Dunia

Trump sahkan undang-undang Uighur di tengah hubungan dingin dengan China

Undang-Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uighur tahun 2020 mendesak Trump menjatuhkan sanksi pada pejabat China karena perlakuan terhadap Uyghur

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 18.06.2020 - Update : 19.06.2020
Trump sahkan undang-undang Uighur di tengah hubungan dingin dengan China Presiden AS Donald Trump (Foto file - Anadolu Agency)

Washington DC

Michael Hernandez

WASHINGTON

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu menandatangani undang-undang yang memungkinkan dia menjatuhkan sanksi pada pejabat China atas tindakan keras Beijing terhadap kelompok etnis minoritas Muslim Uighur.

"Undang-undang itu menuntut dan meminta pertanggungjawaban pelaku pelanggaran HAM seperti penggunaan kamp indoktrinasi secara sistematis, kerja paksa dan pengawasan intrusif untuk menghapus identitas etnis dan kepercayaan agama warga Uighur dan minoritas lainnya di China," kata Trump dalam sebuah pernyataan.

Kongres mengirimkan RUU Kebijakan Hak Asasi Manusia Uyghur 2020 ke Trump pada Mei.

RUU itu meminta Trump menyerahkan daftar pejabat senior pemerintah China yang terlibat atau bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia.

Selain itu mengamanatkan laporan Departemen Luar Negeri tentang pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, termasuk individu yang ditahan di kamp kerja paksa, kepada Kongres.

Tetapi Trump mengisyaratkan bahwa dia tidak akan menerima RUU itu secara keseluruhan.

Dia mengatakan RUU itu dimaksudkan membatasi kebijaksanaannya mengakhiri hukuman dan mengatakan pemerintahannya akan memperlakukan komponen itu sebagai saran yang tidak mengikat.

"Pemerintahan saya akan melakukan upaya yang tepat untuk mematuhi bagian 6 (g) dari Undang-Undang dengan memberi tahu komite kongres yang relevan sebelum memberhentikan sanksi," ungkap Trump.

"Saya tidak akan memperlakukan ketentuan itu sebagai sesuatu yang mengikat hingga mengganggu perilaku diplomasi Presiden."

Wilayah Xinjiang China ditinggali sekitar 10 juta warga Uighur.

Kelompok Muslim Turki yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang itu telah lama menuding otoritas China melakukan diskriminasi budaya, agama dan ekonomi.

China dituduh melakukan kebijakan represif terhadap kaum Uighur dan melanggar hak-hak agama, komersial dan budaya mereka.

Menurut laporan PBB, sekitar 1 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di wilayah Xinjiang China, kini dipenjara dalam "kamp pendidikan ulang politik" yang terus berkembang.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.