Ekonomi

Kesepakatan Final, Freeport akhirnya penuhi tuntutan Indonesia

Perusahaan tambang ini merelakan 51% sahamnya dan memperbesar penerimaan negara

Muhammad Latief  | 29.08.2017 - Update : 30.08.2017
Kesepakatan Final, Freeport akhirnya penuhi tuntutan Indonesia (ki-ka) CEO Freeport McMoran Richard Adkerson, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, dan Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian ESDM dalam Konferensi Pers soal kesepakatan perpanjangan operasional PT Freeport Indonesia, Jakarta, 29 Agustus 2017. (Megiza Asmail - Anadolu Agency)

Jakarta

Muhammad Latief

JAKARTA

PT Freeport Indonesia akhirnya bersedia memenuhi semua tuntutan pemerintah Indonesia dalam kesepakatan perpanjangan operasional tambang Garsberg di Timika, Papua. Kabar ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan CEO Freeport McMoran Richard Adkerson dalam konferensi pers di hadapan wartawan, Selasa.

Dalam kesepakatan yang final pada Minggu, 27 Agustus 2017 itu, PT Freeport menyatakan bersedia melakukan divestasi 51 persen saham, membangun smelter, dan mengikuti skema Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK), bukan lagi Kontrak Karya (KK).

“Akhirnya, dicapai dengan upaya yang maksimal dan kerja sama yang baik dengan semua relasi pemerintah. Dicapai [kesepakatan], walaupun ini tidak mudah negosiasinya,” kata Menteri Jonan.

Meski semua tuntutan Indonesia dipenuhi, namun detail dari seluruh kesepakatan masih belum dibicarakan. Rencananya, dalam minggu ini tahapan soal divestasi akan diselesaikan. Antara lain untuk membahas siapa saja yang bisa memperoleh saham tersebut. Menurut Menteri Sri, pihak-pihak yang bisa mendapatkan saham Freeport tadi adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan kalangan swasta nasional.

Sementara soal smelter, Freeport setuju membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral ini dalam waktu 5 tahun sejak IUPK terbit. Artinya, paling lambat smelter harus sudah selesai pada Oktober 2022.

Dengan bersedianya Freeport masuk dalam aturan IUPK, perusahaan ini secara otomatis menyepakati akan memperbesar penerimaan negara sesuai dengan UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Penerimaan ini berasal dari Pendapatan Negera Bukan Pajak (PNBP) berupa royalti, pajak pemerintah pusat, maupun pajak daerah.

“Pajak itu yang dipungut sendiri maupun oleh Freeport dan pajak daerah. Royalti akan lebih tinggi, PPh dan PPn,” ujar Menteri Sri Mulyani.

Menurut UU yang sama, perpanjangan kontrak Freeport maksimal dilakukan 2 kali 10 tahun. Maka ketika kontrak berakhir pada 2031, hanya bisa diperpanjang lagi sampai 2041. “Itu pun jika memenuhi persyaratan,” ujar Menteri Sri lagi.

Dalam siaran pers Kementerian ESDM, mandat dari Presiden Joko Widodo supaya kesepakatan ini segera dijabarkan dan dilaksanakan dengan mengedepankan kepentingan nasional, kepentingan rakyat Papua, kedaulatan negara dalam pengelolaan sumber daya alam, dan menjaga iklim investasi tetap kondusif.

Dengan finalnya kesepakatan ini, pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan bekerja sama menyelesaikan kelengkapan dokumen untuk pengurusan IUPK secepatnya, sehingga PT Freeport Indonesia mendapatkan persetujuan korporasi yang dibutuhkan. 

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın