Dunia

Israel sedang bersiap usir warga Palestina dari Jalur Gaza dengan skema 'migrasi sukarela'

Israel terus melakukan pembersihan etnis di Jalur Gaza dengan memindahkan penduduk Jalur Gaza, awalnya ke wilayah selatan Gaza dan kemudian ke negara lain

Enes Canlı, Faruk Hanedar  | 09.07.2025 - Update : 17.07.2025
Israel sedang bersiap usir warga Palestina dari Jalur Gaza dengan skema 'migrasi sukarela'

YERUSALEM

Pemerintahan Benjamin Netanyahu sedang bersiap menerapkan pemindahan paksa warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara lain, meski ada laporan tentang kemungkinan gencatan senjata yang diumumkan selama pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Netanyahu di Gedung Putih.

Negosiasi secara tidak langsung antara Hamas dan Israel soal gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan berlanjut di Doha.

Pada 11 Juli, Hamas memberi tahu para mediator bahwa mereka telah menanggapi tawaran tersebut secara "positif", tetapi meminta perubahan pada beberapa ketentuan.

Tuntutan Hamas itu di antaranya adalah mengubah lokasi penempatan tentara Israel di Jalur Gaza selama gencatan senjata.

Hamas menuntut Israel menarik diri dari Jalur Gaza, sebagaimana ditetapkan dalam kesepakatan yang dicapai pada 19 Januari. Namun, menurut Israel, Israel berkeinginan tetap berada di Koridor Morag, wilayah antara kota Rafah dan Khan Yunus di selatan Jalur Gaza.

Netanyahu menekankan bahwa mereka ingin mempertahankan kendali atas wilayah itu, bahkan jika gencatan senjata tercapai, dan ini merupakan salah satu aspek rancangan perjanjian yang paling ditentang keras oleh Hamas, karena dengan mempertahankan kendali atas koridor Morag, Israel juga mengisolasi Rafah dari wilayah lainnya di Jalur Gaza.

Saat negosiasi gencatan senjata terus berlanjut, Israel dilaporkan sedang bersiap untuk mendirikan kamp-kamp penahanan di selatan Jalur Gaza dengan kedok yang disebut "kota untuk bantuan kemanusiaan" guna menampung warga Palestina sebelum mereka dideportasi ke negara ketiga.

Dalam pertemuan terakhirnya di Gedung Putih, Netanyahu meninjau rencana Trump pada Januari untuk mendeportasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara ketiga.

Netanyahu, yang berpendapat bahwa warga Palestina yang ingin meninggalkan Jalur Gaza harus diberi "kebebasan memilih," menyatakan bahwa mereka bekerja sama erat dengan pemerintahan Trump untuk menemukan negara ketiga tempat warga Palestina dapat dikirim dan mengisyaratkan bahwa mereka akan segera mencapai kesepakatan dengan beberapa negara tersebut.

Trump juga mengatakan bahwa Israel mempertahankan kerja sama yang erat dengan negara-negara tetangganya, dan menyebut “sesuatu yang baik akan terjadi.”

Perselisihan antara Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dan Kepala Staf Pertahanan Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, mendominasi rapat kabinet Israel pada 5 Juli.

Perselisihan tersebut meletus setelah Netanyahu memerintahkan pembangunan "kota untuk bantuan kemanusiaan" di Rafah.

Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz mengumumkan bahwa dia telah menginstruksikan Zamir untuk menyusun rencana pembangunan kota tersebut di Rafah.

Katz menjelaskan bahwa rencana tersebut bertujuan untuk mendeportasi 600.000 warga Palestina ke wilayah tersebut pada tahap awal, dan selanjutnya semua warga Palestina di Jalur Gaza akan dipindahkan. Untuk mencapai tujuan ini, mereka akan membangun "kota tenda".

Katz menekankan bahwa warga Palestina yang memasuki wilayah tersebut melalui pos pemeriksaan tidak akan pernah bisa kembali ke bagian lain Jalur Gaza, dan dia mengatakan bahwa hal ini penting bagi tujuan Israel untuk mengusir warga Palestina ke negara lain dengan dalih "migrasi sukarela".

Diduga Yayasan Bantuan Kemanusiaan Gaza (GAF), yang konon merupakan mekanisme distribusi bantuan kemanusiaan AS-Israel, akan mendirikan "kamp konsentrasi" di Gaza selatan tempat warga Palestina akan ditahan sebelum dideportasi ke negara lain.

Sejak 27 Mei, setelah FGA mendirikan titik distribusi bantuan pangan di wilayah tersebut, sekitar 800 warga Palestina telah ditembak mati oleh tentara Israel saat mencoba menerima bantuan.

Ada kekhawatiran bahwa "kamp konsentrasi" baru, yang didirikan oleh Israel di Jalur Gaza selatan dengan dalih "zona kemanusiaan", dapat menjadi "kamp kematian" bagi warga Palestina.

Pada Januari lalu, Trump mengusulkan deportasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara lain. Menyusul pernyataan Trump tersebut, Israel mengumumkan bahwa mereka telah mulai berupaya melaksanakan proposal tersebut dan telah menghubungi beberapa negara.

Israel terus berupaya melakukan pembersihan etnis dengan mengirim penduduk Jalur Gaza, pertama ke selatan dan kemudian ke negara lain, dengan dalih "migrasi sukarela".

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın