Kesaksian pria Suriah yang disiksa di penjara Assad: Saya pikir saya sudah mati
Muhammad Ahmad Ammar ditahan oleh tentara Assad selama tiga tahun setelah membayar kesalahannya di posmiliter, dan menghadapi siksaan yang ekstrim

Ankara
Mohamad Misto dan Adham Kako
ISTANBUL
"Saya pikir saya sudah mati ketika mereka mencabut kuku jari kaki dan memasukkan kaki ke dalam air es," kenang Muhammad Ahmad Ammar.
Muhammad Ahmad Ammar adalah lelaki Suriah, dia menceritakan penyiksaan penyiksaan luar biasa yang ia alami saat dipenjara oleh rezim Suriah selama lebih dari tiga tahun.
Pria berusia 29 tahun ini menyerah kepada pasukan rezim pada 2010 kemudian dihukum untuk melayani pihak militer, namun dia tidak menerima surat-surat pembebasannya, hingga akhirnya menyelesaikan hukumannya pada Oktober 2011 silam, beberapa bulan setelah dimulainya perang saudara.
Saat itu dia mulai berpikir untuk desersi, dan Ammar --biasa dia disapa-- meminta bantuan keluarga untuk melarikan diri.
"Pada bulan April 2012, seseorang dari desaku menelepon. Mereka bilang akan mengeluarkan aku dari sana dan pulang ke desa," kata Ammar pada Anadolu Agency, sambil menambahkan dia menerima tawaran itu, meskipun hal tersebut tidak mungkin
"Alasannya daerah yang saya layani, Jabal al-Sheikh, dekat perbatasan Israel. Jadi hampir tidak mungkin untuk melarikan diri di sana," tambahnya.
Ammar mengatakan dia dibawa ke kamar kolonel dalam waktu 12 jam setelah panggilan telepon tersebut.
Saat itu dia sadar kalau pembicaraannya ternyata disadap.
"Saya tidak pernah mengira mereka akan merekam panggilan telepon," kata Ammar, sambil menekankan kalau dia dan sang kolonel bahkan tidak saling kenal.
Ammar mengatakan dia kemudian mengaku untuk menghindari penyiksaan, akan tetapi tentara tetap mengikat tangannya ke belakang sebelum akhirnya dia dipukuli sambil diinterogasi.
"Mereka mencabut kuku saya dan mencambuk [kaki saya] lebih dari 2.000 kali. Saya pikir saya sudah mati ketika mereka memasukkan kaki saya ke dalam air es," kenangnya.
Hari-hari di Damaskus
Ammar mengatakan dia dikirim ke unit keamanan di kota Sa'sa di barat daya ibu kota Damaskus, tempat dia diinterogasi tentang rencana pelariannya dan siapa yang membantu pelariannya.
"Mereka menyiksa saya habis-habisan sehingga saya akhirnya mengakui kejahatan yang tidak saya lakukan." kata Ammar.
Para tentara memberitahu Ammar untuk mengakui hal tersebut dan meyakinkan Ammar bahwa dia akan dibebaskan dalam beberapa bulan.
Ammar menambahkan dia dipaksa bekerja di unit keamanan dan menyaksikan penyiksaan terhadap tahanan lainnya.
"Mereka menyiksa para tahanan dengan alat kejut listrik yang diletakkan di organ seksual mereka. Mereka membawa seorang pemuda ke kamar kami. Dia baik-baik saja saat datang, dan pada hari berikutnya dia dipukuli habis-habisan sehingga sekujur tubuhnya bengkak," kata Ammar lagi.
Para tentara itu kemudian menyuruh Ammar dan teman-temannya untuk tidak berbicara pada pemuda tadi
Ammar mengatakan dia dipindahkan ke unit keamanan yang baru ketika salah satu teman selnya disiksa sampai mati.
Setelah itu, katanya, dia dipindahkan lagi ke sel yang begitu kecil dan sempit bekas sel seorang pemuda dari Aleppo yang meninggal karena kekurangan udara.
"Tergantung dari langit-langit, mendapat sengatan listrik, kurungan isolasi, penyiksaan roda ... Saya telah melihat segala [jenis penyiksaan]," kata Ammar, menambahkan bahwa korban penyiksaan sering ditutup matanya dalam beberapa kasus.
Penyiksaan di Penjara Saydnaya
Ammar kemudian dikirim ke Penjara Saydnaya, sekitar 18 kilometer (11 mil) dari perbatasan Lebanon.
Di sana Ammar tinggal selama 14 bulan di salah satu pusat penyiksaan rezim Suriah yang paling terkenal sebelum muncul di pengadilan militer.
"Kami melihat penyiksaan dengan [kejutan listrik], roda dan alat-alat lainnya, mereka akan memukul secara brutal dan acak, hingga kami akan kelelahan," kenangnya.
"Saya dibebaskan setelah mendapatkan amnesti pada Juli 2014. Sebenarnya, hakim telah menuduh saya atas tuduhan palsu, termasuk konspirasi terhadap negara," kata Ammar seraya menambahkan bahwa ia dikirim ke unit disiplin di Tadmur di Homs barat. provinsi, karena dia adalah seorang prajurit.
Menurut Ammar, mereka dikirim kembali ke Damaskus ketika teroris Daesh menyerang Tadmur.
Mereka kemudian dikirim ke suatu daerah di Homs, dan ke Deir ez-Zor .
"Saya melarikan diri setelah saya dikirim ke Deir ez-Zor dengan menyuap petugas rezim sebesar USD2.200 dan dibantu kerabat saya," kata Ammar.
Itu adalah cara yang dia dilakukan hingga akhirnya bertemu kembali dengan keluarganya di provinsi barat laut Idlib.
* Ditulis oleh Sena Guler