Menlu G7 kutuk serangan RSF di Sudan, sebut sebagai kekerasan bermotif etnis terhadap warga sipil
Pernyataan itu muncul di tengah peringatan dari PBB bahwa situasi kemanusiaan di Sudan terus memburuk, sementara kelompok bantuan melaporkan akses ke wilayah terdampak masih sangat terbatas akibat konflik bersenjata.
WASHINGTON
Para menteri luar negeri negara-negara G7 pada Rabu mengecam keras serangan bermotif etnis yang dilakukan oleh pasukan paramiliter Sudan, Rapid Support Forces (RSF), terhadap warga sipil tak bersenjata dan pekerja kemanusiaan di El-Fasher dan Kordofan Utara.
Dalam pernyataan bersama usai pertemuan dua hari di Niagara, Kanada, para menteri luar negeri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat — bersama Perwakilan Tinggi Uni Eropa — mengutuk dampak menghancurkan dari perang yang telah menimbulkan bencana kelaparan terburuk di dunia.
“Kami dengan tegas mengecam kekerasan seksual. Kami mendesak RSF dan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) untuk menghormati hak asasi manusia, menurunkan ketegangan, berkomitmen pada gencatan senjata permanen, serta memastikan akses cepat dan tanpa hambatan bagi bantuan kemanusiaan,” demikian isi pernyataan tersebut.
Para menteri juga menyatakan dukungan terhadap “upaya diplomatik yang tengah berjalan untuk memulihkan perdamaian dan keamanan,” serta menyerukan agar pihak luar berkontribusi terhadap proses tersebut.
Pernyataan itu muncul di tengah peringatan dari PBB bahwa situasi kemanusiaan di Sudan terus memburuk, sementara kelompok bantuan melaporkan akses ke wilayah terdampak masih sangat terbatas akibat konflik bersenjata.
Perang berdarah antara militer Sudan dan RSF yang pecah sejak April 2023 telah menewaskan sedikitnya 40.000 orang dan memaksa sekitar 12 juta lainnya mengungsi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Bulan lalu, RSF merebut ibu kota negara bagian Darfur Utara, El-Fasher, dan dituduh melakukan pembantaian terhadap warga sipil. Kelompok itu kini menguasai lima negara bagian di wilayah Darfur dari total 18 negara bagian Sudan, sementara militer masih memegang kendali atas 13 negara bagian lainnya, termasuk ibu kota Khartoum.
Wilayah Darfur mencakup sekitar seperlima dari luas Sudan, namun sebagian besar dari 50 juta penduduk negara itu tinggal di wilayah yang masih dikuasai militer.
