Dunia

Ekonom AS dan Eropa, di antaranya peraih Nobel, desak Israel hentikan kebijakan kelaparan di Gaza

Setidaknya 23 ekonom menyatakan keprihatinan mereka dan mendesak tentang meluasnya kelaparan di Gaza, dan rencana pemerintah Israel untuk memindahkan warga sipil ke 'kota kemanusiaan'

Dilara Zengin Okay  | 15.08.2025 - Update : 15.08.2025
Ekonom AS dan Eropa, di antaranya peraih Nobel, desak Israel hentikan kebijakan kelaparan di Gaza

WASHINGTON

Puluhan ekonom terkemuka dari universitas terkemuka di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, termasuk beberapa di antaranya peraih Nobel, mendesak Israel untuk segera menghentikan kebijakan yang memperparah kelaparan di Jalur Gaza dan membatalkan rencana untuk merelokasi warga sipil secara paksa.

Dalam surat terbuka kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, 23 ekonom dunia menyuarakan "keprihatinan mendesak tentang meluasnya kelaparan di Gaza" dan rencana pemerintah Israel untuk memindahkan warga sipil ke apa yang disebut "kota kemanusiaan".

“Sebagai manusia, ekonom, dan ilmuwan, kami menyerukan penghentian segera kebijakan apa pun yang memperparah kelaparan yang meluas,” ucap mereka.

Para penandatangan termasuk pemenang Hadiah Nobel Daron Acemoglu, Angus Deaton, Peter Diamond, Esther Duflo, Claudia Goldin, Eric Maskin, Roger Myerson, Edmund Phelps, Christopher Pissarides dan Joseph Stiglitz, bersama dengan cendekiawan terkemuka lainnya seperti Olivier Blanchard dan Maurice Obstfeld.

Mengutip peringatan dari Program Pangan Dunia PBB, surat itu mengungkapkan hampir sepertiga dari 2,1 juta penduduk Gaza telah mengalami beberapa hari tanpa makanan, sementara harga makanan pokok sekarang 10 kali lebih tinggi dari tiga bulan lalu.

Runtuhnya mekanisme distribusi bantuan PBB dan menggantikannya dengan sejumlah lokasi bantuan terbatas yang didirikan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza yang dibentuk Israel telah menyebabkan "kekacauan yang mematikan," kata para ekonom, dengan lebih dari 1.000 orang tewas atau terluka dalam penyerbuan untuk mendapatkan jatah makanan yang langka.

Mereka memperingatkan bahwa “kota kemanusiaan” yang diusulkan akan membatasi ratusan ribu warga Gaza di zona terlarang, sehingga menghilangkan “kebebasan bergerak dan martabat” mereka.

“Sangat tidak bermoral bagi Israel untuk memperlakukan warga sipil sebagai beban yang harus ditampung, alih-alih sebagai manusia yang berhak mendapatkan kondisi hidup yang layak,” tulis mereka.

Bulan lalu, Israel mengumumkan rencana untuk merelokasi seluruh penduduk Gaza ke tempat yang disebutnya "kota kemanusiaan" di Rafah. Dari sana, mereka akan diizinkan berpindah dari Gaza ke negara lain.

Surat itu juga memperingatkan terhadap dampak ekonomi yang parah bagi Israel, termasuk kemungkinan sanksi Eropa, penurunan peringkat kredit, pencabutan modal, dan percepatan emigrasi profesional terampil, terutama dari sektor teknologi tinggi.

Para ekonom mendesak Israel untuk memulihkan kecukupan bantuan pangan dan medis, membatalkan rencana relokasi, menegaskan kembali komitmennya terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional, serta “secara aktif mengupayakan dengan itikad baik” gencatan senjata yang akan memperbaiki kondisi kemanusiaan, mengamankan pemulangan sandera, dan mengakhiri pertempuran.

“Hanya dengan melakukan hal tersebut, Israel dapat mencegah kelaparan yang meluas, mempertahankan karakter demokratisnya, dan menjaga prospek ekonomi jangka panjangnya,” ujar mereka, sambil mendesak para pemimpin Barat untuk mendorong penerapan kebijakan tersebut.

Krisis kelaparan di Gaza telah berkembang menjadi bencana kemanusiaan. Rekaman video yang mengerikan menunjukkan penduduk yang sangat kurus, beberapa di antaranya hanya tinggal kulit dan tulang, pingsan karena kelelahan, dehidrasi, dan kelaparan berkepanjangan.

Dalam 24 jam terakhir di Gaza empat orang lainnya meninggal baru-baru ini karena kelaparan dan kekurangan gizi, menurut Kementerian Kesehatan wilayah Palestina, sehingga jumlah keseluruhan kasus kematian akibat kelaparan bertambah menjadi 239 orang, termasuk 106 anak-anak.

Menurut Kantor Media Pemerintah di Gaza, sekitar 1,2 juta anak menghadapi "ketidakamanan pangan yang parah," dan setidaknya 239 warga Palestina, termasuk 106 anak-anak, telah meninggal karena kelaparan sejak Oktober 2023.

Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan bahwa 100.000 anak-anak dan perempuan menderita malnutrisi akut, sementara seperempat penduduk Gaza hidup dalam kondisi "hampir kelaparan". UNICEF mengatakan anak-anak meninggal dunia akibat kelaparan dengan "tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya".

Israel menghadapi kecaman yang semakin besar atas perang genosida di Gaza, yang telah menewaskan hampir 61.800 orang sejak Oktober 2023.

Pada November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın