Dubes AS sebut Turkiye adalah kunci jalan baru menuju perdamaian di Timur Tengah
'Kami selalu menganggap Turkiye sebagai sekutu NATO yang hebat,' kata Duta Besar AS untuk Ankara Tom Barrack kepada Anadolu

ISTANBUL/IZMIR
Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Turkiye Tom Barrack menekankan peran penting Ankara dalam dinamika regional, dengan mengatakan, "Israel perlu didefinisikan ulang, dan sedang dalam proses pendefinisian ulang. Dan apa yang baru saja terjadi antara Israel dan Iran adalah kesempatan bagi kita semua untuk berkata, hentikan waktu, mari kita ciptakan jalan baru. Turkiye adalah kunci dalam jalan baru itu."
Berbicara kepada Anadolu, Barrack, yang juga merupakan perwakilan khusus AS untuk Suriah, menceritakan hubungan pribadinya yang mendalam dengan Turkiye.
Mengenang kakeknya yang berimigrasi ke Amerika pada 1900 dengan paspor Ottoman, dia menyebut “Memiliki anugerah dan hak istimewa untuk kembali ke tempat asal DNA saya, sebagai diplomat senior untuk Presiden (Donald) Trump ... itu hanyalah sebuah hak istimewa.”
Barrack berbicara tentang hubungan AS-Turkiye dan perkembangan terkini di Timur Tengah. duta besar AS itu mengatakan Presiden Trump dan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan, serta Menteri Luar Negeri Turkiye Hakan Fidan dan Menlu AS Rubio memiliki hubungan yang baik.
"Kami memulai dengan kedekatan dan pemahaman bahwa keempat orang tersebut, kedua presiden dan kementerian luar negeri, memiliki hubungan kepercayaan pribadi satu sama lain di saat yang sangat, sangat penting dalam sejarah," ujar dia.
Mengungkapkan Trump dan Erdogan telah berbicara dua kali melalui telepon baru-baru ini, Barrack mengatakan hal ini membantu membangun kepercayaan dan keyakinan di antara mereka.
Barrack menekankan bahwa era baru yang dibentuk di Timur Tengah dan Timur Dekat sedang berlangsung, dia mencatat bahwa AS selalu menganggap Turkiye sebagai sekutu utama NATO.
'Pemain regional utama'
Barrack menyatakan bahwa Trump dan Erdogan memandang situasi ini sebagai peluang untuk mengubah dialog, dengan mengatakan: "Dialog di Timur Tengah membutuhkan kepemimpinan; dibutuhkan kepemimpinan yang kuat."
"Menjelang pertemuan NATO ini, kami selalu menganggap Turkiye sebagai sekutu NATO yang hebat. Namun menurut pendapat saya, Turkiye tidak pernah mendapatkan peningkatan relevansi yang seharusnya dimilikinya sebagai pemain regional yang besar," ujar dia, merefleksikan peran Turkiye dalam NATO.
Saat menggambarkan momen selama pertemuan puncak NATO, Barrack menyebut: "Dari situ, melihat foto keluarga NATO dan Presiden Erdogan berdiri tepat di sebelah Presiden Trump, dan Anda dapat melihat Presiden Trump, yang sangat emosional di dalam—sebenarnya manis, baik, lembut—tetapi biasanya tidak menunjukkannya dalam suasana yang penuh kekuasaan, ketika mereka berjabat tangan... Maksud saya, ini adalah momen yang menakjubkan. Mereka benar-benar saling menyukai."
Berbicara tentang kekacauan yang sedang berlangsung di Timur Tengah, dia mengatakan, "Kita berada di masa di Timur Tengah di mana semua negara di kawasan ini mendambakan solusi. Kita telah mengalami kebingungan selama 100 tahun, kebingungan yang sebagian besar disebabkan oleh Barat, oleh campur tangan Barat, yang selalu berusaha untuk ikut campur."
Menyoroti bahwa F-16 dan F-35 merupakan komponen penting bagi sekutu NATO, Turkiye, Barrack mencatat bahwa sebagian besar komponen F-35 diproduksi di Turkiye.
