Trump disebut presiden zionis dan paling tidak memahami Palestina
Presiden Amerika kali ini dinilai akan mendapatkan nilai terburuk dalam penanganan masalah Palestina, kata seorang profesor AS

Washington DC
Safvan Allahverdi
WASHINGTON
Seorang politisi Amerika mengecam Presiden Donald Trump karena ketidakpeduliannya terhadap isu-isu yang dihadapi orang-orang Palestina.
Berbicara di sebuah panel yang diselenggarakan oleh Arab Center, sebuah organisasi think tank yang bermarkas di Washington, Profesor dari Georgetown University Michael Hudson mengatakan Trump adalah presiden "yang paling Zionis dan paling tidak memahami" ketika menyangkut masalah Palestina.
Hudson juga mengatakan Trump akan mendapatkan nilai terburuk di antara jajaran pemimpin AS dalam penanganan Palestina.
AS bermaksud untuk secara resmi merelokasi kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem pada tanggal 14 Mei bertepatan dengan peringatan 70 tahun pendirian Israel pada tahun 1948 - sebuah acara yang disebut oleh warga Palestina sebagai “Nakba” atau “Bencana Besar”, ketika lebih dari 700 ribu orang Palestina Arab melarikan diri atau diusir dari rumah mereka.
Trump memicu kecaman internasional pada Desember lalu ketika dia secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan bersumpah untuk merelokasi kedutaan besar Washington ke kota.
Profesor Universitas George Washington Ilana Feldman saat menjadi pembicara, mengatakan orang-orang Palestina yang harus meninggalkan rumah mereka setelah Nakba akan menjadi pengungsi di wilayah pendudukan dan negara-negara Arab tetangga, dan hal itu akan berkontribusi pada fragmentasi komunitas Palestina.
Dia menekankan bahwa PBB mendukung rakyat Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsi ini. Feldman juga mencatat bahwa organisasi-organisasi hak asasi manusia Palestina telah berupaya membantu mereka.
Zaha Hassan, warga Timur Tengah dari lembaga New America di Washington, juga menyoroti bahwa ada 80 ribu orang Arab di Gaza sebelum gelaran Nakba. Namun jumlah itu membengkak menjadi 200 ribu semalam, yang berarti mayoritas lebih dari 2 juta orang Palestina di Gaza adalah pengungsi atau keturunan mereka.
Mengkritisi komunitas internasional karena tidak cukup mengatasi krisis pengungsi di Gaza, Hassan menambahkan, bahwa ini telah memberi kejelasan tentang adanya pengungsian.
Ketegangan telah memuncak antara Palestina dan Israel di seberang perbatasan Gaza ketika warga Palestina mengadakan demonstrasi yang menuntut hak untuk kembali ke rumah mereka di Palestina, di mana mereka diusir pada tahun 1948 demi membuka jalan masuk untuk negara baru Israel.
Menurut angka Kementerian Kesehatan Palestina, sejak demonstrasi dimulai pada 30 Maret, setidaknya 47 demonstran Palestina telah tewas dan ratusan lainnya terluka.