PBB: Solusi dua negara 'satu-satunya cara mencapai perdamaian'
'Saya ingin melihat negara Palestina dan negara Israel, dan keduanya memiliki ibu kota di Yerusalem,' kata Antonio Guterres

Washington DC
Safvan Allahverdi
WASHINGTON
Solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina adalah satu-satunya cara menciptakan perdamaian di kawasan itu, kata pemimpin PBB.
Itu adalah "satu-satunya cara mencapai stabilitas, perdamaian, kemakmuran dan perkembangan di kawasan itu," kata Antonio Guterres dalam sebuah pertemuan di New York dengan komite Palestina.
Guterres memuji kelompok itu yang bekerja "tanpa kenal lelah" untuk berjuang meraih hak asasi warga Palestina dan mendukung proposal solusi dua negara untuk mengakhiri penjajahan oleh Israel.
"Saya selalu mengatakan ingin melihat negara Palestina dan negara Israel, dengan dua-duanya beribu kota di Yerusalem," kata Guterres. Dia juga mengaku adanya sejumlah kejadian yang memicu potensi terbentuknya satu negara saja, yang tidak sesuai dengan aspirasi nasional, sejarah, dan demokratik yang disuarakan oleh penduduk Israel dan Palestina.
Yerusalem tetap menjadi pusat konflik Israel-Palestina, dengan Palestina yang mengharapkan Yerusalem Timur -- saat ini masih diduduki Israel -- menjadi ibu kota negaranya kelak.
Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan keputusannya -- meski menerima tentangan dari Timur Tengah -- untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu disusul aksi unjuk rasa di kawasan Palestina, dimana setidaknya 19 warga Palestina tewas dalam bentrokan dengan pasukan Israel di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.
Penjajahan dan ekspansi Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur adalah tindakan yang "ilegal menurut resolusi PBB dan hukum internasional", menurut Guterres yang mengatakan aksi itu menjadi rintangan terhadap perdamaian.
"Kekerasan dan penghasutan memantik rasa takut dan curiga," kata dia. "Situasi ekonomi dan kemanusiaan di Gaza tetap sangat buruk."
Selain itu, Guterres mengatakan Gaza akan menjadi tidak layak huni pada 2020 bila tidak ada langkah konkrit yang dilakukan untuk memperbaiki layanan dasar dan infrastruktur.
"Gaza masih menghadapi situasi darurat kemanusiaan," terangnya, memberi contoh adanya dua juta warga Palestina yang kesulitan mendapatkan listrik dan layanan dasar, pengangguran, dan ekonomi yang lesu.
Guterres juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai kekurangan dana yang dihadapi Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East/UNRWA), yang menurut dia bisa berimbas pada ketidakmampuan mereka dalam menyediakan bantuan seperti pendidikan dan pertolongan medis untuk pengungsi Palestina.
Sebelumnya, Washington membatalkan pendanaan sebesar USD65 juta untuk UNRWA yang membantu sekitar 6 juta pengungsi Palestina di kawasan sekitar, serta di Yordania, Lebanon dan Suriah.