolu Agency pada Minggu siang, Pantai Bate Iliek dan pantai lainnya tampak sepi. Hanya ada beberapa wisatawan yang datang untuk berlibur.

Padahal deretan kedai makanan sudah siap menjamu para wisatawan untuk menikmati keindahan laut.

“Kita perlu mempromosikan parawisata, khususnya parawisata Islami di Calang,” terang Isa.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.