Dunia, Analisis

PBB diguncang kasus pembocoran nama aktivis oposisi China

Komisi Hak Asasi Manusia PBB mengklaim tindakan kontroversial penyerahan nama para aktivis sudah berakhir pada 2015, namun email rahasia malah menunjukkan praktik tersebut masih terus berlanjut

Muhammad Abdullah Azzam  | 18.01.2021 - Update : 19.01.2021
PBB diguncang kasus pembocoran nama aktivis oposisi China Sidang Umum PBB (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Bayram Altug, Serife Cetin

JENEWA

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) masih terus membagikan nama-nama oposisi pemerintah China, termasuk aktivis Uighur, yang mengikuti kegiatan PBB, menurut beberapa dokumen yang diperoleh Anadolu Agency.

Meski OHCHR membantah tuduhan tersebut, namun beberapa email intra karyawan OHCHR serta siaran pers dan wawancara telah menunjukkan bahwa kantor tersebut sebelumnya telah menyerahkan nama-nama para aktivis kepada pemerintah China.

Organisasi hak asasi manusia, termasuk "UN Watch" dan "Human Rights Watch (HRW)", berpendapat bahwa tindakan PBB itu tidak hanya membahayakan nyawa para aktivis dan oposisi China, tetapi juga mengancam keselamatan keluarga dan kerabat mereka.

Tuduhan itu terungkap setelah seorang pengacara di OHCHR melaporkan masalah itu ke pihak berwenang dan pengadilan serta membagikannya di Twitter.

Pengacara itu pada Selasa lalu mengatakan dalam sebuah posting di Twitter bahwa dia dapat dipecat setelah menuduh atasannya membagikan nama-nama oposisi pemerintah China yang mengambil bagian dalam kegiatan PBB.

Berbicara kepada Anadolu Agency, Emma Reilly mengatakan dirinya sudah bekerja di divisi Dewan Hak Asasi Manusia PBB sejak 2012 sampai dia mengetahui bahwa kantor tersebut telah menyerahkan informasi rahasia itu kepada pemerintah China pada 2013.

"Saya dipindahkan dari divisi itu (Dewan Hak Asasi Manusia), tanpa persetujuan saya, agar saya tak lagi memiliki akses ke bukti-bukti," kata dia kepada Anadolu Agency.

Email internal PBB konfirmasi penyerahan nama

Reilly membagikan email kepada karyawan yang bekerja di OHCHR, serta mengkonfirmasikan bahwa badan PBB itu telah menyerahkan nama-nama para aktivis.

Dalam email yang dibuat pada 7 September 2012, seorang diplomat dari Kantor Perwakilan China untuk PBB di Jenewa, mengirimkan daftar ke petugas penghubung LSM di OHCHR untuk menanyakan apakah seseorang dari daftar tersebut telah meminta akreditasi rapat sesi ke-21.

Sementara Human Rights Council (HRC) menyebut hal ini sebagai "praktik biasa".

Sebagai imbalannya, petugas tersebut menyerahkan dua nama, Dolkun Isa dan He Geng, kepada seorang diplomat China.

Dalam email lain pada 2013, diplomat China itu kembali ingin mengonfirmasi nama-nama dalam daftar yang akan menghadiri sesi tersebut, dan berterima kasih kepada kantor OHCHR atas kerjasamanya.

Perwakilan China bahkan mengirimi mereka undangan makan siang.

Juru Bicara OHCHR Rupert Colville mengatakan bahwa praktik pembocoran ini sudah dihentikan sejak 2015.

Sementara itu, siaran pers OHCHR pada 2017 menegaskan bahwa perwakilan China sering meminta kantor PBB itu untuk mengkonfirmasi apakah nama-nama tertentu menghadiri kegiatan mereka.

“Pihak berwenang China, dan lainnya, secara teratur menanyakan Kantor Hak Asasi Manusia PBB, beberapa hari atau seminggu sebelum pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia, apakah delegasi LSM tertentu menghadiri sesi yang akan datang. Kantor tak pernah mengkonfirmasi informasi ini sampai proses akreditasi secara resmi berjalan, dan sampai dipastikan tak ada risiko keamanan yang jelas,” kata pernyataan pers pada 2017.

Reilly ungkap PBB masih melanjutkan praktiknya

Emma Reilly menegaskan bahwa kantor PBB masih melanjutkan praktik kontroversial ini.

“Saya sebenarnya tidak punya pekerjaan. PBB terus membayar gaji saya namun tak ada deskripsi pekerjaan. Mereka tak dapat memecat saya karena saya mengatakan yang sebenarnya. Tapi mereka tidak ingin saya melakukan pekerjaan apa pun," kata Reilly kepada Anadolu Agency tentang apa yang dia alami setelah melaporkan praktik PBB itu.

Mengungkapkan bahwa pada Februari 2013 dia mengetahui bahwa OHCHR menyerahkan beberapa informasi kepada diplomat China, dia menuturkan dirinya segera mulai melaporkannya.

