Ekonomi

Baznas: Zakat pengurang pajak langsung harus diatur melalui Perppu

Peraturan yang sudah ada tak sesuai untuk menggunakan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto

Pizaro Gozali İdrus  | 08.11.2017 - Update : 09.11.2017
Baznas: Zakat pengurang pajak langsung harus diatur melalui Perppu Pengungsi Rohingya di Bangladesh menjadi salah satu penerima bantuan dari Baznas. (FOTO: Istimewa/BAZNAS)

Jakarta Raya

Pizaro Gozali

JAKARTA

Pemerintah diharapkan segera merumuskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk merealisasikan zakat sebagai pengurang (tax credit) pajak langsung.

“Presiden dan menteri harus duduk bersama karena aturan zakat pengurang pajak harus melalui Perppu,” ujar Kepala Pusat Kajian Strategis Baznas Irfan Syauki Beik kepada Anadolu Agency di Jakarta, Rabu.

Selama ini, zakat sebagai pengurang pajak sudah diatur dalam beberapa Undang-Undang (UU). Setidaknya ada 5 UU dan 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang menyinggung soal ini.

Di antaranya adalah UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Penerimaan Zakat, UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Namun semuanya tak bisa langsung diterapkan sebagai payung hukum untuk mengurangkan pajak secara langsung dengan zakat. Pelaporannya pun hanya ada di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Irfan menilai, penarikan zakat sebagai pengurang pajak akan lebih mudah bila bisa dilakukan secara bulanan, misalnya langsung dikurangkan dari PPh (Pajak Penghasilan).

“Sehingga untuk yang kita praktikkan sekarang pun masih belum ideal,” ujar dia.

Namun, kata dia, proses menuju ke arah sana tidaklah mudah. Dibutuhkan political will yang kuat dari pemerintah.

Menurut Irfan, pilot project zakat pengurang pajak bisa dilakukan di Aceh yang memiliki Undang-Undang Otonomi Khusus. Di bawah UU Otonomi khusus itu dijelaskan zakat bisa dipakai sebagai pengurang pajak.

Misalnya seseorang memiliki pendapatan 10 juta dan memiliki beban pajak Rp1 juta. Maka, masyarakat Aceh cukup membayar pajak Rp750 ribu karena zakatnya Rp250 ribu.

“Dari situ kita bisa lihat bagaimana proses integrasi pajak dan zakat dalam kebijakan fiskal kita,” jelas dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menginginkan zakat dapat dikelola secara baik seperti pajak. Menurut dia, potensi penerimaan negara dari zakat tergolong besar namun nyatanya jumlah zakat yang dikumpulkan tak mencapai 2 persen.

Padahal, lanjut Menteri Sri, dana sosial Islam seperti zakat dan wakaf dapat menjadi sumber pendanaan inovatif untuk pembangunan berkelanjutan. Langkah ini didukung Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Pendapatan zakat secara nasional masih di bawah 10 persen dari potensi yang ada. Penerapan wacana ini mungkin bisa meningkatkan [pendapatan pajak]," ujar Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin di Jakarta, Selasa.

Menurut data Baznas, potensi zakat di Indonesia sekitar Rp217 triliun atau setara USD18 miliar per tahun. Ini berarti porsinya lebih dari 10 persen anggaran pemerintah.

Dana zakat dari masyarakat Indonesia, kata Irfan, bisa digunakan untuk membiayai program pengentasan kemiskinan dalam APBN. Daripada menggunakan dana utang, lebih baik program itu dibiayai oleh zakat.

“Karena mayoritas orang miskin itu juga muslim,” ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın