Jakarta Raya
JAKARTA
Pemerintah Indonesia menyatakan perdagangan dan kerja sama internasional saat ini menghadapi merkantilisme baru.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo paham itu muncul ditandai perilaku banyak negara yang mencoba mengontrol pasar domestik maupun internasional, sehingga muncul fenomena deglobalisasi.
Iman menyontohkan kegagalan perundingan Doha yang membuat kepercayaan negara anggota terhadap WTO dan perdagangan multilateral berkurang.
“Sistem perdagangan internasional di bawah WTO kehilangan kepercayaan anggotanya sehingga banyak negara menggali forum perdagangan bilateral dan regional,” jelas Iman dalam diskusi virtual, Jumat.
Merkantilisme sendiri adalah sistem ekonomi pada abad ke-16 hingga ke-18 yang ditandai dengan perilaku negara-negara eropa mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya demi meningkatkan kesejahteraan dan kekuasaan negara.
Menurut Iman, perkembangan ini membuat perdagangan dan kerja sama internasional semakin mengedepankan nilai tit for tat sehingga kerja sama antarnegara semakin hitung-hitungan.
Menurut Iman, banyaknya kerja sama bilateral membuat negara-negara menerapkan aksi unilateral kepada mitra dagangnya.
Hal ini biasanya dilakukan melalui pemberian sanksi dengan muatan politis, karena menilai negara mitranya curang dalam perjanjian bilateral ataupun regional.
“Kemudian merebaklah perang dagang antara AS dan China. Ini berkaitan dalam global value chain dan berdampak pada negara-negara yang punya kaitan kerja sama dengan kedua negara itu,” tambah Iman.
Dia mengatakan hal ini menciptakan efek domino, sehingga muncul fenomena beggar-thy-neighbor policy atau kebijakan ekonomi untuk memperbaiki masalah ekonomi di suatu negara yang justru memperburuk masalah ekonomi di negara lainnya.
Maraknya sengketa teritorial di berbagai negara juga semakin memperburuk perdagangan internasional, ujar Iman.
Seperti sengketa di Laut China Selatan, China-India, Pakistan-India, China-Taiwan, serta Malaysia-Filipina terkait Sabah.
“Saat ini ada pergeseran paradigma dari pasar ke pemerintah, sehingga intervensi pemerintah semakin memperluas hambatan pasar,” lanjut Iman.
Dia mengidentifikasi beberapa tantangan dalam perdagangan internasional saat ini, antara lain tidak ada mitra abadi dalam perdagangan karena semua negara mendahulukan kepentingan nasionalnya masing-masing.
Selain itu, butuh waktu yang relatif lama untuk memulihkan kepercayaan banyak negara terhadap rezim perdagangan di bawah WTO dan sistem perdagangan multilateral.
Iman juga mengidentifikasi adanya persaingan antarnegara dalam suatu blok perdagangan yang semakin ketat dari waktu ke waktu.
“Di dalam internal ASEAN sendiri diam-diam ada persaingan, ini faktanya karena yang abadi hanyalah kepentingan nasional,” lanjut Iman.
Menurut Iman, dalam rantai nilai global, negara-negara yang sudah mendapatkan keuntungan akan berusaha mempertahankannya.
Hal ini membuat negara-negara yang berada pada rantai terendah akan tetap pada posisinya.
“Negara-negara harus bisa keluar dari jebakan rantai nilai tersebut,” kata dia.
Iman mengatakan Indonesia akan berupaya mencari keseimbangan di antara empat sumber utama pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian pada perdagangan global tersebut.
Keempat sumber utama pertumbuhan Indonesia antara lain konsumsi dalam negeri, pengadaan publik, investasi, dan ekspor.
“Ketergantungan yang besar pada satu atau dua sumber pertumbuhan saja akan melumpuhkan pertumbuhan pada suatu keadaan yang ekstrim,” ujar Iman.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
