Jurnalis AJI kecam kekerasan dan intimidasi Polisi di DPR RI
Sedikitnya enam jurnalis menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh polisi

Jakarta Raya
JAKARTA
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh polisi terhadap beberapa jurnalis yang sedang meliput unjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jumat siang.
Sedikitnya enam jurnalis menjadi korban dalam kasus kekesaran ini.
Peristiwa itu terjadi saat para pengunjuk rasa yang diamankan di Gedung TVRI digiring ke mobil tahanan polisi. Sejumlah reporter dan fotografer kemudian mengambil gambar foto dan video.
Salah satu jurnalis SCTV, Haris dipukul di bagian tangan saat merekam video melalui ponselnya. Sebelumnya dia dilarang meliput dan dihardik ketika merekam menggunakan kamera televisi.
Korban lainnya, jurnalis foto Bisnis Indonesia, Nurul Hidayat. Dia dipaksa menghapus foto hasil jepretannya. Menurutnya, pelaku mengenakan pakaian bebas serba hitam, berambut agak panjang, dan ada tindikan di kuping.
Fotografer Jawa Pos Miftahulhayat juga terpaksa menghapus foto di bawah intimidasi polisi. Dia diancam akan dibawa polisi bersama para demonstran yang diangkut ke mobil.
Begitu pula jurnalis Vivanews, Syaifullah yang mengalami intimidasi serupa. Polisi meminta rekaman video miliknya dihapus. Dia juga diancam akan diangkut polisi jika tak menghapus video.
Reporter iNews, Armalina dan dua kameramen juga mengalami intimidasi oleh oknum aparat berbaju putih. Salah seorang petugas bahkan berteriak.
Catatan AJI Jakarta, kasus kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan pekerjaannya bukan kali ini saja. Sejumlah intimidasi dan kekerasan telah beberapa kali terjadi.
Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri, mendesak aparat kepolisian menghentikan intimidasi dan kekerasan tersebut karena jelas-jelas melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pasal 8 UU Pers menyatakan dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Merujuk pada KUHP dan Pasal 18 UU Pers, pelaku kekerasan terancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Kasus kekerasan jurnalis oleh aparat kepolisian juga bertentangan dengan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017. Pasal 4 ayat 1 menyebutkan para pihak berkoordinasi terkait perlindungan kemerdekaan pers dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, AJI Jakarta mengajak para pemimpin redaksi secara aktif melaporkan kasus kekerasan yang dialami jurnalisnya ke Propam Mabes Polri dan Polda Metro Jaya.
Berdasarkan laporan para korban kepada AJI Jakarta, polisi yang melakukan kekerasan mengenakan baju dan kaus putih dan celana krem. Beberapa foto dan videonya beredar di jaringan media sosial. AJI Jakarta meminta Propam Mabes Polri mengusut tuntas dan menghukum para pelaku kekerasan dan intimidasi tersebut.