“Saya melaporkannya ke Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia saat itu. Saya melaporkannya ke Uni Eropa,” tutur dia.

Dia mengklaim bahwa seorang karyawan OHCHR pada saat itu membuat pernyataan palsu kepada Uni Eropa (UE), dan UE tidak menindaklanjuti masalah tersebut.

Reilly mengatakan dia juga melaporkan situasinya ke Irlandia, Inggris, AS dan Jerman. “Banyak dari negara anggota itu melaporkan kepada saya bahwa PBB telah berbohong kepada mereka. Sekali lagi, saya memberikan email tentang penyerahan nama," imbuh dia.

Dia mengatakan, 50-70 nama oposisi pemerintah China yang diserahkan di antaranya adalah 8-9 orang berkewarganegaraan AS dan 5-6 orang berkewarganegaraan Jerman.

Dia juga menambahkan bahwa dia mengidentifikasi negara mereka tentang situasi tersebut.

"Jadi, ini juga merupakan masalah konsuler diplomatik yang sangat besar bahwa PBB menyerahkan nama-nama warga negara lain kepada pemerintah China," tambah Reilly.

Menambahkan bahwa dia hanya bisa membawa PBB ke pengadilan ketenagakerjaan internal atau Pengadilan Sengketa PBB. Namun dia mengklaim petugas di OHCHR terus berbohong tentang praktik kontroversial tersebut.

Menyangkal pernyataan Colville yang mengatakan bahwa praktik terbatas ini berhenti sejak 2015, Reilly melontarkan pertanyaan, "Dan kemudian pada 2017, OHCHR mengarang cerita ini yang sudah dihentikan pada 2015. Mengapa mereka mengeluarkan siaran pers yang mengakuinya pada 2017? Mengapa mereka mengakuinya di pengadilan pada 2019?".

 Nama yang dibocorkan dalam bahaya

Reilly mengatakan OHCHR tidak berhak membagikan informasi tentang peserta kegiatan mereka.

“Sebenarnya ada aturan di Dewan HAM. Aturannya adalah jika suatu negara ingin tahu siapa yang akan datang, mereka harus bertanya pada pleno. Mereka harus bertanya di depan negara anggota," tekan dia, menambahkan bahwa aturan itu tertulis, sangat jelas. Dan itu dirusak untuk China.

Menambahkan bahwa orang-orang yang namanya diserahkan berada dalam bahaya, dia menggarisbawahi bahwa adalah tanggung jawabnya sebagai Petugas Hak Asasi Manusia PBB untuk angkat bicara.

Dolkun Isa, seorang politisi dan aktivis Uighur terkemuka yang menghadiri pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pada 2016 dan 2019, juga termasuk di antara orang-orang yang namanya diserahkan kepada diplomat China, kata Reilly.

Reilly menambahkan bahwa aktivis tersebut bersaksi untuk mendukung upayanya itu.

“Agen China datang rumah keluarganya untuk memintanya menghentikan pembelaannya. Dia ditangkap beberapa kali. Dia sendiri ditolak masuk ke PBB sebagai akibat langsung dari pembocoran namanya kepada pemerintah Cina. Kakaknya ditangkap,” kata Reilly.

Terkait detil orang-orang yang informasinya diserahkan ke China, Reilly mengatakan sebagian besar dari mereka adalah orang Uighur yang merupakan orang Tibet, warga Hong Kong, dan pengacara hak asasi manusia termasuk di antara mereka.

“Siapa pun yang ingin diketahui informasi oleh China,” imbuh dia.

"Sekretariat PBB terlibat dalam pembocoran ke pemerintah China secara tepat orang mana yang berencana untuk berbicara sehingga mereka dapat menyerang anggota keluarga mereka," tambah dia.

Proses hukum

Berbicara tentang proses hukum, Reilly mengatakan bahwa dia memenangkan kasus pertama, dan dalam kasus itu, hakim memutuskan bahwa Sekretaris Jenderal telah memutuskan untuk tidak menerapkan kebijakan PBB dalam kasus dia itu.

“PBB sangat tidak menyukai keputusan itu. Jadi setelah itu mereka menyingkirkan hakim,” sebut dia.

“Karena struktur PBB, saya hanya bisa membawa PBB ke pengadilan ketenagakerjaan internal. Saya tidak bisa menuntut PBB atas kasus membahayakan orang,” tambah dia.

'PBB turut terlibat dalam kejahatan internasional'

Reilly mengatakan bahwa praktik PBB itu adalah "keterlibatan dalam kejahatan internasional", menambahkan, "Ini kebalikan dari apa yang seharusnya kami lakukan."

“Kantor Hak Asasi Manusia PBB seharusnya tidak secara aktif membahayakan para pembela HAM. Dan itu seharusnya tidak kontroversial. Dan sangat mengejutkan bahwa satu-satunya perhatian dari Kantor Hak Asasi Manusia adalah menghentikan saya melaporkannya tetapi tidak menghentikan praktiknya,” jelas dia.

