Nasional

Perkumpulan Huma rekomendasi penetapan hukum hutan adat

Penetapan hukum adat merupakan mandat konstitusi dan pelestarian kearifan lokal, ujar Perkumpulan Huma Indonesia

Hayati Nupus  | 16.01.2019 - Update : 16.01.2019
Perkumpulan Huma rekomendasi penetapan hukum hutan adat Ilustrasi. I Wayan Aksara, 48 tahun, mencari bahan untuk digunakan sebagai karangan bunga organik di hutan Bukit Dharma Putri, Bali, Indonesia pada 9 April 2018. Meskipun tidak terlalu tertarik, dia terdorong untuk mempromosikan visi dan misi demi lingkungan yang lebih baik. (Mahendra Moonstar - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Perkumpulan Huma Indonesia merekomendasikan dua pendekatan untuk rekonstruksi kerangka hukum penetapan hutan adat.

Direktur Perkumpulan Huma Indonesia Dahniar Adriani menjelaskan dua pendekatan itu adalah harmonisasi dan integrasi.

“Pendekatan harmonisasi berfokus pada menyelaraskan ketentuan-ketentuan berkaitan dengan masyarkat hukum adat yang ada tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan,” ungkap Dahniar, Rabu, di Jakarta.

Sedang pendekatan integrasi, lanjut Dahniar, menekankan penyatuan seluruh persoalan masyarakat adat dan hak komunalnya ke dalam satu UU khusus mengenai masyarakat adat.

Dahniar menuturkan jika kedua pendekatan ini perlu dilakukan setelah terbitnya putusa Mahkamah Konstitusi nomor 35 tahun 2012 yang menyatakan bahwa masyarakat hukum adat merupakan mandat konstitusi.

Pemerintah, lanjut Dahniar, perlu memastikan kewenangan daerah dalam menetapkan masyarakat hukum adat, merumuskan peraturan bersama antarkementerian, dan menyelesaikan tata batas sekaligus memasukan hutan adat ke dalam peta kawasan hutan.

“Makanya perlu UU khusus mengenai masyarakat adat,” kata Dahniar.

Saat ini rancangan UU tersebut masih dibahas di DPR.

Dahniar menekankan pentingnya negara mengakui hukum adat.

Selain mandat konstitusi dan hak asasi masyarakat, lanjut Dahniar, wilayah masyarakat adat adalah wilayah budaya.

“Ketika tidak berdaulat akan wilayahnya, kebudayaan itu jadi tercerabut, hal sepele saja, masyarakat tidak bisa mengambil kayu atau madu dari hutan,” kata Dahniar.

Kelebihan masyarakat adat, lanjut Dahniar, mereka hanya mengambil kayu sesuai kebutuhan pokok saja, untuk memasak atau membangun rumah.

Hal ini berbeda dengan perusahaan, kata Dahniar, yang mengambil kayu secara eksploitatif.

Selain itu, imbuh Dahniar, pengetahuan mengenai keindonesiaan tersimpan di kearifan lokal masyarakat adat.

Saat bencana Lombok atau Palu terjadi, justru rumah-rumah dengan arsitektur masyarakat adat yang masih utuh sementara rumah modern lainnya porak poranda.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın