Presiden Brasil kecam genosida Israel di Gaza selama KTT BRICS
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyerukan diakhirinya pendudukan Israel, dan pembentukan negara Palestina dan perdamaian di Ukraina saat blok tersebut bertemu di Rio

BOGOTA, Kolombia
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva membuka konferensi BRICS, dan mengkritik keadaan multilateralisme saat ini di tengah konflik global terkini selama pidato pembukaannya.
Berbicara di hadapan para pemimpin dari 11 negara BRICS di Rio de Janeiro pada hari Minggu, Lula menegaskan, "kita telah menyaksikan keruntuhan multilateralisme yang tak tertandingi," 80 tahun setelah kekalahan fasisme dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dia lebih lanjut memperingatkan bahwa "kemajuan yang diperoleh dengan susah payah, seperti rezim iklim dan perdagangan, sedang terancam."
Dalam pidatonya, Lula mengecam keras pemboman Israel di Gaza, dan mendesak dunia untuk campur tangan dan menghentikan apa yang disebutnya sebagai "genosida" Israel.
"Kita tidak bisa tetap acuh tak acuh terhadap genosida yang dilakukan Israel di Gaza, pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil tak berdosa, dan penggunaan kelaparan sebagai senjata perang," ungkapnya kepada para pemimpin yang berkumpul dari China, India, dan negara anggota lainnya.
Dia menambahkan bahwa penyelesaian konflik tersebut "hanya mungkin dilakukan dengan diakhirinya pendudukan Israel dan berdirinya negara Palestina yang berdaulat sesuai dengan batas wilayah tahun 1967."
Lula juga "mengecam pelanggaran integritas teritorial Iran" dan menekankan urgensi "memperdalam dialog langsung di Ukraina untuk mencapai gencatan senjata dan perdamaian abadi."
Dia mendesak kelompok BRICS untuk secara aktif mempromosikan perdamaian dan menengahi konflik internasional.
"Selalu lebih mudah berinvestasi dalam perang daripada dalam perdamaian," kata Lula, sambil menambahkan bahwa "ketakutan akan bencana nuklir telah kembali ke kehidupan sehari-hari."
Pemimpin sayap kiri Brasil itu semakin menegaskan pentingnya blok tersebut secara strategis dalam ekonomi global dan komitmennya terhadap model pembangunan yang dicirikan oleh keadilan, keberlanjutan, dan inklusivitas.
Dia menekankan potensi kelompok tersebut untuk mempelopori transformasi struktural dan meningkatkan kerja sama di antara negara-negara ekonomi berkembang.
"BRICS adalah pewaris Gerakan Non-Blok. Dengan adanya serangan terhadap multilateralisme, otonomi kita kembali terkendala," kata dia.
Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap blok tersebut jika mereka mencari alternatif dolar AS untuk perdagangan internasional.
Presiden China Xi Jinping tidak akan menghadiri KTT BRICS ini, yang menandai ketidakhadirannya yang pertama sejak menjadi pemimpin negaranya pada tahun 2012. Perdana Menteri CHina Li Qiang, akan hadir menggantikannya.
Presiden Rusia Vladimir Putin akan berpartisipasi melalui konferensi video.
Blok ini awalnya dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, dan Cina, dengan KTT pertama mereka diadakan pada tahun 2009.
Aliansi ini kemudian meluas hingga mencakup Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Secara kolektif, negara-negara BRICS kini mewakili lebih dari separuh populasi dunia dan menyumbang 40 persen dari output ekonominya.
Brazil telah mengidentifikasi enam prioritas strategis untuk KTT tersebut: kerja sama global dalam perawatan kesehatan; perdagangan, investasi dan keuangan; perubahan iklim; tata kelola untuk kecerdasan buatan; penciptaan perdamaian dan keamanan; dan pengembangan kelembagaan.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.