Nasional

Masyarakat adat Ciptagelar di Gunung Halimun mulai budayakan teknologi

Hidup berkoloni dan melestarikan tradisi menanam padi sejak 1368 tidak membuat masyarakat Kasepuhan Adat Ciptagelar tabu terhadap teknologi, mereka malah jadi tuan rumah penyelenggaraan Rural ICT Camp 2020 secara daring

Dandy Koswaraputra  | 27.10.2020 - Update : 28.10.2020
Masyarakat adat Ciptagelar di Gunung Halimun mulai budayakan teknologi Suasana desa di Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi. (Adi Marsiela - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Adi Marsiela 

SUKABUMI, Indonesia

Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, 35, pemimpin adat Kasepuhan Ciptagelar, sibuk memastikan pemasangan kabel fiber optik dari tower di Gunung Karancang ke pusat pelatihan media di Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Sukabumi, Jawa Barat. 

Kasepuhan Ciptagelar adalah masyarakat hukum adat yang berada di kawasan pedalaman Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. Kasepuhan Adat Ciptagelar mulai berdiri pada 1368 dan telah beberapa kali mengalami perubahan kepemimpinan yang dilakukan secara turun temurun.

Abah Ugi memantau bangunan pusat pelatihan media dua lantai atau studio itu lebih rendah sekitar 100 meter daripada ketinggian tower yang ada pada 1.200 meter di atas permukaan laut. 

Perlu waktu setidaknya dua hari untuk memastikan kestabilan koneksi internet dengan fiber optik di pusat penyelenggaraan Rural ICT Camp 2020 itu. 

Acara yang menghadirkan beragam pemateri dari berbagai bidang seperti teknologi informasi, literasi digital, antropolog, seniman, hingga warga adat itu berlangsung secara daring sejak pertengahan Oktober lalu di kaki Pegunungan Halimun-Salak.

“Kebetulan abah punya sedikit informasi berkenaan alat internet di Kasepuhan Ciptagelar, jadi abah turun langsung ke lapangan buat bantu teman-teman seting semua jaringan yang ada di kasepuhan,” kata Abah Ugi kepada Annadolu Agency, baru-baru ini.

Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar ini memang memiliki ketertarikan terhadap teknologi komunikasi sejak menempuh pendidikan SMP dan SMK di Warung Kiara, Kabupaten Sukabumi. 

Dia merasakan sulitnya berkomunikasi ke rumah karena ketiadaan listrik dan sambungan telepon. 

“Jauh dari kampung, kepingin menelepon ke almarhum ayah sulit banget, apalagi (kalau sedang sulit) ingin minta ayah kirim beras. Susah banget,” kata Abah Ugi mengenang masa sekolah di luar Ciptagelar. 

Selepas menyelesaikan pendidikan di SMK kejuruan kesehatan, Abah Ugi kembali ke kampungnya. 

“Hal yang pertama abah bangun di sini adalah teknologi komunikasi,” ujar pria yang diangkat menjadi pemimpin Kasepuhan Ciptagelar setelah ayahnya, Abah Anom alias Encup Sucipta meninggal dunia pada 2007.

Dia mendirikan Radio Swara Ciptagelar atau Ciptagelar FM pada 2004 sebagai sarana berbagi informasi antar warga. 

Saat itu tidak ada operator telekomunikasi yang mau memasang jaringannya di Kasepuhan Ciptagelar. 

Empat tahun berselang, Abah Ugi menambah sarana komunikasi itu lewat Ciga TV. 

Awalnya, Ciga TV hanya menyiarkan dokumentasi kegiatan warga, namun belakangan menyiarkan juga film dan tayangan hasil unduhan dari internet. 

Kehadiran internet di Kasepuhan Ciptagelar tidak lepas dari Program Desa Dering dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2009 silam. 

Direktur Awinet, Nu’man Sumantri menceritakan program itu alokasinya untuk signal telepon di desa terpencil atau tidak terjangkau akses teknologi telekomunikasi.

“Kami kebagian memasang VSAT yang dikonversi ke sinyal Telkomsel karena pemenang tendernya waktu itu Telkomsel,” kata Nu’man mengingat momen pemasangan VSAT di rumah Abah Ugi. 

