Nasional

KPAI catat 153 kasus kekerasan fisik dan psikis di sekolah pada 2019

Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan kasus kekerasan di sekolah bahkan menimbulkan korban jiwa baik siswa maupun guru

Nıcky Aulıa Wıdadıo  | 31.12.2019 - Update : 01.01.2020
KPAI catat 153 kasus kekerasan fisik dan psikis di sekolah pada 2019 Ilustrasi. (Foto file-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 153 pengaduan kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sekolah sepanjang 2019.

Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan kasus kekerasan di sekolah bahkan menimbulkan korban jiwa baik siswa maupun guru.

Korban jiwa itu yakni dua siswa SMA TI Palembang yang meninggal karena kegiatan pengenalan lingkungan sekolah, satu siswa SMP di Manado yang meninggal setelah dihukum lari keliling lapangan sekolah karena terlambat, serta satu guru SMKS di Manado yang meninggal karena ditikam siswanya.

Data KPAI menunjukkan 44 persen pelaku kekerasan merupakan guru atau kepala sekolah kepada murid, kemudian 13 persen kekerasan oleh siswa kepada guru, 13 persen kekerasan oleh orang tua siswa kepada guru atau murid, serta 30 persen kekerasan antara sesama siswa.

“Modus kekerasan fisik yang dilakukan guru biasanya atas nama mendisiplinkan siswa,” kata Retno melalui keterangan tertulis, Selasa.

Menurut dia, bentuk kekerasan itu antara lain dicubit, dipukul atau ditampar, dibentak dan dimaki, dijemur di terik matahari dan di hukum lari keliling lapangan sekolah sebanyak 20 putaran.

Hasil pengawasan KPAI masih menemukan fakta bahwa banyak guru dan sekolah hanya tahu cara menangani siswa yang dianggap “nakal” dengan menghukum fisik.

“Padahal pendekatan kekerasan dalam mendisiplinkan siswa akan berdampak buruk bagi tumbuh kemabang anak, selain itu tidak akan membuat si anak menghentikan perilakunya,” ujar Retno.

Selain itu, kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap guru rata-rata dipicu oleh keinginan orang tua membela anaknya yang dianggap menjadi korban kekerasan oleh gurunya.

Sedangkan kekerasan yang terjadi pada sesama siswa rata-rata dilatarbelakangi oleh motif balas dendam atau adu kekuatan karena perintah senior.

KPAI juga menemukan kasus siswa yang membully guru karena ingin video kejadian itu viral dan terkenal.

Retno menuturkan upaya memutus mata rantia kekerasan di lingkungan pendidikan harus dimulai dari guru, kepala sekolah dan petugas sekolah lainnya.

“Caranya dengan tidak menggunakan kekerasan dalam mendisiplinkan para siswanya,” tutur Retno.

Dia juga memandang perlunya sosialisasi Sekolah Ramah Anak (SRA) di berbagai daerah untuk menurunkan angka kekerasan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.