Dijual ke Malaysia, Gadis Sukabumi bekerja sebagai pengurus anjing
Pembuatan paspor asli dapat lolos karena korban menggunakan surat perekaman e-KTP palsu, kata pejabat imigrasi

Jakarta Raya
Megiza Asmail
JAKARTA
Gadis asal Sukabumi berinisial ES, 16 tahun, yang menjadi korban perdagangan orang akhirnya dipertemukan kembali dengan keluarganya setelah 19 hari berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
ES dapat kembali bertemu keluarganya setelah seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial AI - yang bermukim di KL - melapor kepada polisi setelah menemukan ES yang berhasil melarikan diri.
Atase Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Divisi Hubungan Internasional di Malaysia, Sarizal, menceritakan gadis asal Jawa Barat itu dipekerjakan sebagai pengurus anjing di sebuah rumah.
“Dari temuan pertama ES mengatakan dia bertugas memandikan anjing di tempat tersebut. Dia ditempatkan di satu ruangan bersama lima anjing, dua induk dan tiga anak,” ujar Sarizal kepada Anadolu Agency di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan dari keterangan awal, ES mengaku dapat kabur setelah melihat ada bagian atap rumah yang bocor. Lewat atap berlubang itu ES melarikan diri.
“Korban bilang dia kabur sekitar pukul 03.00 pagi. Saya tanya bagaimana dia mengetahui itu jam 03.00 pagi, ternyata dia hanya memperkirakan karena pada jam-jam tersebut anjing-anjing biasanya mulai menggonggong,” kata Sarizal.
Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol Panca Putra menuturkan perjalanan ES hingga tiba dipekerjakan secara ilegal di KL bermula dari ajakan salah satu teman korban yang berinisial D. Dia dikenalkan dengan seorang perempuan bernama Yuliawati pada bulan Agustus lalu.
Melalui media sosial Facebook, Yuliawati mengumumkan adanya lowongan pekerjaan di KL. D – yang masih diburu polisi – kala itu membawa ES dengan alasan akan memberikan pekerjaan di Jakarta, kemudian dikenalkan dengan Yuliawati.
“Korban merasa tertarik dan menyampaikan ke orangtuanya ingin bekerja di Jakarta. Kemudian korban dijemput di Terminal Kampung Rambutan oleh salah satu pelaku,” kata Panca.
ES kemudian dibawa ke sebuah kosan milik pria bernama Jakin Sudrajat yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat. Dia tinggal di kos tersebut selama kurang lebih empat hari.
Setelah beberapa hari hidup di tempat tersebut, Jakin kemudian meminta seorang pria bernama Alfian Saputra untuk membuatkan dokumen palsu sepertu surat keterangan pengganti KTP-elektronik, kartu keluarga (KK) dan akte lahir.
Usai memegang lengkap dokumen palsu untuk ES, Jakin menyerahkan dia kepada pria bernama Imronsyah. Dia, tutur Panca, juga bertugas mengirim informasi ke Malaysia. Dari sana, ES dibawa ke Bengkalis untuk diseberangkan ke Malaysia melalui kapal fery di Batam.
“Pada tanggal 16 Agustus 2018 korban diberangkatkan ke Batam dengan mengunakan pesawat Citilink untuk proses pembuat pembuatan paspor dan ditampung kurang lebih 1 minggu untuk menunggu paspor,” tutur Panca.
Empat hari kemudian, tepatnya pada 20 Agustus, paspor untuk ES sudah siap. Dia pun diberangkatkan ke Malaysia. “Pada tanggal 30 agustus korban bekerja di tempat warga negara Bangladesh yang tinggal di Malaysia. Selama korban berkerja dia mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi,” imbuh dia.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Zaeroji, di tempat yang sama menambahkan pembuatan paspor untuk ES di Kantor Imigrasi Kelas I Bengkalis dapat lolos karena menggunakan surat perekaman e-KTP.
“Yang bersangkutan mengajukan permohonan ditemani orang yang mengaku saudaranya. Persyaratan sudah cukup karena KTP itu baru berupa perekaman e-KTP. Jadi mungkin diberikan pelayanan karena sudah ada NIK-nya. Dengan kejadian ini, kami akan bekerja sama nantinya dengan dinas kependudukan,” kata Zaeroji.
Bicara soal pencegahan pengiriman tenaga kerja ilegal, Zaeroji mengatakan pihaknya telah melakukan penundaan pemberian paspor dari 2017 hingga Agustus 2018 kepada sebanyak 10.621 orang.
“Kami juga menunda keberangkatan bagi yang terindikasi akan menjadi TKI non prosedural kepada sebanyak 1.375 orang,” imbuh dia.
Dari kejadian ini, Bareskrim Polri mengamankan lima orang yang terlibat langsung dalam pengiriman ES ke Malaysia. Polisi juga menyita laptop, sarana komunikasi, dan dokumen-dokumen yang sudah dipalsukan sebagai barang bukti.
Panca menambahkan, dalam menjalankan perannya, para tersangka diketahui mendapat bayaran yang bervariasi mulai dari Rp1,5 juta hingga Rp5 juta. Dari pemeriksaan awal, kelima tersangka mengaku sudah melancarkan aksi jual-beli orang sejak September 2017.
Atas kejahatannya, kelima tersangka dijerat dua pasal yakni Pasal 6 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta, dan Pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 69 dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.