Pemerintah: UU PKS berpihak pada korban kekerasan seksual
Kementerian Hukum dan HAM mengatakan tak ada alasan untuk tidak mengesahkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual

Jakarta Raya
Hayati Nupus
JAKARTA
Pemerintah mengungkapkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) akan berpihak pada perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) Vannetia R Danes mengatakan perempuan adalah ibu bangsa yang akan menciptakan generasi bermutu.
“Generasi bermutu tidak akan tercipta kalau perempuan tidak dilindungi dari kekerasan seksual,” ujar Vannetia, Jumat, di Jakarta.
Sistem Informasi Online (Simfoni) KPPA mencatat terdapat 7.275 kasus kekerasan seksual sepanjang 2018.
Mayoritas korban itu, lanjut Vannetia, adalah perempuan, meski ada laki-laki juga yang mengalami.
Saat ini, kata Vannetia, pembahasan Rancangan UU PKS antara pemerintah dan DPR belum dimulai.
Rencananya pembahasan akan digelar setelah pemilihan umum 17 April 2019.
Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Suparno mengatakan negara berdiri untuk melindungi hak-hak warga negaranya.
Indonesia, ujar Suparno, sudah meratifikasi konvensi The Committee on the Elimination of Discrimination aagainst Women (CEDAW) soal penghapusan kekerasan seksual.
Tindak lanjutnya, kata Suparno, Indonesia mengadopsi poin-poin dalam CEDAW itu ke dalam norma hukum negara, yaitu berupa UU PKS.
“Jadi tidak ada alasan untuk tidak mengesahkan RUU PKS, karena ini amanat internasional,” ujar dia.
Sebagai hukum acara, lanjut Suparno, RUU PKS harus menjelaskan secara detail, untuk menghindari adanya tafsiran ganda.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.