Dunia

Total dan Chevron tangguhkan pembayaran kepada junta Myanmar

Total adalah pemegang saham terbesar dengan 31,24 persen, sedangkan Chevron memegang 28 persen

Pizaro Gozali Idrus  | 27.05.2021 - Update : 28.05.2021
Total dan Chevron tangguhkan pembayaran kepada junta Myanmar Seorang demonstran yang terluka dibawa ke rumah sakit selama protes terhadap kudeta militer di Kota Hlaing Thar Yar, Yangon, Myanmar pada 14 Maret 2021. (Stringer - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Perusahaan minyak dan gas asal Prancis Total dan perusahaan energi Amerika Serikat Chevron memutuskan untuk menangguhkan pembayaran terkait usaha patungan dengan rezim militer Myanmar.

Dalam sebuah pernyataannya pada Rabu, Total memutuskan untuk menangguhkan semua distribusi uang tunai karena ketidakstabilan kondisi di Myanmar.

Keputusan ini juga dilakukan setelah melakukan pembicaraan dengan Chevron selaku pemegang saham.

Total adalah pemegang saham terbesar dengan 31,24 persen, sedangkan Chevron memegang 28 persen.

Perusahaan Thailand PTTEP memegang seperempat perusahaan sementara 15 persen dipegang oleh Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar (MOGE) yang dikendalikan militer.

MOGE menghasilkan pendapatan tahunan sekitar USD 1.0 miliar atau sekitar Rp14,3 triliun dari penjualan gas alam.

"Total mengutuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar dan menegaskan kembali, akan mematuhi setiap keputusan yang mungkin diambil oleh otoritas internasional dan nasional yang relevan, termasuk sanksi yang berlaku yang dikeluarkan oleh otoritas UE atau AS," kata Total dalam pernyataannya.

Sementara itu, Chevron mengatakan lrisis kemanusiaan di Myanmar membutuhkan tanggapan kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Myanmar.

Justice for Myanmar, sebuah kelompok aktivis, menyambut baik keputusan untuk menangguhkan pembayaran dividen, yang akan membatasi salah satu sumber pendapatan bagi junta.

"Tapi kami mencatat bahwa ini hanya sebagian kecil dari pendapatan yang diterima junta dari operasi Total di Myanmar, yang juga termasuk bagian pendapatan gas negara, royalti dan pajak pendapatan perusahaan," kata juru bicara Justice For Myanmar Yadanar Maung dalam sebuah pernyataan.

Kelompok masyarakat sipil melaporkan sebanyak 828 orang tewas dalam 115 hari sejak militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari 2021.

Berdasarkan laporan Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) pada Kamis dini hari, ada penambahan satu korban asal Magway yang tewas pada Selasa dan didokumentasikan pada Rabu.

Hingga 26 Mei 2021, AAPP mencatat 4.330 orang ditahan, di mana 102 orang di antaranya dijatuhi hukuman.

AAPP mengungkapkan seorang perempuan di Desa Taw Seint, Magway, tewas setelah terkena tembakan militer Myanmar.

​​​​​​​




Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın