Amnesty International: Kebebasan pers di Afrika Selatan terancam
Selama tahun 2018, otoritas di Madagaskar, Mozambik, Zambia, dan Zimbabwe berusaha memberangus wartawan dan membatasi kebebasan berekspresi

South Africa
Hassan Isilow
JOHANNESBURG
Beberapa negara di Afrika selatan terus-menerus melakukan pelanggaran kebebasan pers dengan memenjarakan wartawannya.
Direktur Regional Amnesty International Afrika Selatan Deprose Muchena mengatakan kelompoknya mendokumentasikan beberapa kasus selama tahun 2018, di mana otoritas di Madagaskar, Mozambik, Zambia, dan Zimbabwe berusaha memberangus wartawan dan membatasi kebebasan berekspresi.
Menurut Muchena, wartawan dianiaya atau dipenjara karena pekerjaan mereka.
"Serangan ini merusak esensi masyarakat bebas, di mana wartawan harus dapat melakukan pekerjaan mereka tanpa takut intimidasi, pelecehan, atau serangan lainnya," kata Muchena.
Laporan tersebut mengutip contoh-contoh kasus di semua negara di kawasan itu, termasuk Zambia, di mana Pemimpin Redaksi Surat Kabar Rainbow Derrick Sinjela ditangkap pada Desember lalu dan dijatuhi hukuman penjara selama 18 bulan karena menerbitkan sebuah opini yang ditulis oleh seorang aktivis.
Sementara itu, jurnalis investigasi Estacio Valoi diculik oleh militer Mozambik dan ditahan selama dua hari pada Desember lalu.
Dia dituduh memata-matai dan bersekongkol dengan kelompok-kelompok militan di Mozambik.
Selain Valoi, Fernand Cello menghabiskan hampir dua tahun di penjara Madagaskar setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan palsu terkait pekerjaannya. Bulan lalu akhirnya dia dibebaskan lewat pengadilan banding.
Di Zimbabwe, polisi menggerebek ruang redaksi situs berita online dan menembakkan gas air mata ke seorang wartawan karena merekam personel keamanan yang mengusir paksa pedagang kaki lima di ibu kota.
"Semangat dan kebebasan pers sangat penting untuk hak asasi manusia," kata Muchena dalam laporan itu. "Wartawan seharusnya tidak diperlakukan sebagai musuh negara," tambah dia.