Nasional

Polri: UU Terorisme bisa jerat pelaku hoaks terkait jaringan teror

Jika pelaku hoaks tidak terkait dengan jaringan teror, maka polisi menjeratnya menggunakan UU ITE

Nicky Aulia Widadio  | 21.03.2019 - Update : 22.03.2019
Polri: UU Terorisme bisa jerat pelaku hoaks terkait jaringan teror Ilustrasi: Serangan hoaks. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Nicky Aulia Widadio

JAKARTA 

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme bisa menjerat pelaku hoaks apabila berkaitan dengan jaringan teroris.

“Bisa dikenakan (UU Terorisme) apabila pelaku memiliki jaringan teror. Itu perlu pendalaman dan harus memeriksa saksi ahli untuk menguatkan konstruksi hukumnya,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo ketika ditemui di Jakarta, Kamis.

Dedi menuturkan penindakan terhadap pelaku hoaks belum tentu bisa disamakan dengan teroris dan mesti dilihat dari berbagai perspektif hukum.

Penyidik, menurut dia, mesti mendalami latar belakang dan motif pelaku hoaks sebelum menentukan jeratan pasal terhadap pelaku dan tidak serta merta mengenakan UU Terorisme pada setiap kasus hoaks.

Jika pelaku hoaks tidak terkait dengan jaringan teror, maka polisi menjeratnya menggunakan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Jadi sangat bergantung pada fakta hukum, harus ada kajian yang komprehensif oleh penyidik,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan hoaks merupakan bentuk teror yang menimbulkan ketakutan di masyarakat.

Dia menuturkan penindakan terhadap pelaku hoaks saat Pemilihan Umum 2019 bisa menggunakan UU Terorisme.

"Terorisme itu ada yang fisik ada yang non fisik. Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak ke TPS (Tempat Pemungutan Suara), itu sudah terorisme. Untuk itu maka kita gunakan UU Terorisme agar aparat keamanan waspada ini," kata Wiranto di kantornya pada Selasa.

Indonesia baru merevisi Undang-undang Terorisme pada 2018 lalu sebagai payung hukum untuk mencegah terjadinya tindak pidana terorisme.

Berdasarkan UU tersebut, terorisme didefinisikan sebagai tindak kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.