Pidato bersejarah di PBB, presiden Suriah berjanji bangun kembali Suriah, serukan dukungan dari dunia
Suriah sedang 'menulis babak baru dalam sejarahnya, yang diberi judul perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan,' kata presiden kepada Majelis Umum PBB

ISTANBUL
Presiden Suriah Ahmad Al-Sharaa pada Rabu mengatakan bahwa pihaknya sedang membangun kembali negaranya setelah bertahun-tahun mengalami konflik, dan menyerukan masyarakat internasional untuk mendukung proses pembangunan.
"Suriah saat ini sedang membangun kembali dirinya sendiri, dan sebagai negara beradab, ia layak menjadi negara hukum," ujar Sharaa kepada para pemimpin dunia dalam pidatonya yang bersejarah di Majelis Umum PBB, yang pertama kali dihadiri oleh seorang kepala negara Suriah sejak 1967.
Suriah sedang “menulis babak baru dalam sejarahnya, yang diberi judul perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan,” tambahnya dalam pidato yang berdurasi kurang dari sembilan menit.
Presiden menyampaikan rasa terima kasih kepada negara-negara yang mendukung Suriah selama masa-masa sulit, khususnya Turkiye, Qatar, Arab Saudi, semua negara Arab dan Islam, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa.
Sharaa selanjutnya menjanjikan komitmen Suriah terhadap Perjanjian Pelepasan 1974 dengan Israel, dan mendesak masyarakat internasional untuk menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Suriah.
“Kami menyerukan kepada dunia untuk berdiri bersama kami dalam menghadapi bahaya ini,” ujar dia.
Sharaa mengatakan rakyat Suriah telah menanggung kengerian di bawah rezim Bashar al-Assad.
“Rezim sebelumnya, dalam perang melawan rakyat kami, menggunakan alat-alat penyiksaan dan pembunuhan yang paling mengerikan: bom barel, senjata kimia, penyiksaan di penjara, pemindahan paksa, menebar pertikaian sektarian dan etnis, dan bahkan narkotika sebagai senjata melawan rakyat kami dan dunia,” tekan dia.
Rezim yang digulingkan itu “menyandera negara kita yang indah, membunuh hampir satu juta orang, menyiksa ratusan ribu orang, menggusur sekitar 14 juta orang, dan menghancurkan hampir dua juta rumah di atas kepala penduduknya,” tambah presiden Suriah.
"Populasi rentan menjadi sasaran senjata kimia dalam lebih dari 200 serangan yang terdokumentasi. Ya, perempuan, anak-anak, dan remaja kita menghirup gas beracun," kata Sharaa.
Dia menunjukkan bahwa apa yang terjadi adalah “konfrontasi yang menjatuhkan rezim kriminal…. dalam pertempuran yang tidak menyebabkan pengungsian, tidak ada kematian warga sipil, dan dimahkotai dengan kemenangan yang bebas dari dendam atau permusuhan, yang melaluinya rakyat mendapatkan kembali hak-hak mereka.”
“Melalui kemenangan ini, Suriah telah bertransformasi dari negara yang mengekspor krisis menjadi peluang bersejarah untuk membangun stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan bagi Suriah dan seluruh kawasan,” ujar Sharaa.
Presiden Suriah tiba di New York pada hari Minggu bersama beberapa menteri untuk mengambil bagian dalam pertemuan tahunan PBB, yang mengakhiri hampir enam dekade ketidakhadiran Suriah di forum tertinggi badan dunia tersebut.
Suriah telah memboikot Majelis di tingkat presidensial sejak perang Arab-Israel 1967, ketika Israel menduduki Dataran Tinggi Golan. Damaskus telah lama menuduh PBB dan lembaga internasional lainnya berpihak pada Israel karena dukungan dari AS dan sekutu Baratnya.
Pemimpin Suriah terakhir yang menghadiri KTT PBB adalah mantan Presiden Nureddin al-Atassi, yang menjabat dari tahun 1966 hingga 1970.
Sejak penggulingan Assad pada akhir tahun 2024, pemerintahan baru Suriah telah menjalankan reformasi politik dan ekonomi sambil mempromosikan kohesi sosial dan berupaya memperluas kerja sama dengan mitra regional dan internasional.
Assad, pemimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia pada Desember lalu, mengakhiri rezim Partai Baath, yang telah berkuasa sejak 1963. Pemerintahan transisi baru Sharaa dibentuk pada Januari.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.