Dia menekankan bahwa Turkiye telah membayar F-16 dan modernisasinya, dan berbagi beberapa cerita dari periode ketika sanksi CAATSA diterapkan.
Barrack juga menggarisbawahi pentingnya memperdalam kerja sama strategis, khususnya di bidang pertahanan.
Dia mengakui bahwa isu F-35 telah menjadi topik perdebatan yang sudah berlangsung lama, dan dia menyatakan bahwa kedua pihak kini berupaya untuk “menyisihkannya” dan menyatakan keinginan untuk “memulai dari awal.”
“(Kongres) AS bersedia untuk meninjaunya kembali. Presiden Erdogan dan Menteri Luar Negeri Fidan melakukan hal yang sama dan berkata, 'mari kita mulai dari awal' ... Saya kira yang akan Anda lihat adalah Presiden Trump, Presiden Erdogan, akan memberi tahu Menteri Luar Negeri Rubio dan Menteri Luar Negeri Fidan, 'akhiri, cari jalan keluarnya, dan akhiri', dan Kongres akan mendukung kesimpulan yang cerdas. Jadi, keyakinan saya ada pada akhir tahun, kita memiliki kemungkinan untuk menemukan solusi," kata dia
Mengenai isu F-35, F-16, dan S-400, Barrack menambahkan: “Jadi saya pikir apa yang akan Anda lihat dalam beberapa bulan ke depan adalah dimulainya kembali pertemuan antara kedua presiden dan kedua menteri luar negeri kita, agenda bilateral—semua hal ini telah dibahas selama lima tahun. F-35, F-16, S-400, sanksi, tarif adalah hal sekunder dari misi kita.”
"Untuk pertama kalinya, sepanjang ingatan saya, Anda memiliki komitmen Amerika dan komitmen Turkiye untuk mengatakan: alih-alih hanya menjadi mitra pertahanan, mari kita menjadi mitra penyerang. Bagaimana kita membantu orang Turkiye, dan bagaimana kita menciptakan lebih banyak pengertian dengan penduduk Amerika?" ujar dia.
Dia juga memuji pencapaian Turkiye dalam industri pertahanan, khususnya mencatat keberhasilan global drone TB2 dan Bayraktar buatan Baykar, dan menggambarkan Turkish Airlines sebagai salah satu maskapai penerbangan terbaik di dunia.
Barrack juga berbagi pemikirannya tentang kota Izmir di Laut Aegea, Turkiye, dengan mengatakan: "Bagi saya, Izmir adalah contoh bagaimana Anda memadukan semua komunitas ini, di mana orang Yahudi hidup berdampingan dengan orang Muslim dan orang Kristen."
"Jadi, saya melihat ini sebagai contoh nyata dari apa yang perlu terjadi di Timur Tengah dan dunia, yaitu perpaduan budaya, pemikiran, sudut pandang, tanpa ketamakan, tanpa keserakahan, tanpa permusuhan, dan saya pikir Turkiye dapat menjadi titik pusat dari semuanya, seperti yang Anda lihat di Suriah. Namun," kata duta besar AS.
Kesepakatan Suriah-Israel mungkin
Ketika ditanya apakah kesepakatan dapat dilakukan antara Suriah dan Israel, Barrack menjawab: "Harapan saya adalah, iya, mereka perlu mencapai kesepakatan di beberapa titik."
Dia mencatat bahwa Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa telah menjabat selama enam bulan dan mengingat kembali pertentangan historis Israel terhadap negara Suriah. Barrack mengatakan al-Sharaa telah secara terbuka menyatakan bahwa dia tidak membenci Israel, tidak memendam permusuhan agama, dan menginginkan perdamaian di perbatasan.
"Saya tahu Israel menginginkan hal yang sama. Saya pikir yang akan Anda lihat adalah dimulainya dialog lintas batas mengenai isu perbatasan yang lebih sederhana yang dapat mereka sepakati, dan bagaimana kita mendapatkan perbatasan yang stabil?" kata dia.