Menambahkan bahwa dia telah berbicara dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tahun lalu di bandara Jenewa, dia mengatakan Guterres memberitahunya bahwa kasus itu sulit diselesaikan.

Dia juga meminta para aktivis Uighur dan oposisi lainnya untuk terus berbicara.


Isa konfirmasi tuduhan, dan bersaksi untuk dukung Reilly

Sementara itu, Dolkun Isa, presiden Kongres Uighur Dunia, membenarkan kepada Anadolu Agency bahwa dia bersaksi untuk mendukung Relly.

"China sangat tidak nyaman dengan masalah Turkistan Timur yang menjadi agenda di PBB," kata Isa, seraya menambahkan bahwa China berusaha mencegah orang Uighur Turki, warga Tibet dan oposisi lainnya memasuki agenda PBB.

Dia mengatakan bahwa mereka ingin menghadiri pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 2013 dengan aktivis Uighur Rabia Kadir dan warga Uighur lainnya.

Isa mengatakan polisi berusaha mengeluarkan mereka dari ruang dewan. Mereka mengatakan “Anda harus keluar dari sini” meski dia memiliki akreditasi.

Kemudian seorang wanita dari dewan datang dan berkata kepada polisi, "Anda tidak dapat mengeluarkan mereka, mereka semua memiliki izin."

“Kami terkejut dengan kejadian ini. Kami kemudian mengetahui bahwa wanita itu adalah Emma Reilly. Dia tahu tentang semua email saat dia bekerja di Sekretariat OHCHR. Dia tahu kami akan datang,” tutur Isa.

Isa menekankan bahwa mereka tidak mengetahui adanya email antara PBB dan misi China hingga saat itu.

Mengingatkan bahwa dirinya kembali ke Kantor Jenewa PBB untuk menghadiri pertemuan Dewan PBB pada 2016, Isa mengatakan bahwa kali ini PBB memberinya jaminan untuk keselamatannya.

Dia mengatakan dia juga diberikan pengamanan pada 2018 dan 2019 di PBB.

"Mereka bilang ada keluhan tentang saya di China," kenang dia.

Kemudian dia mengungkapkan ibunya meninggal di "kamp konsentrasi" di China pada 2018.

"Saya mengetahui dari media bahwa ibu saya telah meninggal. Seorang pensiunan wanita berusia 78 tahun yang tidak melakukan kejahatan apapun dimasukkan ke dalam kamp. Dia mungkin mengalami penyiksaan psikologis dan fisik. Adik laki-laki saya hilang sejak 2016,” terang dia.

“Saya tidak tahu apakah dia masih hidup atau tidak. Kakak laki-laki saya adalah seorang profesor Matematika. Saya pernah mendengar bahwa dia ditangkap dan dijatuhi hukuman 17 atau 18 tahun penjara," imbuh dia.

Isa mengatakan dia telah kehilangan kontak dengan seluruh keluarganya sejak 2017, dan dia kemudian mengetahui dari harian China Global Times bahwa ayahnya juga telah meninggal meski dia tidak tahu kapan atau di mana dia meninggal.

Dia turut menyuarakan gagasan yang sama dengan Reilly tentang apa yang dilakukan PBB merupakan keterlibatan dalam kejahatan internasional..

"China menggunakan segala cara untuk menghentikan kami. Mereka bahkan mengusir kami dari PBB melalui kepolisian di New York pada 2017," kata Isa.

Bahkan pada 2018, kata Isa, seorang diplomat China memanggilnya "teroris", berusaha menghentikannya untuk mengikuti kegiatan PBB, tetapi masalah tersebut kemudian diselesaikan atas inisiatif Jerman.

Aktivis Uighur juga mencatat bahwa pada 2017 dia ditahan sebelum pertemuan di Italia karena tekanan dari China.

"Karena hampir 3 juta orang (Uighur Turki) berada di penjara (atau kamp), menjadi sasaran genosida, Sekretaris Jenderal PBB masih tidak berbicara tentang genosida ini, mengabaikannya. Sekretaris Jenderal PBB seharusnya tidak tinggal diam tentang genosida di abad ke-21 ini dan mengirim delegasi ke Turkistan Timur untuk diperiksa sesegera mungkin,” ujar Isa menyerukan tindakan konkret kepada Sekretaris Jenderal PBB Guterres.

PBB bantah tuduhan Reilly

Sementara itu, PBB menyangkal tuduhan tersebut, seperti yang dikatakan Juru Bicara OHCHR Rupert Colville kepada Anadolu Agency pada 14 Januari bahwa "sejak 2015, praktik terbatas ini telah dihentikan".

"Selama lima tahun terakhir, OHCHR belum mengkonfirmasi nama-nama aktivis yang diakreditasi untuk menghadiri sesi Dewan Hak Asasi Manusia PBB di mana pun. Klaim berulang dari Reilly yang berlanjut hingga hari ini adalah palsu," sebut PBB.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın