Rekam jejak calon tunggal Kapolri, Komjen Idham Azis
Idham memiliki rekam jejak di bidang reserse, pernah terlibat dalam operasi penangkapan Tommy Soeharto hingga pelaku bom Bali, Dr Azahari

Jakarta Raya
JAKARTA
Komisaris Jenderal Idham Azis menjadi calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia setelah Tito Karnavian mengundurkan diri.
Presiden Joko Widodo juga telah mengajukan nama Idham ke DPR RI.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan proses Idham menjadi Kapolri selanjutnya ada di Komisi III DPR RI untuk fit and proper test.
“Prinsipnya Polri mendukung apa yang sudah menjadi keputusan presiden,” kata Dedi di Jakarta.
Idham merupakan rekan satu angkatan Tito. Sepanjang karirnya di Polri, Idham memiliki rekam jejak di bidang reserse.
Dia pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Saat ini dia masih menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri sejak 22 Januari 2019.
Idham pernah menjadi anggota Tim Kobra pimpinan Tito Karnavian dalam penangkapan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto terkait kasus pembunuhan Hakim agung Syafiuddin Kartasasmita.
Dia juga terlibat dalam pengungkapan kasus bom Bali I dan bom Bali II saat masih menjabat sebagai Kepala Unit Pemeriksaan Sub Densus 88.
Selain itu, Idham pernah terlibat Operasi Camar Maleo untuk memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso di Sulawesi Tengah.
Dia juga masih terlibat dalam Operasi Tinombala, yang merupakan lanjutan dari Operasi Camar Maleo untuk memburu kelompok MIT.
Idham pernah menangani kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ketika menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
Dia juga merupakan penanggung jawab tim teknis kasus Novel yang dibentuk Polri. Namun hingga saat ini kasus Novel belum juga terungkap.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan penyelesaian kasus Novel merupakan salah satu tugas besar Idham untuk diselesaikan.
Namun dia pesimistis Idham bisa menyelesaikan kasus Novel saat menjabat sebagai Kapolri.
“Melihat perkembangan kasus ini yang sampai sekarang tak tuntas, saya yakin itupun tak akan bisa diselesaikan,” kata Bambang kepada Anadolu Agency, Kamis.
Bambang juga mengkritisi penunjukan calon tunggal. Menurut dia, Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) semestinya mengusulkan beberapa nama dan melibatkan partisipasi seluruh pejabat Polri.
“Dengan menunjuk satu orang, entah sudah atau belum melewati Wanjakti, tentu akan terlihat bahwa Presiden seolah-olah tidak diberikan pilihan,” ujar Bambang.
“Kalau presiden setuju dengan usulan yang tunggal, itu persoalan lain. Tetapi proses rapat Wanjakti itu harus tetap dilakukan,” lanjut dia.
Selain itu, Bambang memprediksi kepemimpinan Idham tidak akan jauh berbeda dengan Tito.
Keduanya sama-sama memiliki rekam jejak di Densus 88, dan ada kemungkinan pendekatan yang digunakan dalam memimpin Polri tidak jauh berbeda.
“Saya menduga bahwa pendekatan-pendekatan polisi dalam kepemimpinan Idham tidak lepas dari style penindakan seperti Densus 88. Model tangkap-tangkapan akan terus terjadi,” kata Bambang.
Padahal Polri idealnya mampu menciptakan iklim pendekatan preventif untuk menjaga stabilitas situasi dalam periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Dia juga menduga penangkapan terkait kasus-kasus ujaran kebencian, rasisme juga masih akan terjadi berbasis pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di sisi lain, tidak ada lembaga yang mengawasi kinerja polisi sehingga institusi ini sering menggunakan tafsir sendiri dalam penegakan hukum.
“Ini tidak baik bagi demokrasi,” kata Bambang.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.