"Mengapa kita tidak bisa hidup damai? Dan apa pun praktik keagamaan saya, praktik keagamaan saya, dan saya akan melakukannya dengan damai... Saya pikir Anda akan melihat Suriah sebagai eksperimen untuk menyelesaikan ini secepat mungkin," tambah Barrack.
Dia menekankan bahwa transformasi diperlukan untuk memberi Suriah kesempatan dan mengingat kembali dukungan Presiden Erdogan untuk al-Sharaa. Barrack menambahkan: “Jadi, mendukung pemerintah itu sekarang tanpa mengganggu pemerintah adalah kuncinya. Namun, masa depan mereka adalah menyingkirkan semua musuh di semua perbatasan mereka.”
Ketika ditanya tentang posisi AS terkait integrasi timur laut Suriah dan peran kelompok yang disebutnya sebagai Pasukan Demokratik Suriah (SDF), Barrack mengatakan Trump dan Rubio telah menyatakan pandangan mereka dengan jelas. "Hanya akan ada satu negara bangsa yang akan menjadi lawan bicara, yaitu pemerintah Suriah," ungkap dia.
“SDF, yang memiliki komponen dari apa yang kami sebut PKK/YPG, bertempur di sisi Amerika dan misi mereka serta melawan ISIS (Daesh),” kata dia, sambil menambahkan bahwa “SDF harus berintegrasi, baik secara militer maupun politik ke dalam Suriah yang baru … seperti halnya kaum Alawi, seperti halnya kaum Druze, seperti halnya komunitas lain yang tengah mencari perwakilan.”
Barrack mengatakan bahwa proses seperti itu membutuhkan waktu.
Timur Tengah siap untuk dialog baru
Ketika ditanya tentang pernyataan Perwakilan Khusus AS Steve Witkoff bahwa banyak negara siap bergabung dengan Kesepakatan Abraham meskipun konflik Gaza sedang berlangsung, Barrack memuji upaya luar biasa Witkoff dalam menangani isu-isu rumit.
Dia menekankan bahwa Israel memiliki banyak peluang untuk membangun persatuan dengan dunia Muslim. Barrack juga menyoroti pentingnya perjanjian awal yang dibuat oleh Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan dalam memajukan proses ini.
Barrack mengingat larangan perjalanan tahun 2015 terhadap negara-negara Muslim dan bagaimana larangan itu akhirnya berujung pada Perjanjian Abraham. Dia mengatakan perjalanan luar negeri pertama Trump direncanakan ke Riyadh pada tahun 2016, yang meletakkan dasar bagi dialog antara Israel dan negara-negara Teluk Arab.
Dia menggambarkannya sebagai “dialog antara Israel dan negara-negara Teluk Arab,” dan mengatakan “sangat sulit untuk memperluas dialog tersebut di tengah kontroversi dengan Gaza.”
Menekankan bahwa semua pihak bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik, Barrack mengatakan: “Jadi, saya yakin mereka akan menyelesaikan masalah. Kita akan melihat gencatan senjata di Gaza dalam waktu dekat. Saya pikir kita memiliki tim yang tepat untuk itu.”
Dia menekankan bahwa Turkiye dan Israel pernah memiliki hubungan yang kuat dan bahwa rekonsiliasi semacam itu mungkin terjadi lagi, sambil menekankan bahwa agama bukanlah akar penyebab konflik.
Dia menambahkan: "Ini adalah kesalahpahaman tentang keinginan teritorial."
Barrack juga menyatakan harapan untuk dialog baru tidak hanya antara Suriah dan Israel tetapi juga antara Lebanon dan Israel.
“Saya pikir Timur Tengah siap untuk berdialog lagi. Kami memiliki pemimpin yang hebat di kedua belah pihak. Rakyat sudah bosan dengan cerita lama yang itu-itu saja, dan saya pikir Anda akan melihat, dalam langkah-langkah kecil, semua orang mulai bergerak kembali ke Perjanjian Abraham—terutama saat situasi Gaza mereda,” ungkap dia.