Budaya

Lasem yang istimewa bagi peranakan Tionghoa

Dulu, Lasem adalah tempat tujuan utama imigran Tiongkok. Kini yang tersisa hanya sejarah yang membeku dalam waktu

Astudestra Ajengrastrı  | 16.02.2018 - Update : 17.02.2018
Lasem yang istimewa bagi peranakan Tionghoa Perayaan kembang api saat malam perayaan tahun baru Imlek 2659 di Kelenteng Poo An Bio, Lasem, Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 16 Februari 2018. Persembayangan kepada dewa dan leluhur dilakukan setiap tahunnya di Kelenteng Poo An Bio yang merupakan kelenteng yang berdiri pada tahun 1740 tersebut. ( Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

Astudestra Ajengrastri

JAKARTA

Perayaan pergantian tahun di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Kamis malam lalu berlangsung syahdu. Di Kelenteng Poo An Bio yang konon dibangun pada 1740, tampak beberapa warga keturunan Tionghoa berdoa.

Di altar utama kelenteng ini, diletakkan patung Kong Tik Cun Ong, dewa pelindung orang-orang yang merantau. Keberadaan patung ini menunjukkan, betapa Lasem adalah tempat tujuan para imigran Tiongkok saat mereka berlabuh ke Indonesia, beratus tahun lalu.

Usai berdoa, perayaan Imlek dilanjutkan dengan nyala-nyala kembang api. Tak mewah memang, namun di Lasem, ini istimewa.

Kebanyakan dari mereka yang datang berdoa ke Kelenteng Poo An Bio mengenakan batik Lasem, yang motifnya merupakan percampuran pengaruh Tionghoa dan Jawa. Sama seperti motif batik itu, banyak elemen di Lasem adalah percampuran kedua budaya Tionghoa dan Jawa.

Lao Sam, begitu dulu Lasem disebut, adalah satu dari tiga tempat terbesar berkembangnya imigran dari Tiongkok di Pulau Jawa pada abad ke-14 sampai 15. Dua wilayah lainnya adalah Sampotoalang (Semarang) dan Ujung Galuh (Surabaya).

Ketika itu, pelabuhan-pelabuhan di kota-kota sepanjang Jawa menghadap ke Laut Tiongkok Selatan, menjadikannya pintu terdepan masuknya imigran yang datang dengan jung-jung dari Timur Jauh.

Setelah lempar sauh di Lasem, orang-orang Tiongkok menetap dan menikah dengan warga setempat. Dikutip dari buku Liem Twan Djie, Perdagangan Perantara Distribusi Orang-Orang Cina di Jawa (1995), para imigran ini tak hanya berdagang, tapi juga menjadi petani, pengurus usaha bangsawan Jawa, dan pengusaha tanah pemerintah Belanda.

Jejak ini bisa dilihat dari berbagai bangunan lama bergaya Tionghoa yang sampai sekarang masih terserak di Lasem.

Dulunya, Lasem adalah sebuah kerajaan kecil di bawah Kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Timur. Namun pada 1679, Lasem diserang oleh VOC yang ingin memonopoli perdagangan. Tahun-tahun setelahnya, Lasem terjebak pada pusaran konflik perebutan kekuasaan ini.

Namun berbagai kitab dan prasasti menyebutkan, warga Jawa dan Tionghoa di Lasem saling dukung untuk mengusir penjajah. Karena itulah, kelenteng-kelenteng didirikan untuk menghormati perjuangan mereka yang berdarah Tionghoa, namun telah menganggap Lasem sebagai rumahnya.

Lasem masa kini masih menyandang nama Petit Chinois atau “Tiongkok Kecil”, meski penduduk peranakan Tionghoa sudah tak lagi banyak ditemui di sana.

Lasem juga sekarang dikenal sebagai Kota Santri karena banyaknya pondok pesantren, selain banyaknya makam ulama-ulama karismatik yang dimakamkan di kecamatan ini.

Dua julukan itu sama-sama cocok menggambarkan Lasem, melihat bagaimana kedua tradisi berpadu secara harmonis di sana.

Karena sebab inilah, Lasem istimewa.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.