Regional

Amnesty: China lakukan kekerasan sistematis pada Uyghur

Amnesty International mewawancarai lebih dari 100 orang di luar China yang telah kehilangan anggota keluarga mereka di daerah Xinjiang

Pizaro Gozali İdrus  | 25.09.2018 - Update : 25.09.2018
Amnesty: China lakukan kekerasan sistematis pada Uyghur Ilustrasi - Seorang anak Uyghur melemparkan mainan burung kertas di Kota Kashgar, Xinjiang, China pada 6 Juli 2017. (Stringer - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Pizaro Gozali

JAKARTA

Amnesty International mendesak China menghentikan kekerasan sistematis dan memberikan penjelasan mengenai nasib sekitar satu juga orang mayoritas Muslim yang ditahan secara sewenang-wenang di daerah otonomi Uighur Xinjiang (XUAR).

Dalam laporan terbarunya, Amnesty menegaskan pemerintah setempat dalam setahun terakhir meningkatkan kampanye penahanan massal, pengawasan, indoktrinasi politik, asimilasi paksa terhadap etnis Uighur, Kazakhs dan kelompok etnis lainnya.

Amnesty International mewawancarai lebih dari 100 orang di luar China yang telah kehilangan anggota keluarga mereka di XUAR dan orang-orang yang disiksa di kamp-kamp penahanan di China.

“Pemerintah China tidak boleh diizinkan untuk terus melakukan kampanye kejam ini terhadap etnis minoritas di barat laut China,” kata Direktur Amnesty International Asia Timur Nicholas Bequelin.

Bequelin mengatakan mayoritas keluarga korban tidak mendapatkan informasi mengenai nasib saudara mereka. Para keluarga juga takut berbicara ke dunia luar soal penahanan pemerintah China.

“Mereka putus asa mencari informasi mengenai apa yang terjadi pada orang-orang yang mereka cintai. Sekarang waktunya otoritas China memberikan mereka jawaban,” ucap Bequelin.

Amnesty mencatat penahanan kelompok etnis mayoritas Muslim di XUAR meningkat sejak Maret 2017, ketika aturan terkait “deradikalisasi” diadopsi di daerah tersebut.

Kamp tahanan massal

Menurut Amnesty, menumbuhkan jengggot, menggunakan hijab, melaksanakan ibadah, berpuasa, atau memiliki buku Islam ataupun budaya Uighur dapat bisa dianggap sebagai ekstremisme oleh pemerintah China.

Orang-orang dengan mudah dicurigai melalui pemantauan pesan-pesan yang dikirimkan di aplikasi media sosial seperti WeChat yang tidak menggunakan sistem enkripsi.

Menggunakan aplikasi alternatif berenkripsi seperti WhatsApp bisa berujung pada penahanan.

“Otoritas setempat menyebut kamp-kamp tersebut sebagai pusat ‘transformasi-melalui-pendidikan’, tapi banyak juga yang menyebutnya “kamp-kamp pendidikan ulang,” ucap Beqeulin.

Amnesty mencatat mereka yang dikirim ke kamp-kamp tidak akan menjalani pengadilan dan tidak memiliki akses pengacara.

Seorang warga Uighur, Kairat Samarkan, dikirim ke kamp penahanan pada Oktober 2017 pada saat kembali ke XUAR setelah melakukan kunjungan singkat ke Kazakhstan.

Kairat menceritakan kepada Amnesty bahwa tangan dan kakinya dibelenggu dan dia dipaksa untuk berdiri tegap dan tidak boleh bergerak selama 12 jam ketika pertama ditahan.

Ada sekitar 6.000 orang di kamp yang sama, di mana mereka dipaksa untuk menyanyikan lagu-lagu politik dan mempelajari pidato-pidato Partai Komunis China.

Mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara dan dipaksa menyanyikan “Hidup Xi Jinping” sebelum makan.

Kiarat mengatakan kepada Amnesty bahwa penyiksaan yang dideritanya mengakibatkan dia mencoba untuk bunuh diri sebelum akhirnya dibebaskan.

Mencerai-beraikan Keluarga

Amnesty juga mencatat anggota keluarga dari korban yang ditahan di kamp penahanan hanya bisa menanggung penderitaan sendirian.

Di satu sisi mereka khawatir akan memperkeruh situasi jika mencoba mencari pertolongan dari luar.

Bota Kussaiyn, seorang mahasiswa etnis Kazakh yang sedang belajar di Moscow State University, berbicara dengan ayahnya, Kussaiyn Sagymbai, melalui WeChat pada bulan November 2017.

Berasal dari XUAR, keluarga mereka pindah dan menetap di Kazakhstan pada tahun 2013.

Ayah Bota kembali ke China pada akhir 2017 untuk bertemu seorang dokter tapi otoritas setempat menyita paspornya setelah sampai di XUAR.

Bota mengetahui dari anggota keluarganya bahwa ayahnya dikirim ke “kamp pendidikan ulang”.

Kerabatnya di XUAR sangat mengkhawatirkan bahwa komunikasi lebih jauh akan membuat mereka dalam ancaman. Mereka akhirnya menghentikan komunikasi dengan Bota.

Banyak anggota keluarga dan teman yang tinggal di luar negeri mengatakan mereka merasa bersalah karena komunikasi mereka membuat para kerabat di XUAR dalam bahaya.

Otoritas setempat menuduh mereka memiliki hubungan dengan grup dari luar dan pemerintah China menuduh mereka mempromosikan “ekstremisme” agama atau membuat rencana “teror”.

Untuk menghindari kecurigaan dari otoritas, warga etnis Uighur dan Kazakhs dan lainnnya di XUAR telah memutuskan hubungan dengan teman dan keluarga yang tinggal di luar China.

Akhirnya, kata Beqeulin, banyak anak-anak menderita kesulitan ekonomi saat ayahnya ditahan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.