BPJS Kesehatan: Kenaikan tarif iuran penting untuk tutup defisit
Pada tahun 2019 lalu BPJS Kesehatan memiliki defisit atau gagal bayar kepada rumah sakit sebesar Rp15,5 triliun yang saat ini secara perlahan sudah dilunasi

Jakarta Raya
JAKARTA
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengatakan terbitnya Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 terkait kenaikan tarif iuran setelah Perpres nomor 75 tahun 2019 dianulir Mahkamah Agung sangat penting untuk penyelesaian defisit yang ada.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan pada tahun 2019 lalu BPJS Kesehatan memiliki defisit atau gagal bayar kepada rumah sakit sebesar Rp15,5 triliun yang saat ini secara perlahan sudah dilunasi sehingga arus kas di rumah sakit sudah semakin baik.
“Ini bertahap akan kita perbaiki dengan pembayaran di muka. Apabila tidak ada perbaikan struktur dengan kenaikan iuran, maka ada potensi defisit lebih besar sehingga program tidak akan berkelanjutan,” ujar Fahmi dalam diskusi virtual, Kamis.
Dia mengatakan apabila arus kas pembayaran dari BPJS Kesehatan kepada rumah sakit semakin baik, maka kualitas pelayanan juga akan semakin baik.
Fahmi juga membantah anggapan sebagian masyarakat yang menganggap kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini merupakan bukti ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat.
“Justru hadirnya Perpres 64 tahun 2020 mengembalikan program jaminan kesehatan kepada hakikatnya untuk bersama gotong royong dan saling berkontribusi,” kata dia.
Fahmi bahkan mengatakan pemerintah sudah hadir dengan membayarkan iuran kepada masyarakat penerima iuran yang berjumlah 132.600.906 jiwa dengan jumlah besaran premi kelas tiga yang naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 96.536.203 jiwa mendapatkan pertanggungan pembayaran premi dari pemerintah pusat dan 36.064.703 jiwa dibayarkan preminya oleh pemerintah daerah.
Selain itu, pemerintah juga membayarkan selisih iuran untuk peserta bukan penerima upah atau bukan pekerja di kelas tiga sebesar Rp16.500 per orang pada tahun ini sehingga mereka hanya perlu membayar iuran sebesar Rp25.500 saja dari seharusnya Rp42 ribu.
Pemerintah juga sudah menyiapkan anggaran Rp3,1 triliun untuk membayar selisih iuran tersebut pada tahun 2020 untuk sekitar 21.814.335 orang berdasarkan data per tanggal 30 April.
Kemudian, pada 2021 peserta BPJS Kesehatan pada kelompok ini mengalami kenaikan iuran menjadi Rp35 ribu kemudian selisih Rp7 ribu dari biaya iuran kelas tiga akan ditanggung oleh pemerintah pusat dan daerah.
“Dengan adanya Perpres ini negara justru kembali hadir dengan membayar selisih iurannya,” kata Fahmi.
Sementara itu, untuk peserta kelas dua mengalami kenaikan biaya iuran dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu dan untuk kelas satu naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu.
Kenaikan biaya iuran BPJS Kesehatan ini akan mulai berlaku mulai awal Juli mendatang.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.