VSAT adalah singkatan dari very small aperture terminal atau stasiun penerima sinyal dari satelit yang dilengkapi penerima berbentuk piringan dengan diameter kurang dari tiga meter. 

“Saat dipasang itu, abah bilang perlunya internet,” ujar Nunu, begitu Nu’man biasa disapa

“Abah beda dengan kepala desa lain yang memerlukan itu sebatas telepon. Kalau abah dari dulu juga pemikirannya sudah canggih, mau internet untuk media informasi,” tambah Nunu. 

Kasepuhan Ciptagelar bisa mengoperasikan berbagai teknologi yang ada di wilayahnya menggunakan jaringan listrik mandiri. 

Semuanya bermula dari almarhum Abah Anom yang merintis pembangkit listrik tenaga air dengan kincir kayu di Ciptarasa pada 1988, sebelum berpindah ke Ciptagelar pada 2001.

Abah Anom lantas membuat turbin lebih besar pada 1997 di kampung Cicemet yang dibantu ribuan orang untuk membangun jaringan tiang dan kabel listrik.

Dokumentasi video Ciga TV memperlihatkan kegiatan itu membuat barisan orang sepanjang dua dua kilometer, lengkap dengan seniman angklung yang memberi semangat pada warga. 

Tahun 2011, kapasitas listrik di Ciptagelar bertambah seiring pembangunan turbin oleh Abah Ugi di Kampung Sukamulya, yang jaraknya sekitar dua kilometer dari alun-alun Kasepuhan Ciptagelar. 

Kemampuan Abah Ugi memanfaatkan tenaga air dengan turbin menjadi listrik itu menarik perhatian Nunu. 

Dia ingin menerapkan hal serupa di tempatnya, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. 

Sembilan tahun selepas pemasangan VSAT di rumah Abah Ugi, Nunu kembali ke Kasepuhan Ciptagelar. 

“Saya langsung bilang ke abah kalau kami bakal fasilitasi internet sekaligus saya ingin berguru soal teknologi turbin,” kata Nunu yang sudah berhasil menjadikan Awinet sebagai perusahaan penyedia jasa internet.

Gayung bersambut

Abah Ugi memandang internet bisa jadi jembatan untuk membangun komunikasi antar orang kota dengan masyarakat di kasepuhan dan sebaliknya. 

“Istilahnya, bisa mengenalkan masyarakat adat itu seperti apa,” kata Abah Ugi. 

Dia berharap teknologi internet bisa menghilangkan prasangka antara orang kota dengan masyarakat yang merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul ini. 

“Dengan internet, kita bisa lebih menerima yang ada di kota dan tahu positif serta negatif di dunia modern itu apa saja,” imbuh Abah Ugi. 

Selain itu, Abah Ugi juga berharap internet bisa memberi nilai tambah bagi masyarakatnya. 

Juru Kamera Anggi Anggara Ciga TV merasakan benar manfaat dari koneksi internet yang stabil.

Berbeda dengan pengalamannya saat pertama kali mengakses Facebook pada 2013 silam.

“Dulu harus cari tempat tinggi, sinyal yang paling bagus adanya di Pangapungan, lokasi tower,”ujar Anggi. 

Berkat internet, Anggi bisa membagi karya foto dan videonya di media sosial. 

“Lumayan dapat klien buat foto prewedding dari sekitar Ciptagelar dan ada juga yang dari Banten,” tambah Anggi. 

Warga Kasepuhan Ciptagelar lainnya, Mulyadi, berharap semakin banyak warga yang bisa terkoneksi dan menikmati layanan internet. 

“Paling mendasar untuk kebutuhan pendidikan atau buat belajar bikin konten bagi yang tertarik,” papar Mulyadi yang terikat adat istiadat tidak boleh menjual padinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Untuk bisa mewujudkan koneksi internet di desa-desa lainnya, Abah Ugi membuka diri untuk berbagi pengalaman. 

“Manfaatkan saja dulu yang ada, ini bisa dikembangkan dengan bantuan pemerintah desa setempat lewat badan usaha milik desa atau badan usaha milik kampung buat mengelola internetnya,” ujar Abah Ugi. 

“Buat detailnya, silakan main ke Kasepuhan Ciptagelar, kita sharing bareng-bareng,” tambah Abah Ugi. 

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın