Nasional

Imigran ilegal Indonesia di Malaysia menahan lapar dan rentan terpapar Covid-19

Imigran ilegal bertahan tanpa upah, bantuan pangan, serta akses ke fasilitas kesehatan meski rentan terpapar Covid-19

Nicky Aulia Widadio  | 13.05.2020 - Update : 14.05.2020
Imigran ilegal Indonesia di Malaysia menahan lapar dan rentan terpapar Covid-19 Ilustrasi: Pekerja migran Indonesia di Malaysia. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Tiga bulan belakangan, tenaga dan air mata Suryani, 38, terkuras demi memperjuangkan suaminya agar bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19.

Suami Suryani bernama Siswadi, 50, merupakan seorang imigran ilegal di Malaysia.

Siswadi berangkat satu tahun lalu untuk bekerja sebagai buruh bangunan dengan upah RM60 atau sekitar Rp230.000 per hari di wilayah Kajang, Selangor.

Biasanya sebagian upah dikirimkan Siswadi kepada Suryani yang menetap di Jember, Jawa Timur. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan hidup dia di Malaysia.

Ketika Pemerintah Malaysia menerapkan movement control order (MCO) sejak pertengahan Maret lalu, pekerjaan Siswadi terhenti.

Dia tidak lagi mendapatkan upah, tidak memiliki jaminan sosial, juga akses ke fasilitas kesehatan.

“Sejak MCO itu suami saya tidak pernah sekali pun dapat bantuan bahan pangan,” kata Suryani kepada Anadolu Agency.

Menurut dia, Siswadi bertahan menggunakan sisa gajinya yang kian hari kian menipis.

“Kalau dulu bisa makan tiga kali sehari, sekarang hanya sekali sehari dengan porsi yang dikurangi, cuma nasi pakai sambel,” tutur Suryani.

Perempuan asal Jember ini sudah berkali-kali berusaha memohon bantuan kepada berbagai organisasi seperti Migrant Care, sebuah organisasi perlindungan buruh migran, bahkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia untuk menolong suaminya.

Namun sejauh ini belum ada hasil.

“Pernah ada yang menghubungi disuruh ambil sembako, tapi jarak tempuhnya 30 kilometer sedangkan aturan MCO hanya membolehkan bepergian pada radius 10 kilometer,” ujar dia.

Di sisi lain, pulang ke Tanah Air juga bukan pilihan bagi Siswadi mengingat statusnya sebagai imigran ilegal.

“Kalau pun mau pulang harus menunggu pemutihan dulu, untuk daftarnya butuh biaya sampai RM2.000 (Sekitar  Rp6.8 juta) plus tiket pulang. Boro-boro punya uang, untuk makan saja susah,” jelas Suryani.

Suryani sendiri juga harus bertahan dalam keterbatasan karena sudah dua bulan tidak mendapatkan kiriman dari suami.

Ibu beranak satu ini tidak memiliki pekerjaan tetap.

Kebutuhan sehari-hari dia penuhi dengan beras hasil bertani dan bantuan dari saudara-saudaranya.

Imigran ilegal sulit dijangkau akibat kebijakan ketat Malaysia

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan pemerintah tidak membedakan status imigrasi pekerja migran dalam penyaluran bantuan.

Hanya saja, penyaluran bantuan bisa dilakukan jika imigran ilegal mendaftarkan diri melalui formulir online karena mereka tidak termasuk ke dalam database resmi.

“Datanya tentu kita harapkan berdasarkan pengaduan dan info yang diberikan oleh berbagai komunitas masyarakat Indonesia di Malaysia,” ujar Judha, Rabu.

“Selama dia WNI akan kita beri bantuan dan kita tidak melihat statusnya legal atau ilegal,” lanjut Judha.

Menurut catatan Kementerian Luar Negeri, ada sekitar 300 ribu pekerja migran Indonesia yang mendapatkan bantuan sembako sejauh ini.

Sementara itu, data Migrant Care mencatat ada sekitar 2,1 juta PMI ilegal di Malaysia yang terdampak Covid-19 dan bernasib tidak jelas.

Artinya, masih banyak imigran ilegal yang tidak terjangkau bantuan meski mereka sangat terdampak oleh pandemi ini.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menuturkan para imigran ilegal ini juga sulit dijangkau oleh pekerja kemanusiaan dari organisasi masyarakat.

Sebagian besar dari mereka menetap di pemukiman yang distigma sebagai tempat pekerja ilegal.

Sementara itu, otoritas imigrasi di Malaysia gencar menangkapi para imigran ilegal.

“Ini menyulitkan petugas kemanusiaan menjangkau mereka, belum lagi aturan MCO sangat ketat dan kebijakan represif Malaysia terhadap mereka mempersulit situasi,” ujar Wahyu.

Dikutip dari media lokal Malaysia, The Star, otoritas imigrasi setempat menangkap 1.368 imigran ilegal dalam penggerebekan pada Senin. Dari jumlah itu terdapat setidaknya 421 WNI.

Rentan terpapar Covid-19 tanpa akses kesehatan

Satu hal lagi yang dikhawatirkan oleh Suryani adalah kondisi kesehatan suaminya -Siswadi- di tengah pandemi Covid-19.

Siswadi bersama sekitar 100 imigran ilegal lainnya saat ini tinggal di gubuk-gubuk di sebuah area yang dijaga ketat oleh pihak yang mempekerjakan mereka.

“Setiap hari katanya dicek suhu tubuh, kalau ada yang demam dan batuk langsung dipisah ke tempat lain,” kata Suryani.

Namun menurut Suryani, sejauh ini tidak ada tes Covid-19 terhadap mereka.

Wahyu Susilo mengatakan para pekerja migran termasuk salah satu kelompok yang rentan terpapar Covid-19.

“Mereka tinggal di bedeng-bedeng itu kan sulit mau menerapkan physical distancing dan jauh dari standar kesehatan,” kata Wahyu kepada Anadolu Agency.

Migrant Care meminta Pemerintah Malaysia memberlakukan relaksasi kebijakan keimigrasian terkait hal ini dan mengutamakan pendekatan kesehatan.

Desakan ini juga telah disampaikan Migrant Care pada momentum ASEAN Summit yang membahas penanganan Covid-19.

“Perlu ada protokol ASEAN mengenai penanganan imigran ilegal ini,” lanjut dia.

Wahyu menuturkan penanganan yang tidak tepat terhadap imigran justru berpotensi memunculkan klaster baru penyebaran Covid-19 seperti yang terjadi di Singapura.

Beberapa pekan belakangan Singapura mencatat lonjakan kasus Covid-19 yang berasal dari asrama pekerja migran.

“Mereka (pekerja migran) perlu diberi akses untuk kesehatan,” ujar Wahyu.

“Protokol WHO mengatakan tidak ada pembedaan status keimigrasian, tapi harus menggunakan pendekatan kesehatan,” lanjut dia.

Sebelumnya, Federasi pengusaha Malaysia pernah mendesak agar pemerintah mencegah penyebaran Covid-19 di kalangan pekerja migran ilegal, dikutip dari The Star.

Direktur Eksekutif Malaysian Employers Federation (MEF) Shamsuddin Bardan mengatakan sulit mengendalikan dan melacak penyebaran virus di kalangan pekerja ilegal karena mereka tidak dilindungi asuransi kesehatan apa pun.

Dia mengatakan para pekerja ilegal juga cenderung tinggal di tempat-tempat sempit, seperti di Jalan Masjid India, yang riskan dengan penyebaran virus SARS-CoV-2 tersebut.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.