Dunia

Trump akui Yerusalem sebagai ibu kota Israel

“Ini tidak lebih dari sekedar pengakuan akan kenyataan,” kata Trump.

Rıskı Ramadhan  | 07.12.2017 - Update : 07.12.2017
Trump akui Yerusalem sebagai ibu kota Israel

Washington

Michael Hernandez

WASHINGTON

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan AS secara resmi telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Rabu.

Dia juga telah memberikan arahan kepada Departemen Luar Negeri AS untuk memulai persiapan pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem, kota yang diklaim oleh warga Israel dan Palestina. Langkah ini diperkirakan akan memakan waktu beberapa tahun.

"Pengumuman saya hari ini menandai dimulainya sebuah pendekatan baru untuk konflik antara Israel dan Palestina," kata Trump di Gedung Putih.

"Tentu akan ada pertentangan dan perbedaan pendapat mengenai pengumuman ini -- namun kami yakin pada akhirnya, saat kami mengatasi pertentangan ini, akan ada pemahaman dan kerja sama yang lebih baik," kata dia.

Keputusan Trump ini bertentangan dengan kebijakan AS selama puluhan tahun, serta seluruh masyarakat internasional, kecuali Israel. Tidak ada negara lain yang memiliki kedutaan besar di Yerusalem. Hal ini juga cenderung menghalangi upaya untuk memulai kembali perundingan damai Israel-Palestina yang kini terhenti.

Langkah kontroversial Trump hampir pasti menggagalkan perundingan perdamaian antara Palestina dan Israel. Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara masa depan mereka. Daerah tersebut telah diduduki oleh Israel sejak 1967.

Partai Republik telah sejak lama menyatakan bahwa AS harus memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Yerusalem; namun hingga saat ini tidak ada pemerintahan AS yang mengambil langkah resmi untuk mengakui bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel.

Menurut Undang-undang Kedutaan Besar Yerusalem yang diadopsi Kongres AS pada tahun 1995, pemerintah AS perlu memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Namun pada masa kepresidenan Bill Clinton, George W. Bush dan Barack Obama, undang-undang tersebut ditunda setiap enam bulan sekali selama 21 tahun karena alasan “keamanan nasional”.

"Ada yang bilang mereka tidak memiliki keberanian, tapi mereka membuat penilaian terbaik berdasarkan fakta saat mereka memahaminya pada waktu itu," kata Trump merujuk pada para mantan presiden yang menandatangani penundaan.

"Setelah lebih dari dua dekade penundaan, kita tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel dan Palestina. Akan menjadi kebodohan jika menganggap bahwa mengulangi cara yang sama sekarang akan menghasilkan hasil yang berbeda atau lebih baik," tambah Trump.

Para pemimpin Palestina menyerukan "tiga hari kemarahan" untuk memprotes keputusan Trump.

Yerusalem adalah kota suci bagi umat Yahudi, Kristen dan Muslim, perubahan status kota yang diperebutkan tersebut mendapat tentangan keras.

Keputusan Israel untuk membatasi akses umat Muslim ke areal masjid al-Aqsa pada tahun 2015 memicu kekerasan jalanan antara warga Palestina dan pasukan keamanan Israel. Selain itu, keputusan Israel untuk memasang detektor logam di pintu masuk masjid awal tahun ini juga harus ditarik kembali setelah mendapat protes dari warga Palestina.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.