
Ankara
Enes Kaplan
ANKARA
Seorang pejabat Turki mengatakan pernyataan perdana menteri Armenia - tak ada solusi diplomatik untuk Karabakh - mengungkapkan niat Armenia dan menjelaskan siapa yang menginginkan perang.
Juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin mengatakan di Twitter bahwa perdamaian dan stabilitas akan menghampiri Kaukasus Selatan hanya ketika Karabakh dibebaskan dari pendudukan.
“Ini menegaskan kembali Turki dan Azerbaijan berada di pihak yang benar; perdamaian dan stabilitas akan datang ke Kaukasus Selatan hanya ketika Karabakh dibebaskan dari pendudukan,” tutur Kalin.
Dalam sebuah pernyataan tertulis, Hikmet Hajiyev, asisten presiden Azerbaijan, menanggapi pernyataan PM Armenia Pashinyan yang mengatakan bahwa konflik di wilayah Nagorno-Karabakh dan sekitarnya tidak dapat diselesaikan secara diplomatis.
Dengan alasan bahwa pernyataan ini sekali lagi menunjukkan bahwa Armenia tidak tertarik sama sekali pada penyelesaian konflik secara damai, Hajiyev mengatakan Yerevan berkeinginan untuk terus menduduki wilayah Azerbaijan.
Menggarisbawahi bahwa Pashinyan "sembrono" dalam mendorong semua badan sipil dan warga sipil untuk mengangkat senjata, Hajiyev mengatakan posisi resmi ini "membuktikan" pihak mana yang melanggar gencatan senjata kemanusiaan dan berkontribusi pada "peningkatan situasi di wilayah tersebut. "
"Memang, pernyataan seperti itu oleh seseorang yang memerintahkan serangan rudal balistik jenis 'SCUD' di kota Ganja Azerbaijan dan penembakan roket dan artileri terus-menerus terhadap penduduk kota dan distrik lain tidak mengejutkan," ungkap dia.
Dia mengungkapkan bahwa pernyataan Pashinyan datang setelah kunjungan kerja para menteri luar negeri Azerbaijan dan Armenia ke Moskow dan sebelum pertemuan tingkat menteri lainnya di AS.
Hajiyev mendesak komunitas internasional, dan khususnya negara-negara ketua bersama OSCE Minsk Group, untuk "menarik kesimpulan" dari pernyataan kepemimpinan Armenia dengan latar belakang "sikap konstruktif" Baku mengenai konflik tersebut.
Hubungan antara kedua negara bekas Uni Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Upper Karabakh, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Sekitar 20 persen wilayah Azerbaijan berada di bawah pendudukan ilegal Armenia selama hampir tiga dekade.
OSCE Minsk Group - diketuai bersama oleh Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat - dibentuk pada 1992 untuk menemukan solusi damai atas konflik tersebut, tetapi upaya itu tak kunjung berhasil.
Gencatan senjata, bagaimanapun, disetujui pada tahun 1994.
Sejumlah resolusi PBB serta organisasi internasional menuntut penarikan pasukan pendudukan dari wilayah tersebut.